Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lima Tahun Nyantri di Lubuak Pandan, Bunyi Tongkat Buya Menghilangkan Cerita Mimpi Indah Semalam

27 Agustus 2020   02:44 Diperbarui: 27 Agustus 2020   02:51 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surau Tangah sebagai bangunan utama kini telah berganti dengan bangunan permanen, berlantai dua juga. Banyak cerita dan kenangan bagi santri yang pernah mondok dulunya di Lubuak Pandan, Kabupaten Padang Pariaman. (foto dok facebook ponpes madrasatul 'ulum lubuak pandan)

Saat saya tiba di Lubuak Pandan, Amiruddin dari Ampalu, Rumida dari Batagak sedang jadi marapulai, yang malamnya mereka mengulang kaji Tafsir Jalalaein itu bersama Ja'far Tuanku Imam Mudo. Saya ikut juga bersama kawan lain menyimak. Kadang-kadang disuruh membaca oleh Amiruddin. Tujuan mengulang kaji sebelum belajar bersama Buya paginya, adalah untuk kemudahan agar tidak susah saat berhadapan dengan Buya.

Buya adalah guru besar di Madrasatul 'Ulum. Sedangkan pimpinan pondok dijabat oleh Buya Iskandar Tuanku Mudo. Tiap pagi Buya Iskandar selalu mendampingi Buya mengajar marapulai. Kadang Buya hanya satu Tafsir itu, lalu dilanjutkan oleh Buya Iskandar. Penamaan guru besar dan pimpinan itu selalu jadi sebutan dalam setiap kali muhadlarah. Seperti yang terhormat, Buya selaku guru besar, dan Ungku selaku pimpinan.

Dengan telah permanennya bangunan Surau Tangah itu saat ini, adakah bunyi tongkat Buya tiap Subuh? Tentu tidak ada lagi. Buya H. Marzuki Tuanku Nan Basa yang melanjutkan kepemimpinan dan guru besar di pesantren itu belum memakai tongkat. Dan lagi, kalaupun sudah pakai tongkat, bunyinya tak sekeras dulu. Lantai yang dulu papan, kini sudah berganti dengan granit. Kalau dihempaskan tongkat akan cepat punahnya lantai tersebut.

Bunyi tongkat Buya dulu mampu menghilangkan cerita mimpi indah saat tidur pulas. Artinya, begitu keterkejutan santri saat mendengar tongkat langsung berhamburan ke sungai. Buru-buru cari handuk, sabun mandi lalu bergegas ke sungai yang tak jauh dari asrama.

Kalau di Anjung Jaya, guru tuo Ja'far Tuanku Imam Mudo langsung mempercikkan air ke muka santri yang masih tidur. Jadi santri yang tinggal di asrama depan itu, di samping mendengar kerasnya bunyi tongkat Buya, siraman air ke muka juga menjadikan kita terkesima dan langsung cepat-cepat ke sungai.

Demikian itu terjadi, Buya dan guru tuo tak ingin santrinya telat Shalat Subuh. Semua santri harus sejak awal ikut Subuh berjemaah. Karena Subuh adalah waktu yang paling berat sekali. Beratnya bertambah, lantaran ikut menyimak kaji marapulai bersama guru tuo sampai larut malam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun