Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keshalehan Buya Lubuak Pandan Karena Mengamalkan Ilmu

9 September 2020   14:58 Diperbarui: 9 September 2020   14:53 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Tuanku Shaliah Lubuak Pandan (1908-1996) saat memberikan taushiyah kepada santrinya yang tengah menamatkan kaji kelas tujuh di pesantren Madrasatul 'Ulum. (foto dok hanton, alumni pesantren)

Untuk berwuduk menjelang shalat, Buya butuh waktu yang panjang. Apalagi kalau dia mandi sekalian, akan lebih lama lagi waktu yang terpakai. Makanya, kalau dia mau mandi dulu, jauh sebelum waktu shalat masuk, Buya telah berada di sungai.

Sungai Batang Ulakan yang melintas di depan Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan yang didirikan Buya Abdullah Aminuddin, merupakan sarana utama dalam mensucikan diri baginya dan santri. Berjalan dari antas anjung, sebatang tongkat selalu menemaninya ke sungai untuk mandi dan berwuduk.

Bila Buya tengah berada di sungai, santrinya tak berani mandi. Walaupun santri sudah berada di sungai, mereka lebih memilih duduk saja di pinggir sungai sampai Buya selesai mandi dan berwuduk. Buya lazim mandi dan berwuduk di bagian terbawah di lokasi sungai yang dijadikan sebagai tempat mandi tersebut.

Dulu, sungai merupakan faktor utama dibangunnya sebuah surau tempat mengaji. Begitu pula Surau Kapalo Sawah, tempat Buya pertama kali tinggal dan menetap di Lubuak Pandan. Berada di tepi Sungai Batang Ulakan. Airnya jernih, ikannya diuduhkan oleh masyarakat nagari tempat sungai itu lewat.

Ini ciri khas pertama barangkali, Buya digelari dengan Tuanku Shaliah. Dia mandi tak pakai sabun. Tapi wajahnya selalu memancarkan cahaya, ada bekas syujud di keningnya, saking taat dan rajinnya dia beribadah dalam kesehariannya. Dengan ini pula, Buya terkenal malin dalam soal kajian fiqh, sebuah pelajaran pokok setelah tafsir di pesantren. Fiqh mengatur selub-beluk ibadah, kehidupan dan segala macam hukum yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia.

Hampir seluruh fiqh Mazhab Syafi'i dipejarai di Lubuak Pandan. Bagi Buya tidak sekedar di pelajari dan diajarkan ilmu yang ada dalam berbagai kitab itu, tetapi terlebih dulu diamalkan. Buya sepanjang hidupnya, selalu shalat yang lima waktu sehari semalam secara berjemaah dalam kondisi apapun. Ketika dia sedang terbaring di rumah sakit menjelang akhir hayatnya, pun tetap shalat secara berjemaah.

Shalat berjemaah, azan tiap waktu shalat masuk merupakan peristiwa utama dan semacam wajib oleh Buya dan di kalangan keluarga besar pesantren Lubuak Pandan. Betapa pun kesibukan dalam satu hari di surau itu, yang namanya azan tiap masuk waktu shalat selalu berbunyi lewat pengeras suara. Hanya saat mati listrik tak terdengar suara azan keluar. Saat itu azan hanya terdengar di sekitar lingkungan pondok.

"Keshalehan Buya karena ilmu diamalkan," kata anak tuanya, Amiruddin Shaleh. Shalat berjemaah tiap waktu semacam wajib hukumnya oleh Buya, sehingga ia tak pernah shalat yang lima waktu secara sendirian.

Ini banyak dan pada umumnya diwarisi oleh santri. Kalau santri tamatan Lubuak Pandan yang tinggal di sebuah surau atau masjid, suasana shalat berjemaah selalu hidup dan terlaksana setiap waktu. Di samping sebagai anjuran dalam agama, tentunya hal demikian warisan langsung dari Guru Besar Madrasatul 'Ulum, Buya Abdullah Aminuddin.

Madrasatul 'Ulum semasa dipimpin Buya, menonjol pula kajian ilmu alatnya. Kajian ini diwarisi langsung oleh Buya dari perjalanannya yang panjang ke berbagai guru dan perguruan surau yang dia tuntut dulunya. Banyak orang mengatakan kalau Lubuak Pandan itu yang paling menonjol kajian nahwu sharaf, yaitu kajian alat yang akan menunjang para penuntut ilmu supaya tahu makna kajian bidang lainnya.

Setiap kali momen lomba kitab kuning, santri Madrasatul 'Ulum selalu juara dan mampu bersaing dengan santri lainnya dari berbagai sekolah Tarbiyah dan Pesantren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun