Mohon tunggu...
Munadry Aslam
Munadry Aslam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

be yourself, be different

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebuah Catatan Jelang Pilpres 2014

8 Juli 2014   18:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:00 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini sebuah catatan tentang pilpres. Dari seorang yang awam tentang politik, tentang pemerintahan dan segala yang berkaitan dengan hal itu. Ini sebuah catatan dari seorang bodoh seperti saya, yang mungkin tak pernah bisa paham pemikiran para poli-tikus. Ya, ini sebuah catatan untuk pilpres. Bukan pil untuk presiden, tapi pemilihan presiden.

Momentum lima tahun sekali ini akhirnya datang lagi di tahun 2014, yang para poli-tikus sebut sebagai tahun politik. Pilpres kali ini merupakan yang ketiga kali-nya dilaksanakan secara langsung. Bahwa pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, setiap orang punya hak suara, hak untuk memilih. Tidak peduli status, strata sosial, entah itu pejabat, mahasiswa, kakek-kakek, nenek-nenek, orang yang buta huruf, koruptor, pencuri, perampok, penjahat, pemakai narkoba, profesor, dokter, doktor, orang kaya, miskin dan semua orang yang ada di negeri ini dan orang-orang yang masih berstatus sebagai warga negara Indonesia meskipun berada di luar negeri semuaanya mempunyai hak pilih, dan semuanya tetap dihitung satu orang satu suara, tak ada bedanya.

Pilpres kali ini mungkin terasa istimewa, karena dilaksanakan pada saat bulan Ramadhan. Kampanye pun ada yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Pilpres kali ini pun berbeda dengan pilpres sebelumnya, kali ini hanya ada dua pasang calon presiden dan wakil presiden. Yah, setidaknya kemungkinan pelaksanaan pilpres dua putaran bisa dikesampingkan yang artinya bisa menghemat anggaran yang digunakan. Itu saja yang membesarkan hati saya, tidak terlalu 'banyak' anggaran yang dihamburkan untuk proses pemilihan pemimpin negara seperti ini. Padahal anggaran sebanyak itu mungkin bisa dipakai untuk membangun sekolah di tempat-tempat terpencil, atau mungkin pengadaan fasilitas-fasilitas umum di daerah-daerah perbatasan yang sering terlupakan. Itu sih hanya pikiran bodoh saya. Entah dengan kalian.

Sebelum sampai pada tanggal 9 Juli nanti, ada beberapa kali debat capres/cawapres yang diadakan oleh KPU. Rakyat Indonesia dipertontonkan calon pemimpinnya yang menyampaikan visi misinya untuk Indonesia 5 tahun kedepan, program-program apa saja yang akan mereka laksanakan jika terpilih menjadi pemimpin Indonesia, yang mereka sering katakan "Jika mendapat mandat dari rakyat". Yah, saya agak geli mendengarnya. Debat putaran pertama, saya menonton sambil sesekali 'menertawai' program-program yang ditawarkan kedua pasang capres/cawapres. Saya tertawa meski mungkin saya menangis dalam hati melihat orang yang berebut kuasa atas negeri ini. Ditambah lagi para supporter,relawan, tim sukses atau apalah namanya dari kedua kubu yang bertarung. Kulihat mereka lebih sibuk daripada capres/cawapres itu sendiri. Debat putaran pertama itu berlangsung tak terlalu panas, hanya saling sindir antara capres/cawapres.

Debat berikutnya saya tak tertarik lagi untuk menyimak. Kemudian beberapa hari yang lalu dilaksanakanlah debat putaran terakhir, mereka menyebutnya DEBAT FINAL. Saya pun hanya sesekali menyimak, sambil menyibukkan diri depan laptop. Kudengar riuh dari para pendukung masing-masing calon yang selalu meneriakkan nama capres jagoannya ketika jagoannya itu selesai berbicara. Yah, mungkin agak tepat juga mereka menyebutnya 'debat final' karena kali ini suasananya lebih hangat cenderung memanas.

Calon presiden yang satu purnawirawan TNI berpasangan dengan mantan menteri yang mengundurkan diri untuk menjadi cawapres. Sedangkan yang satunya lagi gubernur ibukota yang baru terpilih sebagai gubernur kurang dari 2 tahun yang lalu berpasangan dengan orang tua, mantan wapres yang maju jadi capres di pilpres sebelumnya tetapi gagal. Sekali lagi saya tertawa melihat proses debat itu, yang satunya menyerang sambil mengaitkan dengan masa lalu masing-masing calon, yang satunya kadang bicara dengan bahasa yang kurang bisa saya mengerti, entah apa maksud dari kata-katanya. Ada juga yang kadang 'tampak' angkuh ketika calon yang satunya berbicara. Saling 'serang' pun semakin memanas. Ada pula yang tampak tertawa puas ketika lawannya salah mengajukan pertanyaan. Inilah debat calon pemimpin bangsa, dipertontonkan pada rakyat, siapa yang hebat, mungkin juga siapa yang paling kuat. Inilah debat, yang mungkin diakui sebagai salah satu proses pendidikan politik kepada rakyat meski sadar sudah memecah belah rakyat. Inilah debat, dimana mereka tak segan saling membongkar aib kepada para rakyat di bulan yang penuh rahmat. Inilah debat yang mungkin tak selalu diingat oleh rakyat. Inilah debat, yang disajikan oleh orang-orang hebat. Silakan menimbang manfaat dan mudharat dari debat ini. Pemikiran saya yang bodoh ini hanya berkata, "Kalau mereka memang ingin berbuat yang terbaik untuk bangsa ini, kenapa harus berdebat? kenapa tidak duduk bersama saja merumuskan yang terbaik untuk bangsa ini? Sehingga siapapun yang terpilih nantinya, maka tak ada masalah, karena mereka telah menyusun program bersama-bersama untuk bangsa ini." Ah, tapi itu hanya pemikiran orang bodoh seperti saya. Karena masing-masing capres/cawapres mengklaim akan berbuat yang terbaik menurut pandangan subjektifnya mereka. Dan entah ada kepentingan politis dibaliknya atau tidak... ya.. wallahu a'lam.. karena tak ada yang tahu apa yang tersembunyi dalam hati manusia kecuali Allah.

Sudahlah... siapapun yang jadi presidennya nanti, berarti dia adalah orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk memimpin negeri ini. Berarti dia adalah orang yang sudah siap memikul amanah dari jutaan rakyat Indonesia. Berarti dia adalah orang yang sudah siap dihisab di hari akhir nanti akan rakyat yang ditanggungnya. Semoga para calon pemimpin ini masih ada yang ingat hari akhir, bahwasanya mereka tidak akan mati begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban di hadapan Tuhan kelak.

Selain debat capres/cawapres tadi, pilpres juga menghasilkan dampak yang luar biasa juga pada rakyat. Yah, mungkin pendidikan politik yang dimaksudkan sudah tercapai cita-citanya. Sudah ramailah sosial media dengan para 'poli-tikus' muda yang membanggakan jagoannya masing-masing. Banyak yang mengaku relawan, banyak yang rela kehilangan kawan asalkan tetap mendukung jagoannya. Jadilah mereka ikut menyebar berita-berita yang belum tentu kebenarannya, sambil mengumbar kejelekan lawan jagoannya itu. Mengumbar aib masing-masing. Maka jadilah pilpres ini sebagai ajang bongkar-bongkar aib nasional. Tak tanggung-tanggung, di bulan Ramadhan pun dilakukan hal yang sama. Apapun itu, membicarakan bahkan sampai menyebarkan keburukan orang lain itu tak baik, kalau salah jadi fitnah, kalau benar jadi ghibah. Dosanya??? Insya Allah dilipat gandakan di bulan Ramadhan ini. Kalau memang sudah yakin pada capres/cawapres pilihan masing-masing, apa salah kalau cukup diam saja dan tunggu sampai waktu pencoblosan, kemudian datang ke TPS, masuk ke bilik suara dan coblos? Sesederhana itu bukan? Ah, lagi-lagi ini cuma pikiran bodoh saya yang tak paham dunia politik.

Selain itu, pendidikan politik seperti ini juga sukses menjadikan rakyat (tidak semuanya) sebagai pribadi yang sudah pandai menghujat, pandai mencaci dan pandai memaki. Pandai menebar benih kebencian diantara satu dan yang lainnya. Bagaimana tidak, tak tanggung-tanggung para elit politik yang mengajari mereka langsung melalui kotak ajaib yang disebut televisi itu. Semua informasi diserapnya tanpa saringan.

Daripada saling menebar benih kebencian, permusuhan, dan sebagainya yang sudah sama kita ketahui akan tumbuhnya apa. Masih lebih baik diam kan? Sambil berdoa, minta kepada Tuhan agar diberi pemimpin yang terbaik untuk bangsa ini. Kata-kata yang sudah terlontar tak dapat ditarik lagi 'kan? Kalian yang saling mencaci maki dibawah, bahkan sampai kehilangan kawan dapat apa nanti ketika jagoan kalian menang/kalah? Yang pasti kalian dapatkan hanyalah 'lawan' yang tadinya adalah kawan. Mungkin tak semuanya begitu. Tapi, ada baiknya berpikir sekian kali sebelum menyampaikan pendapat atau komentar.

Apapun pilihan kalian, saya yakin kalian juga ingin yang terbaik untuk negeri ini 'kan? Jadi, berbeda itu wajar, toh kita tidak hidup sendiri. Sikapilah perbedaan itu sewajarnya. Tidak perlu mengagung-agungkan salah satu pasangan capres/cawapres bahkan sampai memuja-mujanya. Mereka itu bukan Tuhan, mereka juga bukan Nabi/Rasul. Mereka juga hanya manusia biasa yang oleh Allah bisa dibolak-balikkan hatinya dalam sekejap.

Bijaklah dalam memilih, jangan lupa berdoa semoga Allah memberikan pemimpin yang terbaik dalam pandangan-Nya. Karena pandangan manusia tak mutlak kebenarannya. Ingat, berdoa juga lah untuk saudara-saudara muslim kita yang ada di Palestina.

Tentang perubahan yang akan dibawa pemimpin kedepannya, berdoalah semoga itu perubahan ke arah yang lebih baik. Sekadar mengingatkan diri sendiri bahwa perubahan itu baiknya dimulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang. Bukankah untuk membuat wangi seluruh dunia, cukup dengan mengusapkan minyak wangi pada hidung kita? Teruslah berbuat baik dan teruslah memperbaiki diri. Salam damai untuk pilpres 2014.

NB: Sekali lagi, catatan ini hanyalah catatan seorang bodoh seperti saya yang tak pernah paham soal politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun