Mohon tunggu...
Adven Sarbani
Adven Sarbani Mohon Tunggu... -

Seorang pendidik, sekaligus pembelajar. Suka membaca sekaligus menulis, menikmati kebersamaan sekaligus bisa menyelami kesendirian. Seorang dari banyak manusia yang terberkati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Imaji Para Perempuan

31 Oktober 2009   02:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:29 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Imajimu mengetuk pintu surga
Imajimu seluas semesta
Imaji para perempuan
Dalam cinta dan harapan

Lukisan cahaya ini begitu dingin dan sepi. Setiap momen keabadian punya kisah sendiri. Apa yang bisa dikisahkan dari batu putih di antara bebatuan hitam? Apa yang bisa diceritakan dari daun kering di telapak tangan? Apa yang bisa didongengkan dari kenyataan bahwa hidup mereka bergantung pada obat-obat. Kematian begitu dekat.

Mendapat kesempatan untuk dapat melihat pengungkapan perasaan perempuan-perempuan itu bagiku adalah kehormatan. Betapa berat perjuangan mereka menjalani hidup dari hari ke hari dengan status penderita HIV. Namun mereka tetap memiliki harapan dan tetap berani berjuang.

Perempuan-perempuan itu memiliki kisah hidup sendiri. Kini mereka dipersatukan dalam kenyataan bahwa mereka bernasib sama. Kesamaan nasib itulah yang membuat mereka bersatu. Mereka bersatu mengungkapkan perasaan. Tentang harapan, tentang kesedihan, tentang ketakutan mereka, tentang imaji-imaji mereka, tentang apapun yang mereka rasakan dalam media foto.

Foto menjadi sarana bagi mereka berkomunikasi, menyapa, dan menyembuhkan diri. Maka ketika kau lihat pameran di CCCL (Pusat Kebudayaan Perancis di Surabaya) Jalan Darmokali 10, bertema"Imaji Para Perempuan", tanggal 27-30 Oktober 2009 lalu, kau akan temukan benda-benda sederhana yang biasa kau lihat setiap hari bisa menjadi pengungkapan keinginan dan harapan mereka.

Foto rambu lalu-lintas, mengisahkan harapan seorang perempuan untuk berhenti jadi kupu-kupu malam. Gambar papan bertuliskan "Buka 24 Jam" berkisah tentang kebaikan hati para penolong yang mau memberi waktu 24 jam kepada mereka. Adegan seorang ibu tua membawa sekarung rombengan menyimbolkan bagaimana perempuan itu harus berjuang sendirian.

Banyak kisah, banyak kesedihan, tapi tetap ada lilin-lilin harapan. Perempuan-perempuan itu telah memegang lilin yang sudah hendak padam. Tapi mereka tetap bersemangat dengan hidupnya. Perempuan-perempuan itu mengajarkan aku tentang kehidupan.

Aku merasakan hangat. Hidup ini memang berat. Tapi tetap kita boleh berharap. Selama kita masih punya imaji, selama kita masih mampu saling mengasihi. Aku merasa hangat dan sangat terberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun