Luruh sudah rona merah di batas kota..
Merah berdarah mengiang euforia..
Surut desiran air di bibir pantai terbuka..
Membuka lukisan alam di kala senja..
Hari ini lelah, gerah; meriah pesta tak biasa..
Seremonial yang katanya bagian demokrasi..
Berharap memberi warna bagi pesta negeri..
Konvoi di jalan tidak mengenal hak asasi..
Jalan, ruang publik tidak semestinya diprivatisasi..
Oleh kesewenangan golongan yang makin menjadi..
Beragam warna atribut berebut setitik citra..
Dana di belakang, bayaran mencari massa..
Berapa banyak mengekor hanya demi perutnya..
Background partai, mereka tidak tahu apa-apa..
Bendera parpol hanya dilihat sebagai warna..
Lihatlah, betapa apatisnya sekalian dirimu!
Bayaran ditampung, namun memilih tetap ragu..
Uang yang menggerakkan tanganmu..
Uang yang menggoyang lidahmu..
Uang yang membolak-balikkan hatimu..
Politik sampailah di musim pancaroba..
Masa dimana generasi serasa putus asa..
Uang di-Tuhan-kan sedemikian rupa..
Sistem moral sudah dibuang entah kemana..
Tidak melihat siapa sosok, tapi apa dia punya..
Ku tak tahu sandiwara apa yang tengah terjadi..
Begitu banyak wayang turut melakoni..
Sering membual menyembunyikan jati diri..
Kadang kurasakan dalam menyendiri..
Mungkin tak memilih adalah pilihan terbaik kini..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI