Mohon tunggu...
Adrianus U.Sarwuna
Adrianus U.Sarwuna Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Untuk Membangun Motivasi

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Covid-19 dan Covidiot

18 Agustus 2021   14:18 Diperbarui: 18 Agustus 2021   14:39 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan melihat kondisi yang kian memburuk, mau tidak mau rakyat harus masuk pada kesadaran baru dan radikal, betapa yang dibutuhkan saat ini adalah kedisiplinan dan kepatuhan kolektif sebagaai wujud solidaritas dan sinergi untuk menghadapi pandemic. Dalam keadaan kahar (force majeour) yang mengancam kesehatan, ekonomi, psikologis (relasi dan solidaritas sosial warga) (Savoj Zizek, Pandemic Covid-19 Shakes The Word, 2020) butuh sinergi dan solidaritas yang kokoh dari seluruh elemen bangsa untuk memacu kecepatan memerangi pandemic Covid-19.

Seluruh pemuka agama misalnya, perlu lebih tegas mengarahkan umatnya untuk patuh pada peraturan pencegahan pendemi. Pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat penting untuk terus bersinergi melakukan edukasi dan pendekatan kepada masyarakat agar tetap fokus mengikuti anjuran pemerintah. 

Kewaspadaan terhadap Covid-19  harus bisa dikonversi menjadi bentuk komunikasi yang benar, akurat, konsisten, dan real time dan memberikan pencerahan yang menyelurh bagi masyarakat agar memiliki kesadaran untuk memperkuat kedisiplinan mengikuti protokol penanganan Covid-19. Di masa pandemic, hal tersebut setidaknya jauh lebih penting dan proporsional ketimbang pemerintah terlampau menguras energi, dan megkriminalisasi pelaku penyebaran hoax (Freedom House, Princilples for Protecting Civil and Political Rights in the Fight aganis Covid-19, 2020).

Di sisi lain, menciptakan jarak sosial untuk pencegahan pandemic saja sejatinya tidak cukup. Dibutuhkan  kolektivitas moral masyarakat untuk bersiergi memerangi virus dalam pakem Solidaritas Sosial yang kokoh. Menurut Eric Klinenberg dalam artikelnya di The New York Times (14/3/2020) berjudul: We Need Social Solidarity, Not Just, Social distancing, mengkarantinakan warga, menutup sekolah dan kantor bisa menjadi solusi untuk membatasi penyebaran virus, namun itu saja, belumlah memadai. 

Menurutnya, diperlukan suatu upaya mitigasi pro-aktif dan humanis untuk meminimalkan resiko-resiko pahit yang tidak diinginkan sebagaian warga yang rentan, misalnya dengan mengerahkan para relawan-relawan lokal, termasuk mahasiswa, remaja yang ada di wilayah masing-masing untuk terlibat memberi bantuan secara praktis. P

ara kepala daerah sangat diharapkan inisiatif dan perannya untuk memobilisasi para relawan di wilayahnya sehingga penanganan pandemic bisa berjalan kolaboratif dan integratif, bahkan langkah tersebut bisa diperluas untuk lembaga-lembaga korporat termasuk para pengusaha untuk mendermakan tenaga dan sebagaian finansialnya bagi masyarakat yang membtuhkan.

Mengutip pendapat filsuf kebangsaan Jerman , Martin Heideger, situasi "bencana", khususnya yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini, sejatinya bisa mendorong terbitnya empatik dan solidaritas sosial masyarakat untuk terlibat dalam situasi krisis dan traumatic dengan sesama yang membutuhkannya. 

Ini seturut dengan preseden  dimana masyarakat kita memiliki kemampuan resiliensi tinggi. Menurut Caballero Anthony (2006) pandemi merupakan bentuk ancaman keamanan non-tradisional yang setara dengan persoalan bencana alam, degradasi lingkungan, trafficking manusia dan obat terlarang, pembajakan serta kriminalitas internasional. Karenanya, implementasi menajemen  mitigasi bencana yang kolaboratif untuk berbagi resiko secara bersama menjadi keniscayaan. 

Dengan kata lain, jika strategi membangun solidaritas sosial di atas bisa dikapitalisasi secara baik baik oleh pemerintah, maka hal tersebut sudah cukup membantu warga untuk membangkitkan optimism diri maupun secara kolektif dalam mengatasi pandemic. Juga menolong masyarakat keluar dari kepanikan dan ketakutan yang berlebihan, yang hanya akan semakin mengikis imunitas sosial dan biologis masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun