Selain itu, Maria juga mencoba terjun ke dalam bidang politik dalam usahanya untuk berjuang. Pada awalnya ada sebuah penolakan teruntuk kaum perempuan untuk masuk ke dalam sebuah organisasi politik. Pada akhirnya usaha Maria membuahkan hasil. Pada tahun 1921, Maria mendapat kabar bahwasannya kaum perempuan dapat memilih anggota Minahasa Raad (Rahayu, 2014:33-34).
Minahasa Raad adalah sebuah dewan daerah yang bertugas untuk memberikan pendapat, saran-saran dan membantu mencari jalan keluar dari berbagai masalah yang dihadapi residen. Meskipun perempuan dapat mencalonkan diri dan dipilih sebagai anggota dewan, mereka masih belum mendapatkan suara dari masyarakat.Â
Hal tersebut dibuktikan dengan keanggotaan Minahasa Raad yang didominasi oleh laki-laki. Berikut daftar anggota Minahasa Raad tahun menurut Regerings Almanak tahun 1922; Theodorus E. Gerungan, Alber W.R Inkiriwang, Apeles J.H.W. Kawilarang, B. Lalamentik, J.E. Lucas, R.E. Lucas, A. J Maengkom, Jan H. Mononoetoe, Josef U. Mangowal, P. Mamesah, Petrus A. Mandagie, Petrus T. Momuat, A.F. Najoan, B. Parengkuan, G.J. Palar, Herling Pande-Iroot, Ernest Hendrik L. Willem Pelenkahu, G. van Renesse van Duivenbode, Ezau Rotinsulu, Peter F. Ruata, H. Rorimpunu, Paul A. Ratulangi, Sie Lae Hoeat, Alexander 'Ajeh' Hendrik Daniel Supit, L. Saerang, R.C.J Sondakh, J. Stormer, Jan Nicolaas Tambajong, W.F. Tumbuan, Z. Taloemepa, Albertus L. L. Waworuntu, E. W. J. Waworuntu, Joost Alexander Karel Wenas, W.A. Wakkary, dan A.A. Warokka (Gilingan, 2015). Dominasi pria dalam Minahasa Raad terjadi karena masyarakat sendiri masih memandang perempuan dengan sebelah mata, menyepelekan mereka, serta memiliki anggapan bahwa pria lebih unggul daripada perempuan.Â
Pada tahun 1967 PIKAT bersama dengan Gubernur Sulawesi Utara mengajukan Maria Walanda Maramis supaya namanya dapat pengakuan sebagai pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia. Melihat hasil dari perjuangan yang ia lakukan semasa pergerakan nasional, Maria sangatlah layak namanya diabadikan menjadi pahlawan nasional. Pada 20 Mei 1969, Maria Walanda Maramis akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintah Indonesia.Â
Maria Josephine Catharina Maramis atau lebih umum dikenal sebagai Maria Walanda Maramis adalah perempuan Minahasa yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Sistem sosial Minahasa yang condong ke budaya patriarki setelah masuknya Belanda sangat mengikat kehidupan perempuan. Pernikahan adalah satu-satunya opsi yang dimiliki perempuan saat itu. Namun, lewat pernikahan lah Maria mengenal dunia yang menggugah semangatnya untuk memperjuangkan kesetaraan hak perempuan. Meskipun mendapat banyak cibiran, Maria tidak pernah menyerah untuk mewujudkan impiannya. Bersama teman-teman yang memiliki visi yang sama, Maria mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya atau PIKAT pada 8 Juli 1917. Melalui PIKAT, sebuah sekolah bernama Sekolah Rumah Tangga berhasil didirikan. Keberhasilan PIKAT membuahkan hasil ketika perempuan diberi hak memilih dan dapat dipilih menjadi anggota dewan Minahasa Road pada tahun 1921.
Penulis :Melynda, Afzal, Adry