Mohon tunggu...
Munadry Aslam
Munadry Aslam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

be yourself, be different

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terlalu Banyak 'Presiden'nya

27 September 2011   04:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:35 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ada hal yang menarik perhatianku siang tadi. Saat aku dan temanku sedang duduk-duduk di ruangan himpunan. Kulihat seorang dosenku berjalan masuk dan berhenti di pintu himpunan.

“Bisa minta tolong sebentar?” katanya.

“Iya pak, kenapa?” jawab kami yang sedang di himpunan.

“Tolong carikan saya mahasiswa angkatan yang baru kelas ICP, satu biji saja” lanjutnya.

“Iya pak, nanti kami panggilkan” jawabku dan teman-teman.

Belum sempat kami keluar dari himpunan, ada seorang mahasiswa yang memang mahasiswa baru dan dari kelas yang dicari oleh dosenku tadi dan menyapanya.

“Saya pak, kelas ICP angkatan 2011” kata mahasiswa itu.

“Ooo… kamu, sekarang kamu kuliah apa?”

“Biologi Dasar, pak” jawabnya.

“Periksa baik-baik jadwalmu!” sambung dosenku yang kulihat mulai menampakkan wajah tak ramah. Beliau memang dikenal sebagai dosen yang tak bisa nego dan dosen yang paling konsisten terhadap jadwal perkuliahan yang ada. Tak pernah terlambat. Jika ada kuliah yang akan dibawakannya dan dia tak datang dalam waktu sepuluh menit, bisa dipastikan dia tak akan masuk pada hari itu dikarenakan ada hal yang sangat penting.

“Sudah lihat jadwalnya?” lanjutnya.

Mahasiswa baru itu kemudian mengeluarkan selembar kertas yang berupa jadwal kuliah dan memperlihatkannya kepada dosen. Dan memang benar saat itu jadwalnya kuliah Biologi Dasar berdasarkan jadwal yang mereka pegang.

“Kenapa jadwal yang saya pegang berbeda? Seharusnya sekarang kuliah Filsafat Pendidikan” kata dosenku. Dan semakin tampak wajah tak ramah itu serta senyum mengejek yang sering kulihat dari wajahnya.

“Kami juga tidak tau pak” jawab mahasiswa baru itu.

“Kalian tau? Tadi saya mengajar Filsafat Pendidikan di belakang sana setengah jam lebih sebelum saya disadarkan oleh seorang mahasiswa yang bilang kami bukan calon guru pak!” keluhnya pada kami yang sedang duduk di himpunan.

“Hah… susah memang kalau terlalu banyak ‘presidennya’…” lanjutnya.

“Oke, sebagai dendanya… kalian tidak akan mendapat kuliah dari saya selama tiga kali pertemuan” lanjutnya seraya meninggalkan para mahasiswa baru itu.

Entah apa yang harus kukatakan saat itu. Ingin rasanya tertawa melihat para mahasiswa baru itu mendapatkan shock therapy di minggu keduanya kuliah. Tapi, di sisi lain ada rasa kasihan melihat mereka yang tak tahu apa-apa menjadi korban dari sebuah sistem yang tidak beres. Terlalu banyak yang ingin mengatur. Terlalu banyak yang membuat jadwal sehingga ada yang tumpang tindih. Sudah menumpang, menindih lagi…

Begitulah yang terjadi di jurusanku. Banyak orang yang tak tahu apa-apa menjadi korban sebuah sistem yang belum mereka mengerti. Paling tidak mereka akan terbiasa dengan hal itu. Pikirku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun