Mohon tunggu...
Faqih Ashri
Faqih Ashri Mohon Tunggu... Teknisi - The Revolutionist

Bima City, 06-02-1990 Menulis untuk mengetahui rahasia tak tertulis, mendamba setiap pengalaman baru yang tak terlupakan.. City Planner, Content Writer, YouTuber. www.faqihashri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalur Jakarta – Surabaya Siap Dilalui Kereta Super Cepat (Shinkansen dan Maglev)

12 Maret 2014   14:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:01 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pemerintah untuk menerapkan pengadaan kereta jalur cepat patut diapresiasi. Menteri Perhubungan, EE Mangindaan, menuturkan bahwa telah ada investor asing asal Jepang yang berniat membangun jalur kereta super cepat seperti Shinkansen di negara asalnya. Kereta cepat itu akan dioperasikan untuk menghubungkan dua kota megapolitan, Jakarta dan Surabaya. Masalah akut yang sering terjadi pada setiap proyek pengadaan jalur kereta adalah terkait pembebasan lahan. Begitu juga dengan rencana pembangunan kereta cepat ini. Namun pemerintah dan pihak investor telah setuju untuk membangun jalur melalui terowongan, sehingga tidak berspekulasi dengan masyarakat yang bersikeras menolak pembebasan lahan. Setelah pembangunan jalur Jakarta – Surabaya, pemerintah dengan pihak investor bisa saja membangun lagi jalur Jakarta – Bandung, karena memang tidak ada masalah dalam rencana aplikasinya.

Hemat Waktu dan Energi

Bisa dibayangkan oleh kita, bagaimana jika penerapan Shinkansen benar-benar terjadi? Shinkansen biasa disebut dengan ‘Kereta Peluru’ karena kecepatannya bisa mencapai angka 300 kilometer per jam. Fakta tersebut tentu akan membuat jarak, waktu, dan energi bisa dihemat sedemikian rupa. Kereta api konvensional yang ada saat ini (contohnya saja Kereta Api Argo Bromo Anggrek) hanya mampu melaju dengan kecepatan maksimal 120 kilometer per jam. Kecepatan tersebut bisa mengantar penumpang dari Pasar Turi Surabaya hingga Stasiun Gambir Jakarta selama kurang lebih 10 jam. Dengan demikian, jika nanti Shinkansen bisa segera diwujudkan, maka dengan asumsi kecepatan maksimalnya yang bisa mencapai dua kali kereta konvensional, maka jarak tempuh antara Jakarta dan Surabaya bisa diminimalisir menjadi setengahnya (kurang lebih 5 jam). Bukankah itu hal yang sangat menarik? Arus penumpang yang seakan tiada pernah tidur dari kedua kota besar di Indonesia ini akan semakin dipermudah, baik dalam hal perjalanan bisnis, pengiriman barang, maupun pertukaran informasi antar manusia. Setiap penumpang tidak perlu lagi menunggu waktu hingga berganti hari untuk sampai di tempat tujuan. Energi jika ditilik dari ilmu ekonomi pembangunan merupakan salah satu komponen yang bisa dikuantifikasi, dengan kata lain energi pun bisa dinilai dengan uang. Semakin besar efektifitas ekonomi yang dihemat oleh suatu teknologi maka semakin menunjukkan laju perkembangan peradaban bangsa.

Pihak investor mengonfirmasi kesiapannya membantu pengadaan teknologi kereta api cepat, tidak hanya berupa shinkansen, namun juga tidak menutup kemungkinan untuk adanya kereta Maglev. Kereta model ini lebih ekstrim lagi, bisa melaju dengan kecepatan 650 kilometer per jam. Dua kali lebih besar dari kecepatan Shinkansen! Bisa dibayangkan, ketika kereta Maglev melaju dari Jakarta ke Surabaya. Apakah kita sudah siap menerima kereta yang mampu mengantarkan manusia dari Jakarta ke Surabaya dalam tempo waktu hanya 2,5 jam? Fantastik! Kendala utama dari pengadaan Kereta Maglev adalah biaya yang sangat mahal untuk pembuatan rel-nya. Rel Kereta Maglev berbentuk khusus. Maglev melaju diatas rel, namun tidak menyentuh rel itu sendiri. Maglev bisa mengambang beberapa millimeter dari rel dengan bantuan medan magnet yang ada di rel. Maglev pun melaju dengan bantuan super-induktor magnet di dalam mesinnya. Membayangkan semua itu, saya hanya bisa menggelengkan kepala sebagai tanda takjub akan perkembangan teknologi. Negara-negara yang telah memiliki jalur kereta Maglev adalah Jepang, Jerman, Perancis, dan Amerika. Apakah Indonesia siap menyusul beberapa negara super power itu?

Kereta Api Konvensional

Shinkansen

Kereta Maglev

Jika Saja di Indonesia

Penerapan teknologi canggih kereta cepat di Indonesia perlu diikuti oleh pembentukan aturan-aturan yang lebih tegas dan solutif. Selama ini pihak perkeretaapian (dalam hal ini PT KAI) masih cukup kesulitan untuk mewujudkan wajah transportasi massa yang bersahabat dan nyaman. Walaupun dalam beberapa tahun terakhir pihak PT KAI sudah mulai memperlihatkan komitmen yang luar biasa dalam penerapan hukum yang tegas. Parameter dari belum efektifnya pelayanan kereta api di tanah air antara lain, seringnya terjadi kecelakaan karena pelanggaran rambu pemberhentian, rusaknya rel di berbagai lokasi, kesadaran penumpang terhadap bahaya naik ke atas atap, merebaknya kasus bunuh diri di rel kereta, kasus pelemparan kereta oleh orang yang tak dikenal, serta masih banyak lagi. Mungkin sedikit intermezo saja, saya ingin mengandai-andai ketika teknologi kereta cepat diaplikasikan di Indonesia. Saat ini saja ketika masih menggunakan kereta konvensional, masyarakat sudah banyak yang melanggar peraturan. Nah, bagaimanakah lagi ketika kereta super-cepat diterapkan dengan peraturan yang kurang tegas? Pasti makin banyak saja yang terlindas oleh kereta api, mengingat kecepatannya yang lebih tinggi. Pasti makin banyak yang melempari dengan batu melihat desain kereta yang elit dan futuristik. Pasti lebih banyak lagi yang ingin mencuri bagian rel kereta, mengingat harganya yang jauh lebih mahal dari besi-baja rel biasa. Namun tentu saja sudah tidak ada penumpang yang berani naik di atas atap kereta, mengingat kecepatannya yang hampir tidak menyisakan celah untuk manusia bernapas. Mungkin kalau ada yang ingin uji nyali bisa dicoba, duduk diatas gerbong kereta yang sedang melaju dengan kecepatan 650 km/jam, biar masuk di museum rekor MURI.

Semoga dengan peningkatan teknologi yang semakin memudahkan, tidak membuat manusia bangsa kita menjadi liberal dan konsumtif, sehingga begitu mencintai produk buatan asing, dan melupakan kapasitas kita sendiri dalam memproduksi teknologi bagi kemajuan peradaban internal bangsa. Memakai teknologi canggih memang bagus, namun alangkah lebih bagus lagi bagi kita jika bisa menghasilkan sendiri teknologi tersebut. Masuknya investor tidak harus membuat kita lupa diri, hingga membuka peluang untuk negara kita dijajah dengan model kolonialisme dalam bentuk baru.

Salam dari Orang Awam yang Peduli..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun