Awal tahun 2022 ini, kabar yang tidak mengenakkan bagi penggemar sepak bola Indonesia karena kekalahan Timnas Indonesia asuhan Shin Tae Yong dalam ajang AFF Suzuki Cup 2020. Melihat hal demikian, kita makin yakin kalau kemajuan sepak bola dalam negeri sebatas hampir. Sebelumnya, muncul dugaan skandal pengaturan skor di kompetisi Liga 2 Indonesia.
Dalam kasus tersebut, 5 pemain Perserang Serang terseret dalam kasus tersebut, pemain itu diantaranya Fandy Edy, Eka Dwi Susanto, Ade Ivan Hafilah, Ivan Juliandhy, dan Aray Suhendri.Â
Kasus ini bermula saat pemain Perserang, Eka Dwi Susanto dihubungi oleh pelaku pengaturan skor, pelaku meminta agar Perserang kalah 0-2 saat menghadapi RANS Cilegon FC di paruh pertama, jika bersedia maka pelaku akan memberikan imbalan Rp 150 juta ke para pemain Perserang. Eka Dwi yang tergiur kemudian mengajak teman-temannya untuk ikut dalam pengaturan skor.
Komisi Disiplin PSSI memutuskan untuk menghukum lima pemain Perserang, Eka Dwi dijatuhi hukuman terberat karena terlibat aktif, Eka Dwi dihukum dilarang bermain dan memasuki stadion selama 5 tahun dan denda Rp 30 juta. Sementara, yang lain dianggap terlibat pasif dan dihukum tidak boleh bermain dan memasuki stadion 4 tahun serta denda Rp 20 juta.
Dari banyaknya kasus ini, peminat sepakbola Indonesia bukan ditampilkan sepak bola yang indah oleh PSSI, tapi PSSI justru melakukan stand up comedy, dengan premisnya adalah kemajuan sepak bola Indonesia, dengan beberapa set up-nya, sebelum masuk punchline.Â
Pertama, soal tarik ulur gelaran liga, dengan adanya pandemi banyak membuat perubahan termasuk kompetisi sepak bola Indonesia. Tidak hanya Indonesia, di Eropa sebagai kiblat sepak bola dunia juga ditunda.Â
Namun, tarik ulur kompetisi dalam negeri punya dramanya sendiri, dilansir dari CNN Indonesia, kompetisi Liga Indonesia sempat ditunda 2 pekan mulai 14 Maret 2020. Namun, pada kenyataanya kalender 2 pekan PSSI jauh lebih lama dari  pada umumnya.Â
Lalu pada 28 Juni 2020, sebetulnya liga direncanakan jalan bulan Oktober 2020, tapi masih belum memperoleh izin. Pada 20 Januari 2021, PT Liga Indonesia Baru (LIB) menyatakan Liga 1 2020 batal karena force majeure dan kelamaan vakum.Â
Pada 21 Maret, akhirnya kompetisi digelar juga, tapi sebatas Piala Menpora. 3 Juni 2021, PSSI dan PT LIB sudah berencana menggelar kembali Liga 1 musim 2021/2022, sudah mendapat dukungan Menpora, tapi izin keramaian masih sebatas niat,hingga Liga 1 musim 2021/2022 pun akhirnya bergulir pada 27 Agustus 2021 dan laga antara Persik Kediri vs Bali United menjadi laga pembuka.
Premis kedua, dengan berjalannya Liga 1, membuat kompetisi kasta di bawahnya juga ingin digelar, sehingga Liga 2 Indonesia juga diselenggarakan. Hal yang menarik, adalah muncul nama-nama seperti Raffi Ahmad, Atta Halilintar, dan Kaesang Pengarep yang mengakuisisi klub lokal.Â
Selain itu format Liga 2 yang formatnya mirip Konami Cup, yang dibagi menjadi dua grup berdasarkan wilayahnya, belum lagi dalam satu grup hanya akan bermain di dalam satu stadion.Â
Tidak hanya itu, pada pertandingan Liga 2 terjadi laga MMA dengan tendangan kungfu pemain PSG Pati ke pemain Persiraja, selain itu aksi brutal pemain juga terjadi di Liga 3. Saat laga PPSM Sakti Magelang kontra Persak Kebumen, pemain PPSM Santino Berti diinjak oleh pemain Persak Tri Hartanto.Â
Dari kejadian itu, Santino pun kabarnya dilarikan ke rumah sakit, dan ajaibnya wasit yang memimpin laga itu hanya menghukum Tri dengan kartu kuning. Sungguh mulia sekali wasit di Indonesia.
Sebetulnya, aksi UFC para pemain bisa dihindari apabila wasit berlaku tegas, sayangnya  mengharapkan hal itu  sama seperti berharap Lionel Messi bermain di PSG Pati. Bisa jadi sih, tapi kemungkinannya hanya 0,99 persen. Wasit Indonesia sering kali ngawur dalam memberikan keputusan.Â
Contohnya saja ketika laga Persebaya vs Persela, 21 Oktober 2021, pada menit ke 35 Â gol Persebaya dari Jose Wilkinson dianulir padahal bola sudah melewati garis gawang. Sementara, gol pemain Persela, Ivan Carlos beberapa saat berselang disahkan, padahal Ivan Carlos terlihat berada di posisi offside. Akibatnya, ultras Bajul Ijo, Bonek bahkan punya rencana untuk melakukan demo besar-besaran apabila wasit yang memimpin pertandingan tersebut tidak disanksi.
Puncaknya, munculnya skandal pengaturan skor di Liga 2 yang menyeret beberapa pemain bagai punchline di sebuah pertunjukan stand up comedy, dengan PSSI sebagai komikanya. Kasus match fixing semacam ini sesungguhnya sudah lama terjadi.
Baru-baru ini kabar tentang pemecatan pelatih Timnas Shin Tae Yong juga membuat penggemar sepak bola Indonesia bertepuk tangan atas kinerja PSSI.Â
Squad Timnas yang berisikan pemain muda yang dibangun untuk masa depan sepak bola Indonesia oleh Coach Shin panggilan umum Shin Tae Yong, seakan itu menjadi hal yang sia-sia jika kabar pemecatan itu benar-benar terjadi.Â
Masyarakat Indonesia yang kebanyakan  mengapresiasi kinerja Coach Shin pun geram dan membuat #saveSTY dan #harunaout bergema dalam media sosial di Indonesia.Â
Penggemar sepak bola Indonesia menilai bukan pelatih yang butuh evaluasi tapi PSSI lah yang butuh evaluasi dan meminta petinggi PSSI adalah orang yang paham dengan sepakbola dan apa yang dibutuhkan oleh sepakbola Indonesia.
Para petinggi PSSI juga sudah gonta-ganti, tapi kasusnya masih belum berhenti. Bahkan program televisi Mata Najwa sudah menguliti PSSI sampai 6 jilid. Meski begitu, PSSI nggak usah cemas berkepanjangan. PSSI bagaimanapun masih tetap di hati pencinta sepak bola tanah air. Walaupun masyarakat mencintainya sebagai sekumpulan komika, bukan induk sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H