Globalisasi mendorong adanya perpindahan masyarakat dari suatu negara ke negara lain. Berbagai kebudayaan dan kebiasaan dapat diterima dan diberikan dari sebuah negara kepada negara lain, dan terjadi interaksi dalam kedua negara tersebut. Bentuk interaksi dapat terjadi dalam 2 bentuk, yakni asimilasi dan akulturasi.Â
Bisnis, pendidikan, ekonomi, agama, sosial, dan banyak aspek lain yang ada di dalam interaksi kedua negara. Contohnya, Dalam bidang pendidikan, globalisasi mempengaruhi demografi (jumlah siswa dan mahasiswa dalam sekolah dan universitas) di hampir semua negara di Amerika dan Eropa (Samovar. L. A, 2017). Â
Dalam bidang agama, saat ini terjadi berbagai perbedaan pendapat dan pandangan suatu negara terhadap agama-agama yang ada di dunia. Masyarakat perlu memahami tentang adanya batasan antara budaya dan agama. Karena kedua hal ini bersinggungan dan berkaitan erat di penerapannya dalam sehari-hari.Â
Dalam Bahasa Inggris, agama berarti religion. Kata ini berasal dari kata religio yang merupakan Bahasa Latin, dan berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Agama selalu digunakan sebagai pedoman hidup manusia yang berfokus pada Tuhan, dalam menjalani kehidupannya (Bauto, 2016, p. 24).Â
Sedangkan budaya adalah berbagai hal yang kita pelajari dan ajarkan pada orang lain, sehingga hidup di dalam tindakan kita sehari-hari. Budaya juga merupakan kebiasaan kita sebagai masyarakat.Â
Budaya selalu membentuk berbagai aspek kehidupan, khususnya agama. budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi  manusia  dengan  kitab  yang  diyakini  sebagai  hasil  daya  kreatif  pemeluk  suatu agama  tapi  dikondisikan  oleh  konteks  hidup  pelakunya,  yaitu  faktor  geografis,  budaya dan beberapa kondisi yang objektif (Mahfuz, 2019, p. 44).
Kita harus memahami, bahwa agama di setiap daerah memiliki pemikiran dan perkembangan masing-masing sesuai dengan daerah geografisnya. Misalnya, di daerah Jawa pedalaman masih erat dan kental dengan adanya animisme dan dinamisme. Namun, jika kita lihat di kota-kota besar, sudah susah sekali ditemukan masyarakat yang memercayai hal-hal tersebut. Sama halnya jika kita lihat dengan skala perbandingan yang lebih besar.Â
Jika kita melihat tata cara dan pemahaman agama Hindu di Bali, pasti memiliki perbedaan yang signifikan jika kita melihat agama Hindu di India. Masih banyak perbedaan yang dapat kita amati dari perbedaan geografis.Â
Namun perbedaan-perbedaan tersebut justru merupakan suatu kearifan lokal dan ciri khas budaya tiap daerah. Perbedaan yang ada menjadikan sebuah daerah memiliki ciri khas tertentu, sehingga dapat dikenal dengan budaya beragama mereka yang berbeda dengan daerah lain.
Dalam perbedaan-perbedaan yang ada, kita dapat melihat pasti terdapat benturan atau masalah yang ada diantara dua daerah tersebut. Baik antar daerah di satu negara, maupun antar negara.Â
Masih banyak pemikiran bangsa Indonesia yang berpikir bahwa kita harus meninggalkan nilai budaya khususnya agama. Masyarakat semakin memahami bahwa budaya beragama yang masih sama seperti dulu, harus bisa beradaptasi dan mengikuti perkembangan zaman.Â
Namun, di sisi lain, budaya beragama tidak dapat dihilangkan maupun ‘dibaharui’, karena hal tersebut yang menjadi kearifan lokal suatu daerah. Maka dari itu, kita perlu meninggikan rasa toleransi kita agar tidak menghilangkan budaya yang sudah ada, dan tetap mengikuti perkembangan zaman dengan memegang teguh kepercayaan atau agama masing-masing.Â
Kita juga harus memahami adanya kemungkinan konflik yang terjadi, yang mengharuskan kita memilih nilai agama atau budaya dalam masyarakat. Hal ini masih menjadi pertanyaan yang besar jika dipahami.Â
Kita tidak dapat meninggalkan salah satu nilai hanya karena kita tidak erat dengan salah satunya. Solusi yang ada saat ini hanyalah kompromi dan toleransi, sehingga budaya mengalami penyesuaian yang mendorong lahirnya budaya baru. Agama dan budaya jangan dibenturkan tapi perlu dicari titik persamaannya (Masri, 2021).Â
Dalam buku Communication Between Cultures oleh Samovar (2017), dijelaskan juga ada beberapa strategi dalam menghadapi multikultur di dunia. Salah satunya adalah meningkatkan obrolan atau perbincangan tentang kultur, dan memahami latar belakang tiap individu.Â
Kita perlu meningkatkan obrolan topik kita tentang kultur, agar dapat meningkatkan kesadaran akan perbedaan yang ada. Latar belakang tiap individu perlu diketahui dan dipahami, agar kita dapat berhati-hati dalam berbicara. Kita juga terkadang perlu mengeksplor latar belakang mereka, agar kita memahami perbedaan yang kemungkinan ada di budaya kita dan mereka.
Dari berbagai pemaparan tersebut, disimpulkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang memengaruhi tingkat pengetahuan dan pola pikir manusia. Kebudayaan pasti akan selalu berkembang, dari bentuk yang primitif hingga modern (Azis, 2021). Pada akhirnya, kita perlu meningkatkan toleransi kita terhadap perbedaan-perbedaan tersebut, agar interaksi antar budaya yang terjadi tidak terhalang.
Azis, St. A. (2021, March 12). Opini: Perspektif Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Hubungannya dengan Agama. IAIN PAREPARE. https://www.iainpare.ac.id/opini-perspektif-nilai-nilai-budaya-lokal-dan-hubungannya-dengan-agama/
Bauto, L. M. (2016). PERSPEKTIF AGAMA DAN KEBUDAYAAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama). JURNAL PENDIDIKAN ILMU SOSIAL, 23(2), 11. https://doi.org/10.17509/jpis.v23i2.1616
Mahfuz, A. G. (2019). Hubungan Agama dan Budaya. Tawshiyah: Jurnal Sosial Keagaman Dan Pendidikan Islam, 14(1), Article 1. https://doi.org/10.32923/taw.v14i1.1143
Masri, Abd. R. (2021, November 8). Titik Jumpa Agama dan Budaya—UIN Alauddin Makassar. https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/titik-jumpa-agama-dan-budaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H