Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Freelancer - Easy reading is damn hard writing!

Write as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to live forever. - medium.com/@adriyanto

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Kasus Xi Jinping yang Bisa Memerintah China 3 Periode

21 Oktober 2023   12:56 Diperbarui: 23 Oktober 2023   05:33 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Figur Xi Jinping menjadi makin menarik untuk diamati akhir-akhir ini, terutama setelah Presiden China ini sangat aktif mendorong dirinya menjadi pemimpin dunia yang kuat, sebagai alternatif dari kepemimpinan negara superpower lain yaitu Amerika Serikat. Mesin propaganda China di seluruh dunia pun sangat aktif mengkampanyekan berbagai cerita positif tentang pemimpin mereka yang satu ini. Makin banyak pemimpin negara dunia ketiga menjadikannya idola, dan sekaligus menjadikan jejak langkah Xi Jinping sebagai model kepemimpinan modern yang telah terbukti mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Apakah ini trend yang positif? Atau justru menjadi pengaruh negatif yang menginspirasi para pemimpin negara lain untuk meniru langkahnya yang banyak menafikan demokrasi dan hak asasi manusia.

Bagi kita di Indonesia, kasus ini akan bisa menjadi pembelajaran sangat berharga karena upaya-upaya seperti ini sudah dan akan terus muncul. Kita harus mampu membendung dan membentengi sistem demokrasi kita agar tak tergelincir masuk ke sistem otoritarianisme.

Xi Jinping, pemimpin China yang kuat dan kontroversial ini telah berhasil mempertahankan posisinya sebagai pemimpin tertinggi China lebih dari dua periode. Xi Jinping terpilih sebagai presiden untuk pertama kalinya pada 14 Maret 2013, melalui pemungutan suara di Kongres Rakyat Nasional ke-12 di Beijing. Ia memperoleh 2.952 suara mendukung, satu suara menentang, dan tiga suara abstain. Ia menggantikan Hu Jintao yang pensiun setelah menjalani dua periode jabatan.

Dia terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun ketiga di akhir tahun 2022. Peristiwa ini mengukir nama Xi Jinping dalam sejarah China sebagai salah satu pemimpin negeri yang terkuat. Dia memperolehnya dengan keputusan yang kontroversial, salah satunya adalah penghapusan batas dua masa jabatan presiden. Bagaimana Xi Jinping bisa memerintah China selama tiga periode dan apakah ini membahayakan stabilitas politik negara tersebut? Simak juga proses amandemen UU China yang akhirnya manghasilkan aturan baru tersebut. 

Perubahan Konstitusi yang Kontroversial

Pada tahun 2018, Konstitusi China mengalami perubahan yang kontroversial dengan penghapusan batas dua masa jabatan presiden. Sebelumnya, batasan ini diberlakukan sebagai langkah pencegahan terhadap kembalinya kepemimpinan satu orang yang terlalu kuat, mengacu pada pengalaman era Mao Zedong. Keputusan ini dianggap sebagai potensi ancaman terhadap stabilitas politik, dan beberapa orang melihatnya sebagai langkah menuju kepemimpinan seumur hidup.

Namun, perlu dicatat bahwa Konstitusi China memang tidak secara eksplisit menyebutkan batasan dua masa jabatan. Batasan ini hanya berdasarkan konvensi yang diatur oleh Deng Xiaoping, pemimpin tertinggi China dari tahun 1978 hingga 1989. Dengan kata lain, penghapusan batasan ini secara teknis tidak melanggar hukum, meskipun sangat tidak konvensional dan kontroversial.

Berikut adalah proses kejadian tersebut secara kronologis:

Pada tahun 2017, dimulailah proses penghapusan batasan dua masa jabatan presiden China yang dipelopori oleh Xi Jinping dan Partai Komunis China (PKC). Usulan tersebut menimbulkan kontroversi dalam dunia politik China dan mendapat beragam respons, baik positif maupun negatif, sebelum akhirnya disetujui oleh Kongres Rakyat Nasional (KRN) pada Maret 2018. Berikut adalah kronologi tentang bagaimana peristiwa ini berproses.

Tahun 2017, Komite Sentral PKC mengajukan serangkaian amandemen konstitusi, termasuk yang paling kontroversial, yaitu penghapusan batasan dua masa jabatan presiden. Langkah ini menjadi titik awal dari sebuah perubahan besar dalam politik Tiongkok.

Pada tahun 2018, usulan amandemen tersebut diserahkan kepada Kongres Rakyat Nasional (KRN), badan legislatif tertinggi di Tiongkok, untuk dipertimbangkan. Untuk memahami sudut pandang masyarakat, Komite Tetap KRN mengadakan serangkaian dengar pendapat publik tentang usulan ini, yang memicu diskusi luas di seluruh negeri.

Akhirnya, pada tahun 2018, KRN memberikan suara untuk menyetujui usulan amandemen konstitusi, termasuk penghapusan batasan dua masa jabatan presiden. Hal ini membuka jalan bagi Xi Jinping untuk mempertahankan jabatan presiden setelah masa jabatannya berakhir.

Pada tahun 2019, Xi Jinping terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan kedua, memanfaatkan perubahan konstitusi yang baru saja disetujui. Langkah ini menandai langkah pertama dalam penggunaan perubahan tersebut untuk memperpanjang kepemimpinan Xi Jinping.

Tahun 2022, Xi Jinping terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ketiga, menegaskan dampak penghapusan batasan dua masa jabatan.

Penghapusan batasan dua masa jabatan ini menuai berbagai reaksi dan kontroversi. Beberapa kritikus mengkhawatirkan bahwa langkah ini bisa membawa kembali pemerintahan satu orang di Tiongkok, sementara yang lain merasa bahwa ini adalah langkah yang penting untuk menjaga stabilitas dan kesinambungan kepemimpinan. Berikut beberapa argumen yang mendukung dan menentang penghapusan batasan dua masa jabatan:

Argumen yang mendukung:
- Penghapusan batasan ini akan menjamin stabilitas dan kesinambungan kepemimpinan di Tiongkok.
- Ini akan memungkinkan Xi Jinping untuk melanjutkan agenda reformasi ambisiusnya.
- Langkah ini sesuai dengan tradisi kepemimpinan kuat dalam politik Tiongkok.

Argumen yang menentang:
- Penghapusan batasan dua masa jabatan bisa membuka jalan bagi kembalinya pemerintahan satu orang, yang bisa berdampak negatif pada demokrasi di Tiongkok.
- Ini dapat mempersulit munculnya pemimpin masa depan dengan pembatasan yang lebih longgar atas jabatan presiden.

Penghapusan batasan dua masa jabatan presiden merupakan perkembangan politik yang signifikan dalam sejarah Tiongkok, dan dampak jangka panjangnya masih akan terus menuai kontroversi.

Faktor-Faktor yang Mendukung

a. Latar Belakang Partai: Xi Jinping memiliki akar kuat dalam Partai Komunis China (PKC) berkat warisan keluarganya. Ayahnya, Xi Zhongxun, adalah seorang pemimpin senior dalam PKC, yang memperkenalkan Xi kepada dunia politik sejak dini. Xi Jinping sendiri menjalani karier yang panjang dan beragam di dalam PKC sebelum mencapai posisi tertinggi. Pengalaman dan ikatan keluarganya dalam kepemimpinan revolusi memberinya legitimasi dan dukungan kuat di dalam partai.

b. Membangun Konsensus: Xi Jinping dikenal sebagai seorang pemimpin yang mampu membangun konsensus di dalam partai. Kemampuannya untuk menjaga harmoni di antara beragam kelompok dan kepentingan di dalam PKC telah membantu menjaga stabilitas politik dan dukungan bagi kepemimpinannya. Dalam sistem politik China, mempertahankan kesatuan di dalam partai merupakan faktor kunci dalam memastikan stabilitas negara.

c. Kampanye Anti-Korupsi: Kampanye anti-korupsi yang digalang oleh Xi Jinping adalah salah satu inisiatif penting dalam konsolidasi kekuasaannya. Kampanye ini, yang menargetkan pejabat tinggi dan anggota partai di tingkat bawah, tidak hanya membantu membersihkan partai dari perilaku koruptif, tetapi juga memberinya alat untuk menyingkirkan saingan politik. Dengan menunjukkan komitmennya pada reformasi dalam partai, Xi berhasil memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang bersih dan tegas.

d. Reformasi Ekonomi: Xi terus menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi dan reformasi. Pemeliharaan dukungan komunitas bisnis dan stabilitas ekonomi adalah faktor kunci dalam mempertahankan stabilitas politik. Upayanya untuk menggeser fokus China dari ekonomi berbasis ekspor menjadi ekonomi yang lebih berorientasi pada konsumen telah membantu menjaga keberlanjutan pertumbuhan.

e. Nasionalisme: Xi Jinping telah mempromosikan nasionalisme China dengan aktif dengan menekankan kembali kejayaan sejarah China dan kedaulatan negara. Citra dirinya sebagai pemimpin yang kuat dan cakap, yang dapat menghadapi tantangan dari luar, telah memenangkan dukungan dari sebagian besar masyarakat yang merasa bangga dengan prestasi China.

f. Propaganda dan Kontrol: Xi menguatkan kendali atas media dan internet China. Ini memungkinkan dia untuk membentuk narasi politik, memantau dan mengendalikan informasi yang tersebar, dan menjaga kontrol atas opini publik. Propaganda yang terorganisir dan peraturan ketat terhadap media sosial telah memungkinkan Xi Jinping untuk menjaga pengaruhnya di seluruh negeri.

g. Sentralisasi Kekuasaan: Xi Jinping telah memusatkan kekuasaan di tangannya sendiri. Dengan mengambil berbagai posisi kepemimpinan, termasuk sebagai Sekretaris Jenderal PKC, Presiden China, dan Ketua Komisi Militer Pusat, ia menguasai berbagai aspek kekuasaan negara. Ini adalah tindakan yang tidak terlihat dalam beberapa dekade terakhir di China dan memungkinkan Xi untuk mengendalikan banyak aspek kebijakan dan pemerintahan.

h. Mempertahankan Loyalitas Partai: Untuk memastikan kesetiaan anggota partai, Xi Jinping telah melakukan pembersihan di dalam partai, menyingkirkan pejabat yang tidak loyal atau dipandang sebagai ancaman terhadap kepemimpinannya. Ini adalah strategi untuk menjaga kesatuan partai yang diperlukan untuk menjaga stabilitas politik.

i. Keberhasilan Ekonomi dan Modernisasi: Fokus Xi pada modernisasi dan pertumbuhan ekonomi telah membantu mempertahankan dukungan masyarakat terhadap kepemimpinannya. Masyarakat China melihat perubahan positif dalam standar hidup mereka, dan upaya untuk memodernisasi infrastruktur dan industri telah menjadi kunci dalam mempertahankan popularitas Xi di kalangan rakyat.

Perdebatan dan Kontroversi

Kepemimpinan Xi Jinping yang bertahan lama telah memicu perdebatan dan kontroversi baik di China maupun di kancah internasional. Ada kekhawatiran mengenai otoritarianisme dan pelanggaran hak asasi manusia yang mungkin terjadi akibat sentralisasi kekuasaan yang kuat. Dalam jangka panjang, akan menarik untuk melihat bagaimana masa jabatan ketiga Xi Jinping, dan potensi masa jabatan keempat dan seterusnya, akan mempengaruhi sistem politik China dan dampaknya pada stabilitas politik di negara tersebut.

Kepemimpinan Xi Jinping yang telah berlangsung lebih 10 tahun memunculkan banyak pertanyaan tentang arah masa depan China. Apakah negara ini akan terus mengukir sejarah dengan kepemimpinan yang lebih sentralis ataukah akan terjadi perubahan yang lebih demokratis di masa mendatang? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun