Mohon tunggu...
Adrianus Nabung
Adrianus Nabung Mohon Tunggu... Dosen - Setiap peristiwa kehidupan adalah lanjutan proses dalam menggapai yang terbaik

Hidup adalah pilihan dan saya memilih sukses dalam menggapai masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seri Merdeka Belajar Membangun Demokrasi: Substansi atas Sensasionalisme

10 April 2023   15:56 Diperbarui: 10 April 2023   15:56 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Pemilu Serentak 2024 di Indonesia banyak persoalan kebangsaan  mulai dikait-kaitkan satu sama lain. Suara kritis disampaikan dalam ragam platfom media. Di antara informasi itu hampir tak terpungkiri hadirnya amplifikasi isu yang mengarah kepada isu primordial, serangan pribadi pada ketokohan figur publik dan aneka isu menyesatkan yang mengikutinya. Tak keinggalan distorsi pemberitaan yang sangat mungkin ruang virtual yang terbuka luas tanpa kekuatan kontrol yang memadai.

Menghadapi problematika itu pendidikan politik menjadi ruang sepi yang tidak lagi menarik. Ironi era posttruth yang memprihatinkan. Karena itu, gagasan ini mencoba kembali mengedepankan substansi ketimbang sensasionalisme dalam wacana politik kita.

Dengan menekankan perhatian pada rencana program kerja bagi kemaslahatan umum, jualan program kerja bagi perbaikan kebijakan, pendidikan politik yang baik, wacana masyarakat madani, pemeriksaan kebenaran fakta, dan liputan media yang bertanggung jawab adalah sebagian kecil dari ragam solusi yang bisa dikedepankan.

Kita harus berani kembali yakin bahwa kita dapat menciptakan proses demokrasi yang lebih konstruktif dan terinformasi positif dalam kontestasi demokrasi melalui Pemilu. Sinergi kekuatan konstruktif dapat mendorong lebih banyak debat substantif ketimbang sensasi di ruang virtual diskursus politik kebangsaan kita.

Belajar dari pengalaman masa lalu 

Mengapa penting bagi kita untuk mengutamakan substansi daripada sensasionalisme dalam wacana politik kita? Musim pemilu cenderung penuh dengan serangan pribadi (ad hominem attacs), retorika yang memecah belah, dan sensasionalisme, seringkali membayangi usulan kebijakan penting dan isu-isu yang ada.

Dengan berfokus pada permasalahan substantif dan liputan media yang bertanggung jawab, kita dapat menciptakan proses demokrasi yang lebih konstruktif dan rasional. Sudah saatnya mengutamakan substansi daripada sensasionalisme dalam membangun Indonesia yang lebih kuat dan demokratis. Kita harus berani keluar dari kungkungan kenangan dramatis masa lalu yang sarat dengan hal-hal sensasional yang tak bermakna dan melah menimbulkan pembelahan sosial.

Pertama dan terpenting, kita harus memprioritaskan program kerja dan proposal perbaikan kebijakan daripada debat kusir yang berujung pada serangan pribadi dan retorika yang memecah belah. Pemilih harus fokus pada gagasan dan program kebijakan yang dipromosikan masing-masing kandidat daripada terjebak dalam sensasionalisme atau retorika pepesan kosong.

Kandidat harus mempresentasikan perhatian nyata pada perbaikan kesejahteraan berbasis fakta dan data informasi yang benar dan akurat. Semua itu dapat disajikan dalam bahasa yang jelas dan ringkas, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat umum.

Pendidikan Politik yang Baik

Politisi hendaknya menempatkan diri sebagai sokoh guru pendidikan politik yang baik. Pengarus-utaman pendidikan politik yang baik akan menjadi basis rasional bagi pemilih untuk menentukan pilihan figur yang tepat. Pemilih yang terinformasikan dengan fakta yang benar dan akurat akan terlibat aktif dalam proses demokrasi yang sehat. Hal ini penting untuk mengurangi stigmatisasi "politik" yang sering dianggap tidak lebih daripada "aksi tipu-tapu" belaka.  

Di pihak lain, pemilih harus belajar menjadi rasional dengan memahami isu-isu yang dipertaruhkan dan dampak dari usulan kebijakan yang diajukan oleh masing-masing kandidat bagi kepentingan umum yang lebih luas.

Dalam konteks pendidikan politik yang baik ini juga, partai politik memiliki tanggung jawab moral dan institusionalnya untuk memprioritaskan pendidikan bagi konstituen mereka tentang isu-isu penting dan dampak isu tersebut bagi sikap politik, prilaku dan kebijakan yang mereka ambil selama dan dalam proses kontestasi hingga mendudukan wakilnya dalam jabatan politis yang tersedia, eksekutif atau legislatif, lokal atau nasional.

Reproduksi Wacana Civil Society

Diskursus politik hendaknya kembali mengarusutamakan konsep masyarakat madani (civil society). Wacana ini sangatlah positif membangun sinergi kebangsaaan bahwa siaa pun yang duduk dalam jabatan politik pemerintahan adalah amanah seluruh rakyat. Hal ini penting untuk mencegah sikap indifferent, apatisme sosial dan membuka ruang bagi kekuatan oligarkis dalam dinamika politik pemerintahan. Pendidikan politik yang baik akan turut mendorong reproduksi civil society dan membuka ruang bagi lahirnya gagasan-gagasan politik yang inklusif dan terbuka.

Pada konteks yang sama, media massa (cetak maupun online) memiliki tanggung jawab moral yang melekat untuk memprioritaskan peliputan yang bertanggung jawab atas isu-isu politik. Media harus memprioritaskan wacana politik substantif dengan selalu menyediakan fitur pengecekan fakta, daripada memviralisasi sensasionalisme atau serangan terhadap figur sebagai pribadi. Outlet media harus menyajikan fakta dengan cara yang jelas dan tidak memihak dalam memberikan publik informasi yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat di tempat pemungutan suara nantinya.

Jadi baik politisi, rakyat dan pers adalah kekuatan masyarakat madani dalam pendidikan politik yang baik bagi bangsa ini. Sinergi ketiganya menghadirkan Pemilu yang demokratis yang tidak hanya terhenti pada persoalan prosedural melainkan mampu menohok masuk dalam substansi keberadaannya sebagai kekuatan pendorong perubahan sosial dan ekonomi bangsa yang lebih maju, sejahtera dan berkeadilan.

Dengan mengutamakan substansi daripada sensasionalisme, kita dapat membangun proses demokrasi yang lebih konstruktif di Indonesia. Partai politik dan kandidat harus menyajikan program kebijakan yang jelas dan ringkas, memprioritaskan pendidikan konstituen mereka, terlibat dalam wacana sipil, dan memastikan bahwa klaim mereka diperiksa faktanya. Demikian pula, media harus memprioritaskan peliputan yang bertanggung jawab atas isu-isu politik, menyajikan fakta secara jelas dan tidak memihak.

Di simpul perbentangan pikiran ini, "penekanan substansi di atas sensasi" adalah kunci membangun demokrasi politi yang benar dan urgen. Pikiran ini kiranya merupakan perspektif penting untuk Pemilu Serentak 2024 mendatang di Indonesia. Dengan memprioritaskan substansi daripada sensasionalisme, kita dapat menciptakan proses demokrasi yang lebih konstruktif dan terinformasi yang mendorong debat substantif dan pengambilan keputusan yang terinformasi.

Korelasinya dengan gagasan "Merdeka Belajar"?

Cerminan proses yang baik akan menjadi acuan pembelajaran yang baik bagi generasi belia. Prilaku politik yang cenderung sensasional, emosional dan egoistis adalah bom waktu yang siap meledak merusak hidup generasi masa depan. Politik pengarusutamaan substasi gagasan dan program kerja adalah pembelajaran penting bagi perbaikan persepsi, sikap dan prilaku masyarakat ke arah yang lebih positif tentang kontestasi demokrasi melalui pemilu.

Dengan dasar itu, program "Merdeka Belajar", yang diterjemahkan menjadi "Kemerdekaan individual bagi pembelajar dalam menggali dan mengembangkan sumber belajarnya", adalah inisiatif baru di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mempersiapkan siswa/mahasiswa menghadapi tantangan masa kompleks pada setiap sektor kehidupan berbangsa di masa depan. Program ini berfokus pada pemberdayaan siswa/mahasiswa untuk memiliki pembelajaran mereka sendiri, dengan tujuan mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan memecahkan masalah.

Dalam konteks Pemilu Serentak 2024 mendatang, program "Merdeka Belajar" dapat dilihat sebagai peluang untuk mendorong pendidikan politik yang baik dan berpikir kritis di kalangan pemuda Indonesia. Dengan menekankan substansi daripada sensasionalisme dalam wacana politik kita, kita dapat mendorong kaum muda, khususnya generasi pemilih pemula, untuk terlibat lebih proaktif dalam perhelatan politik tanpa perlu harus diiming-imingi gratifikasi tertentu. Merdeka belajar adalah ruang eksperesi mandiri mereka dalam membuat keputusan berdasarkan fakta dan pemikiran kritis. Pendekatan ini dapat membantu membangun Indonesia yang lebih kuat dan lebih demokratis, di mana warga negara yang terinformasikan data yang benar dan akurat dapat berpartisipasi penuh dalam proses demokrasi.*

Penulis adalah pemerhati masalah sosial humaniora dan praktisi pendidikan di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, Flores, NTT, Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun