Mohon tunggu...
Faqih Ashri
Faqih Ashri Mohon Tunggu... Teknisi - The Revolutionist

Bima City, 06-02-1990 Menulis untuk mengetahui rahasia tak tertulis, mendamba setiap pengalaman baru yang tak terlupakan.. City Planner, Content Writer, YouTuber. www.faqihashri.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

5 Tips untuk Para Suami yang Istrinya Juga Bekerja Full-Time

27 Mei 2020   11:37 Diperbarui: 27 Mei 2020   11:26 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak teman saya yang bekerja di perusahaan BUMN, swasta, maupun pemerintahan yang dianugerahi pekerjaan double, suami kerja, istri pun kerja. Mayoritas pekerjaan mereka dengan sang istri hampir setara dalam hal jabatan maupun lama bekerja. Tapi kendala yang sering muncul adalah seputar pembagian tugas di rumah.

Dengan intensitas kerja yang sama-sama tinggi, lantas siapa yang harus mengambil cuti saat anak sakit di rumah? Siapa yang harus izin duluan saat anak kecelakaan atau saat dia membuat keributan kecil di sekolah?

Menurut hasil survei, 60% dari rumah tangga dengan anak di bawah usia 18 tahun, kedua orang tuanya bekerja full di kantor. Dan dari kedua orang tua yang bekerja full itu, menurut analisis dari Pew Research Center rentang waktu 1965-2011, sang ayah mencurahkan waktu lebih sedikit ketimbang ibu dalam memberikan perhatian terhadap anak. Sang ibu lebih banyak mengambil jatah cuti dengan perbandingan 39% : 24% dibanding sang ayah untuk menangani permasalahan anak.

Sebenarnya apa yang salah? Apakah budaya kerja yang memang masih tabu untuk mempercayai bahwa lelaki punya peran yang sama dengan wanita untuk mendampingi anak saat kesulitan? Ataukah pembagian peran dalam keluarga yang secara hakikat menempatkan lelaki sebagai kepala keluarga, yang lebih lebih berhak bekerja diluar rumah? Atau mungkin tingkatan ego setiap pasangan dalam mengurus anak karena sudah memiliki jabatan penting yang tidak bisa ditinggal di kantor?

Mengutip dari Robert Glazer, ada beberapa tips penting agar tercipta atmosfer yang sehat dalam rumah tangga, terutama berkaitan dengan tanggung jawab terhadap anak.

Tips pertama : Punya Ekspektasi yang tinggi sebagai seorang ayah

Belajar untuk terus memahami bahwa kita adalah seorang ayah, bukan pengasuh anak. Pola pikir yang salah akan berdampak langsung pada perlakuan terhadap suatu objek. Positif atau pun negatifnya emosi yang dilibatkan pun sangat ditentukan oleh pola pikir yang digunakan.

Sebagai ayah, penting untuk kita mengelola tugas-tugas yang tak terlihat oleh ibu, seperti mengetahui kontak dokter anak andalan, dan bagaimana ayah berkomunikasi dengan dokter anak itu saat keadaan darurat. Ayah juga harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk tabungan pendidikan anak, serta jaminan kesehatan yang menyeluruh. Wawasan seorang ayah harus punya cakupan yang luas, hingga mencapai persiapan untuk hal-hal yang tak terduga.

Tips kedua : Perlakukan pasangan sebagaimana kita ingin diperlakukan

Tips kedua ini lebih merujuk pada kesamaan perlakuan dari istri maupun suami. Misalnya, suatu saat suami menelpon istri untuk memberitahu tentang anak, tapi istri sedang rapat, maka istri tidak boleh serta merta menolak untuk berbicara. Karena suatu saat ketika istri pun butuh hal yang sama, dan suami berada pada kondisi rapat pula, maka tentu tidak enak untuk saling membalas perlakuan tidak menyenangkan. Sebagai orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak, lebih baik jika ayah maupun ibu selalu update tentang kondisi anak, dan apa yang sedang dia rasakan walaupun tidak sedang berada di sampingnya. Jangan menyerahkan sepenuhnya pada pengasuh di rumah.

Tips ketiga : Jangan banyak alasan

Seorang suami banyak menggunakan alasan yang menyangkut-pautkan istri dalam hal tanggung jawab terhadap anak. Kalimat yang biasa terdengar adalah "Saya harus mengurus anak-anak hari ini karena istri saya sedang sibuk di kantornya". Permasalahannya, kenapa harus membawa nama istri? 

Menurut hemat saya, suami dan istri seimbang dalam hal tanggung jawab menjaga anak. Jika suatu waktu salah satu belum bisa ikut terlibat, maka sebaiknya tidak menyeret nama pasangan seolah-olah dia-lah biang kerok dari semua itu. Seakan mengurus anak bagi suami adalah sebuah permasalahan besar.

Tips keempat : Jangan membuat perbandingan

Jauhkan diri kita dan pasangan dari perilaku tidak membangun seperti saling melempar perbandingan, tentang siapa yang terakhir mengeluarkan uang yang banyak untuk keperluan anak, siapa yang terakhir memandikan, siapa yang paling sering menggendongnya, siapa yang paling sering bangun tengah malam saat anak menangis, siapa yang paling sering mengantarnya ke sekolah, dan lain-lain. Sesegera mungkin, hapus kebiasaan itu mulai sekarang.

Tips kelima : Jika sering menimbulkan pertengkaran, diskusikan

Konflik memang hal lumrah dalam rumah tangga. Tapi jika konflik terkait tanggung jawab terhadap anak sudah mencapai level menyedihkan, lebih bijak jika suami dan istri berbicara serius tentang pekerjaan yang sedang digeluti. Tentukan skala prioritas mana yang kemudian harus dikorbankan, pekerjaan atau psikologi anak-anak. Ingat, bahwa rezeki bukan hanya berupa gaji. Anak-anak pun adalah rezeki terbesar dalam hidup kita. Tinggal bagaimana bijaknya kita memandang kenyataan itu.

Teman-teman saya diluar sana banyak yang takut jatuh miskin jika melepas pekerjaan formalnya. Banyak yang merasa tidak akan mampu membayar cicilan jika harus mengundurkan diri dari jabatan yang sudah tinggi. Lebih baik bertahan, walaupun dengan demikian sering terjadi konflik dengan pasangan. Mereka lupa, rezeki tidak akan tertukar hanya karena suami saja yang bekerja kantoran.

Di era modern saat ini kerja dari rumah dengan keahlian yang spesifik justru lebih banyak yang menjanjikan fleksibilitas dan income yang tinggi. Hanya karena gengsi dengan statusnya, banyak orang yang malu untuk mengakui bekerja dari rumah. Kita semua punya peran penting untuk membuka wawasan diri dan orang lain tentang fakta tersebut.

Sekian 5 tips yang bisa saya bagikan untuk kita belajar mengaplikasikannya bersama di kehidupan nyata. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun