Mohon tunggu...
A V
A V Mohon Tunggu... -

IV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjadi Walikota, Menjadi Bapak...

29 April 2010   11:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:31 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses pemilihan kepala daerah di beberapa daerah tingkat dua di Indonesia, sudah banyak yang selesai. Beberapa lagi masih akan dan sedang berlangsung. Sepertinya tahun ini adalah tahunnya pilkada, baik di tingkat satu (Gubernur) maupun di tingkat dua (Bupati/Walikota).

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat telah memunculkan calon Bupati/Walikota dengan berbagai ragam latar belakang. Ada yang berasal dari birokrasi daerah (dari Kepala Dinas atau Sekretaris Daerah), ada yang dulunya Walikota kemudian mencalonkan diri jadi Wakil Walikota (yang ini cukup memalukan), ada yang sehari-harinya berprofesi sebagai guru, pengusaha, anggota DPRD atau bahkan artis dan pembawa acara televisi. Beberapa calon merupakan sanak dari Gubernur/Bupati/Walikota yang saat ini sedang berkuasa.

Selain fenomena maraknya artis yang berebut ingin menjadi kepala daerah (meskipun ada yang belum pernah datang ke daerah yang ingin dipimpinnya), terdapat fenomena lain berupa semakin mudanya usia para calon Gubernur/Bupati/Walikota yang mendaftar di kancah pilkada. Beberapa calon (bahkan yang sudah terpilih) berusia di bawah 40 tahun. Wakil Gubernur Kalimantan Selatan (Rosehan NB) terpilih ketika berusia 38 tahun.

Menjadi Gubernur/Bupati/Walikota pada dasarnya menjadi orang paling dituakan di negeri itu. Termasuk di dalamnya para wakil. Berkaca struktur organisasi tradisional, seorang bapak lazimnya adalah orang yang paling tua di sebuah rumah. Kepala suku lazimnya adalah orang yang paling tua. Di tingkat yang lebih tinggi, seorang raja juga lazimnya adalah orang yang paling tua.

Ketika para pemimpin negeri tidak lagi menjadi orang yang paling tua dari sisi usia, fungsinya sebagai orang yang "dituakan" tetap melekat dan dijalankan. Dia lah tempat rakyatnya bertanya, mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Orang yang diharapkan bisa membuat rakyatnya nyaman, aman, tenang, dan sejahtera. Orang yang makan paling akhir jika rakyatnya kelaparan dan orang yang berada paling depan dalam memerangi kejahatan. Mungkin kalimat saya terkesan terlalu idealis, tetapi memang demikianlah yang seharusnya.

Nah, para kepala daerah yang masih muda mau tidak mau harus bisa berperan sebagai bapak. Selayaknya seorang bapak di rumah. Yang mengayomi, yang memimpin dengan kepala dingin. Umumnya anak muda masih dikuasai emosi, meskipun beberapa anak muda bisa jauh lebih dewasa dari orang tua. Tetapi, ketika berada di posisi sebagai kepada daerah, emosi dan sikap harus bisa ditata. Tidak lagi melakukan tindakan yang membuat rakyatnya ketakutan. Tidak malah menebarkan teror dan paksaan kepada rakyatnya yang lemah hanya karena si kepala daerah merasa memiliki kuasa. Tidak seenaknya lagi mengajak wanita lain kencan. Tidak seenaknya lagi bicara tanpa dipikir panjang. Semua benar-benar harus ditata.

Jika Anda termasuk di dalam kelompok "muda", maka segera lah menjadi "tua" dan bijak. Rakyat telah memberikan kepercayaan kepada Anda. Ayo bekerja keras membalas kepercayaan mereka dalam bentuk kepemimpinan yang menyenangkan rakyat. Selamat bekerja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun