Mohon tunggu...
Advertorial
Advertorial Mohon Tunggu... Editor - Akun resmi Advertorial Kompasiana

Akun resmi Advertorial Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bioteknologi, Solusi Cerdas Atasi Masalah Pertanian

17 September 2015   12:02 Diperbarui: 17 September 2015   12:28 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kekeringan akibat kemarau berkepanjangan di Desa Panyindangan, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (17/8/2015). Warga mengaku gagal panen padi akibat sungai untuk irigasi mengalami kekeringan. (Sumber: Kompas.com/Kristianto Purnomo)"][/caption]Indonesia tengah berjuang menghadapi dampak anomali iklim El Nino yang menimbulkan sejumlah bencana atau masalah di beberapa wilayah, mulai dari kebakaran hutan dikarenakan tingginya suhu udara pada musim kemarau, kekeringan yang berkepanjangan,hingga gagal panen yang berpotensi mengganggu pasokan pangan dalam negeri akibat produksi pertanian yang menurun.

Saat ini saja kekeringan menimpa kurang lebih 536 kecamatan yang tersebar di 12 provinsi kabupaten atau kota. Bahkan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah menyatakan secara resmi bahwa luas lahan gagal panen hampir mencapai angka 30 ribu hektare. Pemerintah juga memperkirakan luas lahan gagal panen akan terus bertambah hingga 200 ribu hektare apabila fenomena El Nino terus terjadi hingga Januari 2016.

El Nino sendiri berpengaruh pada tiga hal dalam pertanian, yaitu meluasnya lahan puso, menurunnya produktivitas serta kemunduran masa tanam yang berujung pada kemerosotan produksi pangan secara drastis. Badan Program Lingkungan PBB (UNEP) menyebutkan badai El Nino akan menyebabkan produksi pertanian dunia menurun sebesar 15 persen hingga 30 persen. Meskipun demikian, Indonesia diprediksi hanya akan mengalami penurunan produksi sekitar 10 persen. Namun, bukan berarti angka tersebut tidak akan bertambah.

Pertanyaannya, apakah semua perkiraan yang disebutkan di atas hanya kekhawatiran belaka? Tentu tidak. Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ada dua waduk yang berada dalam kondisi kering, yaitu Waduk Sempor dan Wadaslintang Wonosobo di Jawa Tengah. Selain itu, ada lima waduk yang mengalami defisit pasokan air, yaitu Waduk Keuliling di Aceh Besar, Waduk Batu Tegi di Lampung, Waduk Saguling di Jawa Barat, Waduk Gajah Mungkur Wonogiri di Jawa Tengah dan Waduk Bening di Jawa Timur.

Upaya Pemerintah dalam menyediakan dana senilai Rp 100 miliar untuk mendirikan tempat penampung air atau embung patut diapresiasi. Dana tersebut juga digunakan untuk membagikan hampir 36.000 unit pompa air ke daerah-daerah yang rentang terserang kekeringan, seperti Sumatera Selatan, Banten, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Dua upaya tersebut dilakukan karena lahan pertanian sangat rentan ancaman kekeringan.

Sayangnya, ada sebagian pihak masih meragukan kinerja Pemerintah. Mereka menganggap bahwa Pemerintah baru akan berinisiatif dan bertindak saat bencana atau masalah sudah menimpa masyarakat. Keraguan tersebut muncul karena pembangunan embung yang membutuhkan waktu cukup lama, sementara pompa air membutuhkan sumber mata air yang kini mulai mengering.

Padahal, lebih dari 14 juta keluarga Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sebagian besar di antaranya tak dapat bekerja hingga datangnya musim hujan yang baru akan terjadi enam bulan lagi. Akibatnya, Indonesia yang mengalami penurunan produksi pertanian dan gangguan kedaulatan pangan, bergantung pada pangan impor.

El Nino merupakan salah satu dari sekian banyak tantangan bagi petani Indonesia dalam bercocok tanam sekaligus menghasilkan produk pertanian yang sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Tantangan besar itu dapat diatasi dengan inovasi serta kreativitas petani dalam mengatasi masalah kekeringan. Akan tetapi, upaya para petani harus mendapat bantuan serta dukungan penuh dari Pemerintah, baik itu secara materil maupun moriil.   

Salah satu bentuk bantuan yang dapat diberikan Pemerintah adalah dengan mengedukasi para petani untuk mengetahui pola tanam teknik budidaya dan penggunaan teknologi pertanian yang tepat. Pemerintah juga dapat memilah benih unggul dari varietas yang tahan kekeringan dan berumur pendek, kemudian bekerjasama dengan beberapa pihak terkait untuk membantu memperkenalkan benih unggul tersebut kepada para petani.

Pemanfaatan bioteknologi dalam sektor pertanian sektor pertanian perlu dipertimbangkan demi membantu petani mendapatkan tanaman yang tangguh dalam menghadapi kekeringan  dan juga hasil panen yang baik. Indonesia sendiri sudah memiliki benih bioteknologi, dimana salah satunya adalah 5.000 jenis benih padi mutan yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Benih padi mutan tersebut memiliki pertahanan yang cukup tinggi terhadap kadar garam, kekeringan dan keasaman tanah.

Beberapa negara bahkan telah memetik dan menikmati produk-produk hasil pemanfaatan bioteknologi pada sektor pertanian. Adapun negara-negara yang dimaksud adalah Cina, Filipina dan Vietnam. Jadi, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan hasil riset bioteknologi yang sangat bermanfaat bagi petani Indonesia agar mereka lebih siap menghadapi kondisi alam yang buruk, misalnya saja pada masa kekeringan yang tengah melanda tanah air.

Sumber: Pertanian yang Siap Bencana oleh Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun