Sebelum Imam shalat ied naik untuk memimpin shalat, seperti biasa ada petugas atau anggota panitia yang akan membacakan rincian penerimaan zakat fitrah dan zakat maal yang telah diterima dan akan disalurkan kepada yang membutuhkan. Saat-saat pembacaan seperti ini yang sering membuat saya merinding, bukan pada saat khatib menyampaikan khutbah. Saya selalu merinding membayangkan jumlah zakat yang mampu dikumpulkan dari seluruh wajib zakat di kota ini. Tadi pagi saya mendengar jumlah yang menyentuh angka milyar! Bayangkan dengan jumlah penduduk 148.984 (tahun 2014), dengan setiap orang menyumbang Rp 22.500,- maka akan terkumpul dana lebih dari 3 M. Ini hitungan kasar saja. Jumlah yang amat fantastis bukan? Misalkan dengan hajat lain, kita dengan ikhlas menyumbang Rp 10.000,- saja per kepala, maka dana lebih dari 1M bisa kita pakai untuk meneruskan pembangunan Masjid Raya kita, renovasi gedung-gedung sekolah yang tidak layak pakai, rehabilitasi para gelandangan dan anak-anak nakal nan terlantar, kegiatan pengembangan pemuda, dan lain sebagainya. Pertanyaan saya sekarang adalah : jika kita masih berat mengeluarkan zakat yang notabene adalah kewajiban, lantas siapa yang harus dipersalahkan ketika kita lebih berat dalam mengeluarkan sesuatu di luar kewajiban? Kenapa kita masih berat berbuat hal kecil yang nyata-nyata akan berdampak besar? Inilah mengapa kita selalu jadi manusia-manusia individualis yang amat perhitungan dengan pengeluaran yang tidak berdampak langsung pada “kekayaan” diri sendiri. Saya sangat-sangat-sangat ingin melihat perubahan dalam sisi ketulusan dalam memberi. Ini baru di Bima, bagaimana jika seluruh Indonesia? Berapa dana yang akan terkumpul??
Sepulang dari Shalat Ied, sudah tradisi kita kumpul-kumpul bersama keluarga besar. Ketika sedang enak menyantap hidangan, sedang asyik-asyik mengobrol tentang silsilah keluarga, ada saja yang akan mengalihkan pembicaraan ketika melihat wajah saya.
Keluarga : “Ehh, ngomong-ngomong kamu kapan mau nikah?”
Saya : “Mau nikah dari dulu sih, tapi ya gituuu..”
Keluarga : “Gitu gimana? Tentukan tanggalnya, biar kita bisa siapkan tetek bengeknya”
Saya: “Loh, tetek kok disiapin? Haha.. ”