Fenomena ini memberikan pelajaran penting, terutama bagi bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi. Pemimpin harus memahami bahwa jabatan yang mereka emban adalah amanah dari rakyat, bukan privilege untuk keluarga.Â
Rakyat juga harus lebih kritis dalam memilih pemimpin, memastikan bahwa mereka yang diberi mandat memiliki integritas yang tinggi, tidak hanya untuk memimpin, tetapi juga untuk menahan godaan kekuasaan demi kepentingan pribadi.
Bagi warga negara yang ingin menjadi pemimpin, mereka harus sadar bahwa posisi tersebut membawa tanggung jawab berat untuk mengedepankan kepentingan dan keadilan bagi rakyat, di atas kepentingan pribadi dan keluarga. Jika hal itu tak dapat dijunjung, hendaklah mereka sadar bahwa mereka belum pantas untuk menjadi pemimpin bangsa.
Pada akhirnya, kasih sayang kepada anak adalah sifat yang manusiawi. Namun, dalam konteks kepemimpinan, kasih sayang tersebut harus dilandasi oleh etika, integritas, dan kepentingan bangsa yang lebih besar. Hanya dengan cara inilah, seorang presiden dapat menjaga warisannya sebagai pemimpin yang tidak hanya dicintai oleh keluarganya, tetapi juga dihormati oleh rakyatnya.
Dunia memang tidak sempurna, tetapi kita selalu bisa berusaha mendekati kesempurnaan, dalam hal ini melalui pemimpin yang beretika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H