Mohon tunggu...
Faqih Ashri
Faqih Ashri Mohon Tunggu... Teknisi - The Revolutionist

Bima City, 06-02-1990 Menulis untuk mengetahui rahasia tak tertulis, mendamba setiap pengalaman baru yang tak terlupakan.. City Planner, Content Writer, YouTuber. www.faqihashri.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mozaik H-0 Lebaran : Kepingan Pencerahan yang Berceceran

17 Juli 2015   23:39 Diperbarui: 17 Juli 2015   23:39 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu : “Nak, bangun shalat subuh. Kok masih tidur aja?”

Saya : Hmmm.. emang sekarang jam berapa Bu?” (sambil kucek-kucek mata)

Ibu : “Sekarang udah jam 5 loh..”

Saya :”Kenapa baru dibangunin jam segini? Saya gak dapat sahur berarti???”

Ibu : (tersenyum). Sekarang kan mau shalat ied, hari ini lebaran.. lupa ya?

Saya : “Oh iyaaaaaa... waaaaaaaaaahhhhhhh.. Happy Ied Mubarraq Bu!!”

Begitulah kegaduhan kecil yang mengawali kecerian kami di hari yang istimewa ini. Saya sampai lupa hadirnya Idul Fitri karena telah sebulan penuh dibiasakan bangun lebih awal untuk santap sahur. Manusia memang termasuk makhluk yang sebagian besar kegiatannya melibatkan otak bawah sadar, sehingga rutinitas dan keterbiasaan akan direkam dan disimpan dengan baik di dalam otak bagian belakang, hingga suatu saat kita bisa mengulanginya secara spontan.

Walaupun sempat diterpa kabar tentang sulitnya melihat “hilal”, namun akhirnya kepastian tentang hari pelaksanaan shalat ied bisa disepakati bersama jatuh pada tanggal 18 Juli 2015/1 Syawal 1436H. Jika di tahun-tahun sebelumnya cenderung terjadi perbedaan dalam penentuan hari lebaran oleh Muhammadiyah dan NU, kini keduanya nampak kompak. Walhasil, hari ini masjid-masjid serta tanah lapang (lapangan) terisi penuh dengan kaum muslimin dari berbagai penjuru kota. Bahagia rasanya saya melihat orang-orang saling berebut untuk mengisi shaf di depan, terasa ibadah akan lebih sempurna. Kekompakan seperti ini yang sedap dipandang mata, teduh dirasa hati, Insya Allah mulia di sisi Allah. Seakan-akan kita sedang bergandengan tangan bagai seikat lidi yang sulit untuk dipatahkan, sambil kita bersahut “We are moeslim! This Is Spirit of Togetherness.”

Istimewanya hari lebaran kali ini makin terasa karena jatuh tepat pada hari Jumat. Momen seperti inilah yang diabadikan dalam berbagai riwayat hadits di zaman sahabat Nabi, yaitu terkait dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) yang bertepatan dengan Hari Jumat. Mu’awiyah bin Abi Sufyan pernah bertanya pada Zaid bin Arqam : “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah bertemu dengan Idul Fitri dan Idul Adha serta hari Jumat dalam satu hari? Apa yang beliau lakukan ketika itu?”. Maka Zaid menjawab : Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jumat”. Kesimpulan yang diambil oleh para ulama adalah siapa yang telah menghadiri shalat ied, maka dia mendapatkan keringanan untuk tidak menghadiri Shalat Jumat. Sebagai gantinya, dia mengerjakan shalat dzuhur di waktu dzuhur. Namun tetap yang lebih afdal (baik) adalah mengerjakan shalat Jumat bersama jama’ah lainnya. Siapa yang tidak menghadiri shalat ied, maka dia tidak mendapat keringanan shalat Jumat seperti diatas. Nah, kita sekarang sudah tahu tentang hal ini, semoga makin menambah wawasan kita, agar makin cinta kita pada Islam. Islam selalu memudahkan, tidak pernah mempersulit.

Tepat pada pukul 07.00 WITA, para jamaah shalat ied sudah berkumpul di sekitar Lapangan Merdeka yang berada di tengah-tengah wilayah Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima. Loh, kenapa mereka berkumpul di sekitar, bukannya di dalam lapangan? Hehehe.. Ya, karena kapasitas lapangan tidak mencukupi dalam menampung arus jamaah yang membludak, akhirnya sebagian harus ada yang rela shalat di luar lapangan tepatnya diatas aspal jalan raya. (Entah ini karena memang gak cukup tempat, atau mereka memang hobi duduk di luar, biar setelah selesai shalat bisa langsung pulang, gak nunggu selesai khotbah). Satu yang membuat saya geleng-geleng kepala, ada-ada saja remaja alay yang ketika sudah mau shalat masih sempat-sempatnya memegang smartphone-nya sambil ber-selfie-ria tanpa malu-malu. Saya saja yang melihatnya jadi geli. Saya datang ke lapangan dengan baju koko yang tak berkantung, bagian bawah ditutupi oleh sarung khas Bima, dengan sajadah di punggung. Sama sekali tidak ada tempat untuk menaruh handphone, cermin, bedak, handbody, minyak rambut, sisir, kotak amal (upss), dan lain-lain. Heuheu.. Yah, saya hanya bingung saja, saat ujian masuk sekolah para remaja-remaja ini begitu takut memegang alat komunikasi, tapi giliran mau menghadap Allah, malah sibuk dengan alat komunikasi duniawi. Hadeeeuh.. #AlayDetected

 

 

 

(Foto oleh : Joy Simatupang)

 

Sebelum Imam shalat ied naik untuk memimpin shalat, seperti biasa ada petugas atau anggota panitia yang akan membacakan rincian penerimaan zakat fitrah dan zakat maal yang telah diterima dan akan disalurkan kepada yang membutuhkan. Saat-saat pembacaan seperti ini yang sering membuat saya merinding, bukan pada saat khatib menyampaikan khutbah. Saya selalu merinding membayangkan jumlah zakat yang mampu dikumpulkan dari seluruh wajib zakat di kota ini. Tadi pagi saya mendengar jumlah yang menyentuh angka milyar! Bayangkan dengan jumlah penduduk 148.984 (tahun 2014), dengan setiap orang menyumbang Rp 22.500,- maka akan terkumpul dana lebih dari 3 M. Ini hitungan kasar saja. Jumlah yang amat fantastis bukan? Misalkan dengan hajat lain, kita dengan ikhlas menyumbang Rp 10.000,-  saja per kepala, maka dana lebih dari 1M bisa kita pakai untuk meneruskan pembangunan Masjid Raya kita, renovasi gedung-gedung sekolah yang tidak layak pakai, rehabilitasi para gelandangan dan anak-anak nakal nan terlantar, kegiatan pengembangan pemuda, dan lain sebagainya. Pertanyaan saya sekarang adalah : jika kita masih berat mengeluarkan zakat yang notabene adalah kewajiban, lantas siapa yang harus dipersalahkan ketika kita lebih berat dalam mengeluarkan sesuatu di luar kewajiban? Kenapa kita masih berat berbuat hal kecil yang nyata-nyata akan berdampak besar? Inilah mengapa kita selalu jadi manusia-manusia individualis yang amat perhitungan dengan pengeluaran yang tidak berdampak langsung pada “kekayaan” diri sendiri. Saya sangat-sangat-sangat ingin melihat perubahan dalam sisi ketulusan dalam memberi. Ini baru di Bima, bagaimana jika seluruh Indonesia? Berapa dana yang akan terkumpul??

Sepulang dari Shalat Ied, sudah tradisi kita kumpul-kumpul bersama keluarga besar. Ketika sedang enak menyantap hidangan, sedang asyik-asyik mengobrol tentang silsilah keluarga, ada saja yang akan mengalihkan pembicaraan ketika melihat wajah saya.

Keluarga : “Ehh, ngomong-ngomong kamu kapan mau nikah?”

Saya : “Mau nikah dari dulu sih, tapi ya gituuu..

Keluarga : “Gitu gimana? Tentukan tanggalnya, biar kita bisa siapkan tetek bengeknya

Saya: “Loh, tetek kok disiapin? Haha..

Keluarga : “Kamu kan udah kerja nih.. Mana dong THR-nya buat kita..

Saya :”Ini saya lagi nabung buat nikah, makanya jangan minta THR dulu, ntar gak jadi-jadi deh nikahnya..

Keluarga : “oooooooooohhhhhhh..

Waktu pun berlalu dengan begitu cepat, mengantar senyum dan tawa yang terkumpul dalam naungan keluarga dan sanak saudara yang begitu istimewa. Begitulah Ramadhan dan beginilah Syawal, dua bulan yang begitu dirindukan, karena bukan saja menyajikan ujian tapi sekaligus menghadirkan senyuman. Tuhan memang Maha Rahman, Maha Rahim, Maha Segalanya. “Lantas nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?”

Saya sengaja menulis ini di pertengahan malam. Malam pergantian antara hari kenangan tak terlupakan dengan hari-hari selanjutnya sebagai pembuktian; apakah benar kualitas iman kita bisa tetap bertahan, hasil tempaan selama Ramadhan. Semoga kita bisa terus diberi umur panjang, agar nikmat ini kembali kita rasakan di tahun depan. Amin Ya Rabbal Alamin.

 

Kota Bima, 18 Juli 2015 Pukul 00:05 WITA

Di dalam bungkusan selimut warna pink.. hehe..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun