Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kejadian di Petshop

27 Desember 2022   21:59 Diperbarui: 27 Desember 2022   22:11 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mungkin ia mencium aroma kucing, karena di rumah saya ada beberapa kucing," aku berbohong. Perempuan manggut-manggut.. Kurasa dia percaya. Apalagi ketika pelayan petshop ikut-ikutan dan mendukung alasan aku.

"Siapa tadi, nama kucing anda yang sudah mati itu?" tanya perempuan itu.

"Prim."

"Oh, ya. Prim. Apa saya boleh memakai nama itu untuk dia?"

Tentu saja, kan kucing itu memang Prim.

"Silakan saja."

Perempuan itu kemudian membopong kembali Prim yang sepertinya masih ingin bergulat dengan kakiku. Ia kemudian menyusuri rak-rak untuk memilih makanan kucing. Aku ingin sekali mengatakan bahwa Prim paling senang dengan pakan kering berbentuk ikan. Tapi tak mungkin aku mengatakannya. Itu sama saja dengan mengakui bahwa, akulah yang telah meninggalkan Prim di pasar tempo hari. Prim, dan kesebelas yang lain!

Ah, ya, begitulah. Mungkin terdengar kejam. Aku segera memperbaiki sikapku karena Prim berusaha mencariku meskipun ia dalam gendongan majikan barunya, dan di saat bersamaan rasa bersalahku membuncah kembali.

Malam itu kami memutuskan untuk 'memindahkan' dua belas ekor kucing di Pasar Puri. Nina sangat keberatan awalnya, tapi ia akhirnya menyerah karena kenyataannya enam belas ekor kucing menjadikan rumah kami serupa kandang, bukan rumah orang. Kau bisa bayangkan aromanya. Setiap saat kau menemukan tahi kucing, atau kau mencium tengiknya baju di lemari yang dikencingi anak-anak kucing itu.

Sudah kami coba untuk mencari para pecinta kucing untuk mengadopsi mereka. Tapi kebanyakan menginginkan kucing impor yang bagus dan gratis. Sementara Prim dan sebelas yang lain adalah kucing kampung yang mula-mula hanya seekor saja. Seekor kucing yang tersesat dan kami pelihara. Tapi dalam dua tahun berkembang biak menjadi dua puluh delapan ekor. Beberapa ekor diadopsi dan yang lain mati terkena virus. Enam belas ekor yang tersisa itulah yang membuat rumah kami tak keruan dan kami kewalahan.

Selama berhari-hari aku dan Nina dihantui rasa bersalah, sekarang aku semakin merasa bersalah karena salah satu dari dua belas kucing itu, Prim, diambil seseorang yang merasa iba, dan entah apakah ini satu kebetulan atau bukan, Prim dengan majikan yang baru bertemu denganku di petshop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun