Oleh: Syamsul Yakin dan Adriel Raihan
Dalam retorika, ruang lingkup berarti cakupan atau batasan. Ini mencakup semua subjek yang dibahas dalam teori, termasuk definisi, materi, unsur, tujuan, komponen, dan hubungannya dengan ilmu lain. Itu juga mencakup pembicara, pesan, dan pendengar.
Ruang lingkup retorika mencakup semua jenis komunikasi yang terjadi antara pembicara dan pendengar secara langsung atau virtual, baik verbal, yang mencakup tulisan dan lisan, maupun nonverbal, yang mencakup bahasa tubuh dan gerakan tubuh.
Retorika hanya berarti seni berbicara atau kecakapan berbicara; secara luas, retorika mencakup seni, keterampilan, pengetahuan, dan ilmu yang berkomunikasi secara lisan dan tulisan, serta bahasa dan gerakan tubuh.
Dalam pengertian sempit, retorika berkaitan dengan tata bahasa, logika, dan dialektika pembicara-mendengar. Dalam pengertian yang lebih luas, retorika mencakup semua masalah yang berkaitan dengan komunikasi yang terus berkembang, termasuk pidato dan ceramah. Retorika dianggap sebagai warisan budaya dalam konteks ini.
Retorika ilmiah harus sistematis, empirik, analitik, objektif, verifikatif, kritis, dan logis. Dengan menggunakan sifat-sifat ilmiah retorika, tujuan penting dalam retorika, termasuk memengaruhi sikap, pendapat, dan tindakan pendenagar secara efektif dan efisien, dapat dicapai.
Retorika dalam konteks filosofis mencakup tiga topik: ontologis (apa itu retorika dan apa itu sebenarnya), epistemologis (bagaimana orang memperoleh pengetahuan tentang retorika), dan aksiologis (apa manfaat retorika).
Pada awalnya, ada tiga komponen utama retorika: pembicara, pendengar, dan pesan yang informatif, persuasif, dan rekreatif yang biasanya menjadi materi atau isi pidato. Namun, sekarang media, baik media tradisional, konvensional, maupun sosial, merupakan komponen penting dari retorika.
Setidaknya ada tiga elemen retorika. Pertama, komedi. Artinya kemampuan untuk persuasi. Untuk berhasil menarik emosi pendengar, pembicara harus memiliki pathos.
Kedua, "logos", yang berarti "sesuai dengan akal", berarti bahwa buah pikiran yang diungkapkan dalam berpidato harus mempertimbangkan nalar. Nalar dapat didefinisikan sebagai pemahaman yang mendalam, kemampuan intelektual, atau pikiran.
Ketiga, ethos. Ethos secara harfiah berarti sikap, kepribadian, watak, dan karakter. Dalam hal keberhasilan beretorika, seorang pembicara harus memiliki sikap, kepribadian, watak, dan karakter agar pesannya dapat dipercaya oleh pendengar.