"Waduh.." saya senyum-senyum kecut
"Iya mas, dua hari lagi kan puasa nih, kebut aja dua hari ini biar mandinya gak tengah malam amat"
Semua tertawa lepas.
Sebagai pendatang baru dalam pendayung bahtera rumah tangga, saya belum paham saat diledekin begitu oleh warga desa. Tapi semua baru saya rasakan saat puasa datang.
Dorongan untuk memenuhi hasrat (ibadah badaniah) begitu tinggi, namun selalu saja ada rasa sungkan kepada mertua saat harus mandi sebelum shalat subuh. Saya dan istri kadang dorong-dorongan di dalam kamar untuk memutuskan siapa yang harus mandi duluan. Kenyataan ini diperparah dengan kondisi rumah yang tidak memiliki kamar mandi dalam.
Kemudian lokasi kamar mandi umum di luar harus melewati ruang keluarga di bagian tengah rumah, dimana keluarga duduk berkumpul.
Melewati mereka adalah cobaan pertama, tapi cobaan yang lebih besar saat sudah melewati mereka. Badan rasanya ingin berbalik dan melihat kedipan mata dan senyum nakal mereka mengiringi punggung saya yang menghilang di balik tembok. Semua kenangan yang begitu menyenangkan jika diingat-ingat kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H