Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banggalah Generasi Milenial Naik Haji Karena Niat Menjalankan Kewajiban

29 September 2020   23:38 Diperbarui: 29 September 2020   23:42 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Singgit, jamaah haji milenial tahun 2019 (Foto: Widi Agustian/Okezone)

Dua dari lima rukun Islam punya syarat untuk dikerjakan. Jika tak ada syaratnya, maka yang dua itu tidak bisa dilakukan. Yakni berzakat jika harta mencukupi nisabnya, dan naik haji jika ada kemampuan. Kewajiban berzakat akan hilang, bila harta kita tak mencukupi nisabnya. Begitu pula naik haji. Kalau kita tidak punya kemampuan, gugur pula kewajiban.

Kemampuan ada. Semisal ongkos untuk pulang pergi ke Makkah lebih dari cukup, namun karena nilai-nilai iman dan taqwa yang kurang, ada kemungkinan yang bersangkutan terjangkit rasa malas untuk pergi ke Baitullah. 

Dan penyakit seperti itu lumayan banyak hinggap di kalangan umat Islam, meskipun persentase yang berangkat naik haji tiap tahun terus bertambah dan meningkat. Saking berminatnya umat Islam menunaikan kewajibanya terhadap rukun Islam yang kelima itu, mereka rela menunggu antrian yang kian mengular panjangnya tiap tahun.

Malah ada daftar antrian di suatu daerah yang mencapai 15 tahun, sejak pertama mendaftar. Supaya jangan lama menunggu giliran, sangat diharapkan umat Islam mendaftar sejak usia muda. Kalau bisa jangan tunggu usia tua, baru mendaftar. Ini akan berakibat hilangnya kekuatan tubuh. 

Sebab, mampu di situ tidak sekedar ada dan cukup finansial, tetapi juga sehat jasmani dan rohani, yang pada akhirnya mampu menunaikan haji dengan sempurna.

Tahun 2019 lalu, 63 persen jemaah calon haji Indonesia masih didominasi oleh kaum tua atau mereka yang terbilang berusia lanjut. Ukuran ini harus jadi pelecut bagi anak muda, untuk segera melakukan langkah-langkah positif demi untuk menyempurnakan Islam dalam diri kita. Di samping langkah positif soal finansial, anak muda dituntut mempelajari ilmu haji.

Kenapa demikian. Naik haji adalah ibadah wajib. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan itu batal dan rusak, seumpama salah niat, seperti niatnya pergi jalan-jalan atau represing, dan darmawisata serta niat dan tujuan lain selain dari menjalankan kewajiban selaku umat Islam.

Kajian tentang haji biasanya terletak pada bab terakhir dalam kitab fiqh yang dipelajari di pesantren. Pertama bab ibadah, yang banyak mengupas soal tata cara shalat, serta ibadah lainnya yang berakhir pada soal zakat. 

Bab kedua munakahat alias bab nikah atau kajian orang dewasa, dan terakhir baru soal haji. Artinya, fiqh yang dikarang oleh ulama dulu, mengajarkan umat Islam cara berubudiyah keseharian, yakni shalat yang lima waktu sehari semalam.

Mampu soal itu, kajian dilanjutkan soal zakat. Artinya, awal kita ada, tumbuh dengan menanjak naik dewasa, punya usaha. Keluarkan bagian dari harta orang lain yang tersimpan dalam harta yang kita punya. Itu hakikat dari mengeluarkan zakat. Di samping zakat juga berfungsi sebagai upaya membersihkan harta, agar berkah. 

Zakat juga ibadah bernilai sosial kemasyarakatan. Orang yang naik haji, pasti harus berzakat dulu. Jangan lampaui. Ke Mekkah berkali-kali, tapi zakat tak pernak dibayarkan. Rusak ibadah lain, kalau demikian kita lakukan.

Tuntas ibadah sehari semalam, rutin mengeluarkan zakat tiap tahun sesuai nisabnya, pelajarilah lagi tentang seluk-beluk haji. Jangan belajar haji ketika manasik haji saja. 

Akan tidak sempurna dan maksimal hasilnya. Naik haji bukan sekedar ritual-ritual yang telah ditetapkan. Ada banyak nilai-nilai tersembunyi yang harus kita lakukan, agar haji yang kita lakukan mabrur sesuai doa dan harapan banyak orang yang mengantar JCH.

Banyak nilai sejarah haji yang patut kita pelajari. Di Makkah terkenal adanya pintu surga dan neraka, sebagai tempat akhir seluruh manusia setelah wafat nanti. 

Apa yang menjadi kebiasaan kita selama di kampung, akan tercermin pada saat kita melakukan kewajiban naik haji. Tak heran, orang yang mendapatkan haji yang betul-betul mabrur itu hanya sedikit dari ribuan orang yang pergi ke Mekkah tiap tahunnya.

Jadi, kunci dasarnya adalah ilmu, iman dan taqwa. Kalau kuat hal ini, kurang-kurang sedikit soal finansial akan bisa cukup. Tuhan punya cara meluruskan niat hamba-Nya yang betul-betul tulus beribadah. 

Ibarat ujian di sekolah dan kampus, naik haji adalah ujian akhir. Banyak soal-soal yang amat sulit, yang harus diisi dan ditunaikan agar bisa lulus dengan selamat. Begitu juga naik haji. Sedikit saja menyimpan rasa sombong dalam diri, akan rusak perjalan haji kita.

Berbanggalah anak-anak milenial yang pergi haji atas landasan niat menjalankan kewajiban, menyempurnakan nilai-nilai Islam yang kaffah dalam dirinya. Dan rugi serta sia-sia anak-anak muda yang pergi ke Mekkah hanya sekedar raun-raun, atau ikut orangtua, serta menghilangkan rasa galau yang selama ini menghantui jiwanya.

Milenilal naik haji, siapa takut! Ayo. Punya kemampuan anak milenial, cepat-cepat belajar dan mengaji soal haji. Datangi ulama, ustad, kiai, dan orang hebat lainnya soal itu. Beli buku-buku tentang haji, pelajari banyak hal, supaya ibadah haji kita tidak sia-sia. 

Haji mambrur menuntut perubahan totalitas dari diri seseorang. Seumpama sebelum ke Mekkah hanya ibadah wajib saja yang dilakukan, sepulang dari haji, ibadah harus meningkat, rajin dan rutin shalat berjemaah, kurang-kurangi atau tinggalkan kebiasaan menggunjing, dan perbuatan buruk lainnya yang pernah melekat dalam diri kita pada saat sebelum haji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun