Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keteladanan Buya Tuanku Shaliah Lubuak Pandan

27 Agustus 2020   14:25 Diperbarui: 27 Agustus 2020   14:13 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya H. Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah (1908 -1996) adalah pendiri dan guru besar Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan. Dia sosok ulama teladan bagi banyak santri dan alumni pesantren serta masyarakat banyak. (foto dok facebook ponpes madrasatul 'ulum lubuak pandan)

Saat lahir, Buya diberi nama oleh orangtuanya Abdullah Aminuddin. Setelah menuntut ilmu agama ke berbagai surau dengan banyak guru dan ulama, terlihat shaleh dalam beribadah, Buya dipopulerkan oleh banyak orang dengan sebutan Tuanku Shaliah.

"Dima mangaji, kiah," kata orang bertanya ke santri Madrasatul 'Ulum. "Di Lubuak Pandan, pak," jawab santri itu. "Ooo, di Surau Tuanku Shaliah, ya". Begitulah ceritanya.

Pergeseran demi pergeseran itu pun terjadi lewat seleksi alam. Dulu, orang mengaji itu disebut Pakiah. Sekarang bahasa Pakiah itu jarang lagi terdengar. Yang ada hanya santri. Begitu juga surau, berganti dengan pesantren.

Dan itu tak terkecuali di lingkungan Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan. Dulu hanya orang mengenal dengan Surau Tuanku Shaliah Pengka. Belakangan, hal itu berganti dengan nama Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan. Bahkan, awal mula Buya menetap di Lubuak Pandan pada 1940 M, Buya mengajar di Surau Kapalo Sawah (SKS) dulunya.

Surau Kapalo Sawah, adalah surau milik masyarakat Kampuang Guci, Lubuak Pandan. Sampai sekarang surau itu masih ada. Di surau itu masyarakat melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan adat istiadat sepanjang masa. Sekarang, santri tak lagi tinggal di surau itu. Melainkan ada banyak asrama di lingkungan pesantren yang didirikan Buya.

Saat bangunan pesantren belum ada, banyak santri zaman dulu tinggal di surau-surau yang ada di sekitar kampung itu. Ada namanya Surau Kandang Itiak, Surau Lereang, Surau Bancah, dan pusatnya Surau Kapalo Sawah. Sejak bangunan pesantren mulai diadakan, para santri yang datang dari berbagai nagari di Minangkabau ini sudah bisa dikontrol, karena berada di lingkungan Buya menetap dan tinggal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun