Mohon tunggu...
Adrianus Denis
Adrianus Denis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

a web wonderer with a curious mind

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Xenophobia K-Pop: Sebuah Subkultur

20 Maret 2021   22:19 Diperbarui: 20 Maret 2021   22:48 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui, jika ada budaya yang mendominasi dalam masyarakat pasti akan ada pihak yang tidak menyukainya.

Hal tersebut dikenal sebagai subkultur. Subkultur merupakan sekelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu yang berlawanan dengan budaya yang dominan. 

Budaya K-Pop memiliki subkultur; yaitu orang yang tidak menyukai, bahkan membenci K-Pop. Kita akan membahas mengenai mereka kali ini. Mereka merupakan bagian dari kaum Xenophobia. Lantas,

Apa itu Xenophobia?

Singkatnya, Xenophobia merupakan rasa tidak suka terhadap segala sesuatu yang tidak berasal dari negara asalnya. Bisa berarti makanan, orang, film, dan juga musik. Mereka sangat tidak menyukai hal yang tidak berasal dari negaranya mereka sendiri. Kira-kira kenapa ya?

Mengapa para Xenophobia K-Pop di Indonesia bertindak demikian? Mengapa mereka bisa ada?

Untuk menjawabnya, kita harus mengetahui identitas politik dari subkultur ini. Subkultur kaum xenophobia K-Pop ini beranggotakan masyarakat dari Indonesia, dimana tata krama sangat dijunjung tinggi. Ada peraturan tidak tertulis bahwa berpakaian terbuka merupakan hal yang tidak senonoh. Laki-laki yang memiliki warna rambut bukan hitam juga merupakan hal yang tidak wajar. Selain itu, mereka juga sangat anti mendengarkan lagu selain lagu berbahasa Indonesia atau bernuansa Indonesia seperti dangdut.

Mereka menganggap bahwa K-Pop hanyalah kumpulan orang berbaju terbuka dan berambut aneh yang hanya komat-kamit hal yang tidak mereka mengerti. 

Subkultur ini juga dapat diidentifikasi sebagai mereka yang sering meninggalkan komen “plastik” atau komen negatif lainnya pada setiap postingan tentang K-Pop yang muncul pada linimasa media sosialnya.

Namun, hal ini mulai berkembang baru-baru ini. Budaya populer dan subkultur dapat berhubungan satu dengan yang lain, walau tidak bersatu. Ditunjukkan dengan kemunculan lagu K-Pop yang dicampur dengan musik dangdut. Hal ini menurut saya merupakan percampuran dari budaya populer dan subkultur.

Menarik, bukan?  

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun