Mohon tunggu...
Munadry Aslam
Munadry Aslam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

be yourself, be different

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jadilah Pemilih yang Cerdas!

8 April 2014   14:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besok, 9 April 2014 bisa jadi awal sejarah bagi bangsa Indonesia ketika Pemilu Legislatif kembali digelar. Namun, bisa juga tak berarti apa-apa jika kembali mendudukkan orang-orang yang sama di kursi anggota dewan yang 'katanya' terhormat itu. Tetapi, orang baru pun tak bisa menjamin apa-apa bukan? Jadi, siapa yang harus kita pilih? Orang lama atau pun orang baru tak bisa menjamin apa-apa, kenapa? karena bisa dilihat mereka hanya 'mendekat'kan diri ke rakyat ketika pileg segera digelar, bukan dari tahun-tahun sebelumnya. Orang yang sudah duduk di kursi yang empuk itu bahkan ada yang sama sekali tak pernah muncul di daerah pemilihannya (ya iyalah, kan duduknya sudah enak, nyaman, sejuk pula) apalagi orang baru yang sebagian besar tak dikenal oleh masyarakat. Bahkan dalam sosialisasinya, mereka dengan percaya diri 'nebeng' popularitas dengan capres dari partainya maupun dari nama orang tuanya (meskipun orang tuanya juga tak dikenal).

Golput pun kini masih menjadi pilihan alternatif karena telah terjadi krisis kepercayaan di masyarakat akibat degradasi moral para anggota dewan yang 'katanya' terhormat itu. Jadi, apakah selalu menyalahkan masyarakat ketika angka golput semakin tinggi? Mereka hanya menginginkan pemimpin yang merakyat, mereka menginginkan yang benar-benar wakil rakyat bukan wakil parpol. Tapi, adakah yang seperti itu? Banyak, banyak yang mengaku seperti itu, mengklaim keberhasilan sana-sini yang bahkan tak terlihat sama sekali. Masihkah kita termakan janji-janji parpol? Masihkah kita ingin menerima lembar rupiah yang hanya cukup untuk makan setengah hari dengan mengorbankan 5 tahun?

Semua parpol menyarankan agar kita menggunakan hak pilih kita di Pileg nanti, itulah satu-satunya hak yang diberikan kepada kita, bahkan ada yang rela membayar kita agar menggunakan hak pilih kita. Setelah itu, hak kita akan dirampas secara sadar. Hak untuk hidup layak, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, bahkan hak untuk menghirup udara yang segar pun dirampas. Lihat kan bagaimana mereka bersosialisasi dengan memaku gambar mereka di pohon-pohon yang notabene penghasil oksigen? Pada pohon saja yang menyuplai udara segar untuk mereka tak mereka pedulikan apalagi kita? Lihatlah bagaimana mereka berkampanye dan menyisakan sampah dimana-mana, macet dimana-dimana, konvoi sambil melanggar peraturan lalu lintas. Masihkah kita akan memilih?

Saya teringat perbincangan saya dengan seseorang beberapa bulan yang lalu, beliau juga mencalonkan diri sebagai anggota DPRD pada Pileg kali ini. Beliau meminta saya untuk datang mencoblos pada Pileg nanti, beliau tidak meminta saya untuk memilihnya, melainkan meminta saya untuk menggunakan hak pilih saya, beliau juga (yang mungkin satu-satunya) caleg yang tidak memasang baliho sosialisasi di daerah pemilihannya ketika caleg lain sudah mulai menyebar 'sampah' visual pada saat itu. Dengan bercanda saya mengatakan pada beliau bahwa saya akan datang memilih jika ada uang transport dan uang makan. Pada saat itu tiba-tiba ada orang yang berlalu di depan kami yang membawa anjing beberapa ekor dan beliau bertanya kepada saya, "kamu tahu berapa harga seekor anjing itu?". Kujawab tidak tahu. "Harganya seekor itu 500 ribu, masa iya kamu lebih murah daripada anjing," jawabnya sambil tertawa. Serasa menelan pil pahit meski saya hanya bercanda mengucapkannya. Bukan ada benarnya, tapi memang benar yang beliau katakan. Sekali lagi, Tuhan mengajarkan saya melalui beliau bahwa kita masih punya harga diri yang tak ternilai harganya.

Sekali lagi, jadilah pemilih yang cerdas. Para caleg yang memberi kalian uang pada dasarnya sudah tak menghargai diri kalian. Dan ketika kalian menerimanya, artinya sama saja, kalian memang sudah tak punya harga diri lagi. Semoga pemilu kali ini membawa bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik dan bermartabat. Aamiin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun