Mohon tunggu...
Faqih Ashri
Faqih Ashri Mohon Tunggu... Teknisi - The Revolutionist

Bima City, 06-02-1990 Menulis untuk mengetahui rahasia tak tertulis, mendamba setiap pengalaman baru yang tak terlupakan.. City Planner, Content Writer, YouTuber. www.faqihashri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SBY Tak Tahu Getir Sejarah Matos (Malang Town Square)?

19 Maret 2014   13:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:45 2954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malang Town Square

Tadi malam, Selasa (18 Maret 2014), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyempatkan diri mampir ke Kota Malang dalam perjalanannya dari Tulungagung, Jawa Timur. Bapak RI-1 singgah di Kota Bunga dengan tujuan bersantai sejenak sebelum kembali terbang menuju Jakarta. Tempat yang dipilih sebagai destinasinya itu adalah pusat perbelanjaan Matos (Malang Town Square). Tentu saja beliau tidak berjalan sendiri, bisa-bisa kesasar kalau jalan sendiri. Beliau ditemani oleh istri tercinta (Ani Yudhoyono), anak tersayang (Ibas), dan pengikut yang tidak sedikit; Gubernur Jatim (Soekarwo), Mendikbud (M. Nuh), Seskab (Sudi Silalahi). Belum lagi pendamping khusus dari Malang, yaitu Komandan Korem 083 (Kolonel Inf Ardiansyah), Panwaslu Kota Malang (Ashari Husein). Kedatangan orang nomor satu di Indonesia ini tentu menarik perhatian para pengunjung, artis ibukota yang datang saja sudah membuat heboh, apalagi ini adalah ‘artis ibunegara’. Ada yang meneriakkan nama SBY, banyak yang bergerombol menyalami, tidak sedikit pula yang minta tanda tangan untuk buku tulisan presiden yang berjudul  “Selalu Ada Pilihan”. Jika para pembaca bertanya, kenapa saya tidak mencantumkan foto? Silahkan bilang berita ini hoax, tapi memang kunjungan para petinggi istana negara ke Matos tersebut tidak diperbolehkan untuk diabadikan (difoto atau direkam).

Andai saya bisa menyalami dan diberi ruang diskusi sejenak dengan bapak presiden, maka saya hanya ingin menyampaikan sebuah pertanyaan. Wahai bapak presiden, ketika bapak menginjakkan kaki di pusat perbelanjaan Matos ini, apakah bapak tidak merasakan fenomena yang janggal di sekitarnya? Tahukah bapak dimana dan bagaimana Matos ini dibangun? Apa bapak tidak ingin mengetahuinya? Matos ini dibangun dari hasil silang-sengketa yang berlangsung lama, antara masyarakat, akademisi, dan pihak investor. Apa sebabnya? Matos dibangun diatas tanah yang menjadi sumber resapan air, dalam artian di lahan terbuka hijau yang masih luas itulah masyarakat menaruh asa agar air tidak mudah menggenang, agar banjir tidak mudah memperawani keanggunan kota pegunungan Malang. Sekarang lahan itu sudah musnah, tergantikan dengan bangunan pusat perbelanjaan yang menutupi seluruh lahan terbuka hijau tadi. Bapak presiden bisa membayangkan sendiri, jika hujan datang seharian, maka jalan raya yang ada di depan Matos itu akan tergenang air, mungkin saja telapak kaki bapak akan dikotori oleh air bah yang tiba-tiba mengalir. Bapak bisa bayangkan, Malang adalah kota dataran tinggi, yang dahulu hampir tidak mungkin untuk digenangi banjir, namun sekarang bukan sebuah keanehan lagi jika banjir meradang di kota Malang (yang tidak ingin bernasib malang ini).

Wahai bapak presiden, anda tidak datang sendiri ke Matos ini. Bapak datang didampingi pula oleh Menteri Pendidikan yang setia menemani. Saya kembali ragu, apakah Menteri Pendidikan juga tahu bahwa Matos di bangun di lahan yang tidak sesuai peruntukannya? Matos dibangun di lahan yang jelas-jelas merupakan bagian peruntukkan pendidikan, di seberang jalan depan Matos itu sudah sejak lama berdiri deretan sekolah-sekolah serta perguruan tinggi. Apakah hal itu bisa dibiarkan sebagai sesuatu yang wajar, bahwa pembangunan sarana perdagangan menyalahi rencana tata ruang yang dibuat sendiri oleh pihak pemerintah kota? Pembangunan sarana perdagangan yang ‘ditempeli’ pada lahan peruntukkan pendidikan justru akan membuat para pelajar makin hedon, makin tidak bisa membedakan mana waktu sekolah, mana waktunya belanja/nonton/foto/makan/dan lain-lain. Saya seringkali mendapati anak-anak sekolah dengan masih memakai seragam, jalan berkeliaran di dalam Matos, ada yang nonton berduaan, ada yang main gamezone, ada yang duduk nongkrong saja sambil melamun. Bapak menteri seharusnya lebih paham tentang fenomena-fenomena anak usia sekolah seperti ini, kan? Kenapa ketika mendatangi Matos bukannya memanggil pihak yang terkait untuk diskusi dan diperingatkan, namun beliau hanya asyik menemani presiden berbelanja dan makan-makan. Apakah setelah menjadi menteri, kita merasa tidak masalah jika menanggalkan jiwa kepekaan sosial kita? Apakah yang mengurus fenomena kota seperti itu harus melulu menjadi tanggung jawab pemerintah kota? Lalu, bagaimana jika pihak pemerintahan kota selalu berlaku sewenang-wenang seperti itu (memberi izin bangunan yang tidak sesuai peruntukkan, mendukung investor yang tidak peduli lingkungan)? Apakah bapak menteri tetap mau untuk acuh tak acuh?

Saya melihat pemerintahan kita masih menganut sistem jual-beli. Para elit yang berkuasa rasa-rasanya tidak ingin mengurusi hal kecil yang tidak membawa keuntungan bagi mereka. Para elit punya wilayah kerja sendiri yang tidak wajib mencampuri urusan ranah lebih rendah. Padahal masyarakat rindu akan pemimpin yang memiliki wawasan sosial yang luas, pemimpin yang tanggap terhadap fenomena kedaerahan, pemimpin yang mengayomi pemerintah daerah. Apalagi ketika tahun politik 2014 ini pemerintah partai di pusat pasti turun ke daerah-daerah atau cabang untuk menyuarakan kampanye dukungan terhadap calon pemimpin baru. Apakah hanya ketika momen pesta demokrasi yang notabene dilaksanakan 5 tahun sekali itu saja mereka membutuhkan masyarakat daerah? Kenapa ketika pihak akademisi dan masyarakat berteriak melawan pemerintah daerah untuk menolak pendirian Matos, pemerintah pusat bergeming? Saya hanya ingin mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang semakin rela mengurusi urusan terkecil dari masyarakatnya.

Salam dari Orang Awam yang Peduli..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun