Seorang suami banyak menggunakan alasan yang menyangkut-pautkan istri dalam hal tanggung jawab terhadap anak. Kalimat yang biasa terdengar adalah "Saya harus mengurus anak-anak hari ini karena istri saya sedang sibuk di kantornya". Permasalahannya, kenapa harus membawa nama istri?Â
Menurut hemat saya, suami dan istri seimbang dalam hal tanggung jawab menjaga anak. Jika suatu waktu salah satu belum bisa ikut terlibat, maka sebaiknya tidak menyeret nama pasangan seolah-olah dia-lah biang kerok dari semua itu. Seakan mengurus anak bagi suami adalah sebuah permasalahan besar.
Tips keempat : Jangan membuat perbandingan
Jauhkan diri kita dan pasangan dari perilaku tidak membangun seperti saling melempar perbandingan, tentang siapa yang terakhir mengeluarkan uang yang banyak untuk keperluan anak, siapa yang terakhir memandikan, siapa yang paling sering menggendongnya, siapa yang paling sering bangun tengah malam saat anak menangis, siapa yang paling sering mengantarnya ke sekolah, dan lain-lain. Sesegera mungkin, hapus kebiasaan itu mulai sekarang.
Tips kelima : Jika sering menimbulkan pertengkaran, diskusikan
Konflik memang hal lumrah dalam rumah tangga. Tapi jika konflik terkait tanggung jawab terhadap anak sudah mencapai level menyedihkan, lebih bijak jika suami dan istri berbicara serius tentang pekerjaan yang sedang digeluti. Tentukan skala prioritas mana yang kemudian harus dikorbankan, pekerjaan atau psikologi anak-anak. Ingat, bahwa rezeki bukan hanya berupa gaji. Anak-anak pun adalah rezeki terbesar dalam hidup kita. Tinggal bagaimana bijaknya kita memandang kenyataan itu.
Teman-teman saya diluar sana banyak yang takut jatuh miskin jika melepas pekerjaan formalnya. Banyak yang merasa tidak akan mampu membayar cicilan jika harus mengundurkan diri dari jabatan yang sudah tinggi. Lebih baik bertahan, walaupun dengan demikian sering terjadi konflik dengan pasangan. Mereka lupa, rezeki tidak akan tertukar hanya karena suami saja yang bekerja kantoran.
Di era modern saat ini kerja dari rumah dengan keahlian yang spesifik justru lebih banyak yang menjanjikan fleksibilitas dan income yang tinggi. Hanya karena gengsi dengan statusnya, banyak orang yang malu untuk mengakui bekerja dari rumah. Kita semua punya peran penting untuk membuka wawasan diri dan orang lain tentang fakta tersebut.
Sekian 5 tips yang bisa saya bagikan untuk kita belajar mengaplikasikannya bersama di kehidupan nyata. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H