Mohon tunggu...
Adrian Putra
Adrian Putra Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hobi: mengaji, muncak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

3 Ribu WNI Pindah Kewarganegaraan Singapura dalam Jangka 3 Tahun, serta Penyesuaian dengan Teori Kewarganegaraan

5 Juli 2024   21:47 Diperbarui: 5 Juli 2024   22:18 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan bahwa ada 3.912 Warga Negara Indonesia yang pindah kewarganegaraan menjadi Warga Negara (WN) Singapura sepanjang 2019 -- 2022.

Menurut keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Dirjen Imigrasi, Silmy Karim, mengatakan bahwa alasan ribuan WNI pindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura adalah potensi memperoleh taraf hidup yang lebih sejahtera. Meskipun demikian, ia mengaku tidak mempermasalahkan keputusan para WNI tersebut selama dilakukan secara legal dan sesuai hukum. "Saya kira sah-sah saja bagi WNI yang pindah kewarganegaraan demi taraf hidup yang lebih baik selama dilakukan secara legal. Mereka yang pindah ini usia-usia produktif, potensial," ujar Silmy, dikutip Kamis (13/7/2023).

Jika disesuaikan dengan teori dari Andrey Heywood (1994) yang mangatakan bahwa, "Kewarganegaraan merupakan hubungan antara individu dan negara, di mana keduanya terikat bersama oleh hak dan kewajiban timbal balik". Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Maheng di dalam tulisannya yang terdapat di Kompas. Com, ia mengatakan, "Supriadi, seorang diaspora yang saya kenal dan tinggal di Rusia menuturkan bahwa tidak semua orang yang berpindah kewarganegaraan melakukannya karena alasan ekonomi. Menurutnya, tak sedikit orang kaya di Indonesia yang memilih untuk berpindah kewarganegaraan dengan alasan mereka sering mendapat diskriminasi dan perlakuan rasis dari negara asalnya".  Dengan begitu WNI yang berpindah kewarganegaraan menjadi WN singapura itu seharusnya tidak dibenarkan jika memang alasannya adalah karena taraf hidup, dan ekonomi.

Meskipun WNI sudah berpindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura, WNI masih memiliki status WNI dan tidak memiliki ketetapan yang benar-benar kuat bahwa ia telah menjadi Warga negara Singapura tanpa alasan yang kuat. Sedangkan sebagai contoh lainnya, seperti pemain bola timnas Indonesia, meskipun ia tidak tinggal di Indonesia tetapi ia masih berstatus WNI. Jika ia bukan WNI untuk apa ia membela negara yang merupakan bukan tempat tinggal atau tanah airnya. Bukan berarti ia masih memiliki hubungan antara dirinya sendiri dan negara Indonesia.

Menurut data Dirjen Imigrasi, sekitar seribu orang pada setiap tahunnya pindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura. Rata-rata WNI yang berpindah kewarganegaraan adalah kelompok usia produktif, yakni berusia 25 sampai 35 tahun. "WNI yang berpindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura tersebut berada dalam kelompok usia produktif, usia 25 sampai 35 tahun," kata Silmy Karim.

Melihat fenomena tersebut, Dirjen Imigrasi menerbitkan Global Talent Visa yang merupakan turunan dari Golden Visa. Golden Visa diberikan kepada warga negara asing (WNA) yang memiliki keahlian atau keterampilan mumpuni di bidangnya. Melalui Golden Visa, Indonesia dapat memperoleh kontribusi dari para WNA tersebut di bidang perekonomian dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Kebijakan visa ini diharapkan mampu mendorong kualitas negara dalam aspek ekonomi dan teknologi melalui SDM berkualitas dari mancanegara.

"Kita berharap kebijakan Global Talent Visa menarik talenta terbaik dunia supaya datang dan berkontribusi di Indonesia," ujar Silmy.

"Indonesia butuh sumber daya manusia yang produktif dan potensial, tidak hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar. Ini jadi salah satu latar belakang kami inisiasi Global Talent Visa," pungkas Silmy. Menurut Silmy, jika telah memenuhi kriteria yang ditetapkan Imigrasi, WNA akan diberikan Global Talent Visa berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Indonesia.

Lalu tentang perkataan dirjen imigrasi di atas yang menyiadakan Visa golden untuk masyarakat asing yang memiliki keterampilan dan keahlian yang baik, bukankah dengan begitu menyediakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat asing di dalam negeri ? sedangkan masyarakat dalam negeri saja masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak atau sesuai dengan keahliannya.

Sedangkan jika permasalahan ini disandarkan dengan teori T.H. Marshall (1950) yang lebih mendefinisikan bahwa kewarganegaraan sebagai suatu yang normatif. Marshall menyebut bahwa kewarganegaraan merupakan keanggotaan penuh dari suatu komunitas. Akan tetapi timbul pertanyaan jika permasalahan ini disandarkan kepada pendapat Marshall, yaitu, apakah perpindahan kewarganegaraan tersebut merupakan rencana suatu komunitas atau individu?.

Jika kebanyakan dari WNI yag berpindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura dengan alasan taraf hidup, eknomi dan sebagainya, lalu pendapat Supriadi yang dikutip oleh Maheng, yang menyatakan bahwa tidak semua orang berpindah kewarganegaraan karena alasan ekonomi. Sebab orang kaya di Indonesia juga banyak yang berpindah kewarganegaraan, bukan karena taraf hidup ataupun ekonomi, akan tetapi karena mereka merasa sering mendapatkan diskriminasi dan perilaku rasis dari masyarakat setempatnya atau negaranya.

WNI yang berpindah kewarganegaraan kebanyakan juga dari umur 25-35 tahun yang di mana umur tersebut masih sangat produktif untuk bekerja. Jika para WNI ini merupakan rakyat menengah atau bahkan rakyat bawah, dan sebab itulah ia susah mendapatkan pekerjaan sehingga ia berani berpindah kewarganegaraan. Marshall berpendapat bahwa warga negara memiliki tiga elemen kewarganegaraan, yaitu hak sipil, hal politik, dan hak sosial. Jika disandingkan dengan pendapat Marshall yang telah dipaparkan sebenernya WNI tersebut memiliki hak, maupun dari golongan bawah ataupun golongan menengah.

Dengan begitu WNI rakyat menengah atau rakyat bawah yang kesulitan mencari lapangan pekerjaan karena tidak adanya kesetaraan antara rakyat bawah, menengah hingga rakyat atas, andaikan kesetaraan itu ada dan berlaku di tanah air ini berlaku mungkin tidak banyak atau bahkan tidak ada orang di luar sana yang menjadi pengangguran, yang kemudian mengambil keputusan untuk pindah kewarganegaraan. Gill (2006) berkata," Orang miskin yang benar-benar disibukkan dengan tugas untuk bertahan hidup, tidak menjadi anggota masyarakat sipil atau warga negara, meskipun secara formal mereka menikmati keanggotaan di kedua bidang tersebut". Bukan kah, dengan begitu tidak ada yang namanya kesetaraan ? padahal warga negara berhak mendapatkan hak-haknya dan wajib menjalankan kewajibannya.

Yang saya harapkan untuk kita para mahasiswa/mahasiswi semoga bisa membantu rakyat bawah ataupun rakyat menengah yang tidak mendapatkan kesetaraan agar bisa mendapatkan kesetaraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun