Mohon tunggu...
Adrianus Denis
Adrianus Denis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

a web wonderer with a curious mind

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dari Hoarder ke Minimalis, Apakah Bisa?

22 Maret 2021   15:26 Diperbarui: 22 Maret 2021   15:47 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal yang konstan dan tetap dalam hidup seorang manusia adalah perubahan.

Menarik, bukan?

Saat kita masih kecil, kita ingin sekali untuk cepat-cepat berubah menjadi dewasa. Saat sudah berubah, kita malah sangat ingin kembali ke masa kecil. Secara sadar maupun tidak langsung, kita pasti mengetahui bahwa diri kita bukanlah satu-satunya yang berubah di dunia ini. Dari hal yang terlihat, seperti umur dan penampilan, sampai hal yang tidak terlihat seperti watak dan gaya hidup. Selain diri kita, dunia sosial juga melakukan perubahan yang disebut sebagai perubahan sosial

Jika dihubungkan dengan para ahli, definisi yang paling tepat dengan apa yang kita bahas hari ini datang dari William F. Ogburn. Ogburn dalam Goa (2017 : 56) mengatakan bahwa ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan, termasuk yang materiil dan imateriil. 

Pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai perubahan sosial dari seseorang yang bergaya hidup “hoarding” menjadi seorang bergaya hidup minimalis. Sebelumnya, apakah kalian tahu mengenai seorang "hoarder"? 

Hoarder adalah seorang yang tidak bisa menyingkirkan sesuatu yang telah ia miliki. Tidak peduli seberapa tidak penting dan sepele hal tersebut, mereka akan merasa sedih dan kecewa jika membuangnya. 

Terdapat banyak kisah tentang hal ini yang diposting di internet. Saya mengambil kisah dari aminimalhome.com  dan Kisah mereka sangat mengesankan, karena kita akan membaca perjalanannya dari awal hingga akhir, diakhiri dengan pemberian 10 tips darinya.

Dalam artikel di A Minimal Home, dia menceritakan kisahnya sebelum menjadi seorang minimalis. Ternyata, proses untuk menjadi seorang minimalis tidak instan. Dia membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menjadi minimalis seutuhnya. Sebelumnya, ia suka menyimpan kaset dan buku yang sudah ia tidak baca. Alasannya hanya karena mereka memiliki nilai sentimental dan emosional yang sangat besar baginya. 

Setelah membaca kisah dari A Minimal Home ini, ternyata terdapat beberapa faktor yang menyebabkan dirinya untuk berubah dari seorang hoarder menjadi minimalis. Faktor pendorong, faktor penyebab dan faktor penghambat. Faktor pendorong datang dari dirinya yang membeli buku karangan Marie Kondo tentang cara menata dan merapihkan rumah dari Jepang. Faktor penyebabnya yaitu adalah sudah sangat banyak “sampah” yang ada didalam rumahnya yang perlu untuk dibuang. Timbunan sampah yang ada 

Faktor penghambat yang dapat saya analisis dari A Minimal Home adalah keluarga. Jika kita masih tinggal dengan keluarga, kita tidak akan bisa melakukan hal yang mendukung gaya hidup minimalis seutuhnya. Sebagai contoh, pelaksanaan decluttering. Kita tidak bisa melakukan decluttering di seluruh penjuru rumah, karena ada orang lain yang akan memiliki pemikiran yang berbeda mengenai barang tertentu. 

Contohnya, Ibu setuju bahwa sebuah buku ini di buang, namun Ayah tidak setuju dan mengecam keras. Hal ini akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dalam keluarga. Sama persis seperti apa yang terjadi di salah satu film Thailand berjudul Happy Old Year (2019). Jika berminat melihat lebih jauh, sudah saya lampirkan trailernya di bawah ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun