"Mantan istrimu?"
"Siapa?"
Ambar menggantungkan plastik-plastik berisi belanjaannya ke pengait pada motor suaminya. Likun ikut pura-pura membantu, berharap Ambar tak meneruskan pembicaraan mengenai Mardiyah.
"Aku sudah di sini dari tadi, dan melihatmu senyum-senyum melihat mantan istrimu!" tukas Ambar ketus dan suaranya keras. Cukup untuk membuat Likun malu dengan keadaan sekitar. Likun yang tak bisa mengelak segera menggenjot sepeda motor bebeknya.
"Kamu menyesal bukan, dia makin cantik sekarang, suaminya bos besar, hidupnya enak."
Likun diam dalam menjalankan sepeda motornya. Ingin sekali ia membenarkan kata-kata Ambar barusan. Mardiyah baik dan ia menyia-nyiakannya, hanya karena dulu ia merasa tidak keren dijodohkan.
Setelah bercerai dan Mardiyah menikah lagi, ia baru sadar kalau Mardiyah itu cantik sekali. Ia pun kemudian bertemu jodoh, Ambar, dan ia mendapatkannya sendiri. Tapi Ambar galak dan cemburuan.
Dan tidak secantik Mardiyah. Likun tersenyum meski di belakangnya Ambar masih menggerutu. Sambil mencubiti pinggang Likun. Rasanya sakit.
'Kalau Mardiyah yang mencubit pasti tidak akan sakit,' pikir Likun.
Nasi sudah menjadi nasi goreng.
Pesantenan, Januari 2023