Mohon tunggu...
Adrian Azka Ghafar
Adrian Azka Ghafar Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa/Universitas Airlangga

mahasiswa kedokteran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Patah Tulang ke Penglihatan Tajam: Kisah Student Exchange di Hospital Canselor Tuanku Muhriz Malaysia

4 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 4 Desember 2024   09:21 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai mahasiswa kedokteran, aku selalu memiliki keinginan untuk merasakan pengalaman belajar di luar negeri setidaknya sekali selama kuliah. Alasan utamaku memilih Malaysia sebenarnya cukup sederhana, aku ingin tetap berada di negara yang mayoritas penduduknya muslim, dan dengan budaya yang tidak jauh berbeda dari Indonesia. Setelah mendengar banyak cerita dari kakak tingkat yang pernah menjalani program exchange di Malaysia, aku pun memberanikan diri mendaftar. Alhamdulillah, aku diterima untuk melakukan program elektif di Hospital Canselor Tuanku Muhriz (HCTM) milik Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) di Cheras, Kuala Lumpur.

Program ini memberikan aku kesempatan untuk terjun langsung ke dunia klinik selama satu bulan penuh, sebelum akhirnya memulai fase dokter muda di semester mendatang. Aku ditempatkan di dua departemen: Ortopedi selama dua minggu pertama, lalu  Oftalmologi di dua minggu berikutnya. Pengalaman ini benar-benar memperluas wawasanku tentang dunia kesehatan dan memberikan banyak pelajaran baru.

Dua Minggu di Departemen Ortopedi

Setiap pagi di Departemen Ortopedi, rutinitasku dimulai dengan ward round—semacam visite ke pasien-pasien yang dirawat di bangsal rumah sakit. Aku ikut bersama para dokter spesialis untuk mengamati bagaimana mereka menangani pasien, mendiskusikan kondisi klinis, dan memutuskan langkah-langkah perawatan selanjutnya.

Siangnya, aku biasanya berada di klinik rawat jalan. Di sini, aku mengamati bagaimana dokter memeriksa pasien dengan berbagai keluhan ortopedi, mencatat setiap hal yang menarik, dan membandingkannya dengan praktek dokter di Indonesia. Salah satu pengalaman berkesan di dua minggu ini adalah ketika aku diberi kesempatan untuk mengamati operasi periprosthetic intertrochanteric fracture—sebuah pengalaman pertama yang tak akan kulupakan selamanya.

Hal yang paling menyenangkan di departemen ini bagiku adalah bertemu dengah teman-teman baru dari UKM, mereka adalah Madhavan, Widad, Yong, dan Farzana. Mereka sangat ramah dan membantuku beradaptasi selama dua minggu di Departemen Ortopedi. Mereka selalu mengajakku dalam diskusi mereka, bahkan mereka mengajakku untuk ikut ke perpustakaan milik Fakultas Kedokteran UKM, di sana aku menyadari bahwa kampus ini memiliki buku yang menurutku cukup lengkap dan tertata rapi.

Dua Minggu di Departemen Oftalmologi

Pengalamanku di Departemen Oftalmologi sedikit berbeda. Setiap pagi, aku langsung menuju ke klinik mata untuk mengamati pemeriksaan pasien dan itu berlangsung hingga siang atau sore. Fokus utama di departemen ini adalah pasien dengan berbagai gangguan penglihatan, mulai dari kasus sederhana seperti rabun jauh hingga kasus rumit seperti katarak.

Yang paling menarik di selama penempatanku di Departemen Oftalmologi HCTM adalah aku mendapat kesempatan untuk menyaksikan operasi phacoemulsification—prosedur operasi untuk menangani pasien katarak. Aku terkesan dengan bagaimana teknologi modern digunakan dalam prosedur operasi ini, secara spesifik yaitu ketika lensa mata yang sudah berkabut diangkat, kemudian lensa mata buatan dimasukkan dan dipatenkan di dalam mata sang pasien.

Namun, secara keseluruhan, pengalaman di Departemen Oftalmologi terasa lebih singkat dan sederhana dibandingkan di Departemen Ortopedi. Mungkin karena interaksi sosial yang lebih terbatas, atau mungkin karena fokusnya lebih banyak pada prosedur rutin saja.

Perbedaan Sistem Kesehatan

Bagaimana sistem pelayanan kesehatan di Malaysia dibandingkan dengan Indonesia? Secara umum, tidak banyak perbedaan besar antara keduanya. Dokternya beragam—ada yang ramah dan ada juga yang sedikit cuek, mirip seperti di Indonesia. Perawat di sana juga sangat baik dan membantu. Pasien? Ya, sama saja. Ada yang kooperatif, tapi ada saja yang rewel.

Namun, yang aku rasakan, pelayanan kesehatan di Malaysia terasa lebih terstruktur dan efisien, menurutku mungkin karena fasilitas dan teknologi yang mendukung, terlihat dari alat-alat pemeriksaan yang kebanyakan adalah keluaran terbaru. Alasan lain yang menurutku juga masuk akal adalah baiknya sistem asuransi kesehatan yang dikelola oleh negara, sehingga sistem tersebut terasa tidak merugikan tiap pihak yang terlibat, baik itu pihak pasien maupun pihak tenaga kesehatan dan rumah sakit.

Tantangan, Pembelajaran, dan Refleksi

Selama mengikuti program ini, salah satu tantangan terbesarku adalah memulai interaksi dengan orang-orang di rumah sakit. Aku sering merasa canggung saat ingin berbicara dengan dokter, perawat, atau bahkan pasien. Mungkin karena aku masih kurang percaya diri, atau terkadang terhalang oleh perbedaan bahasa dan budaya. Tapi di balik rasa canggung itu, aku belajar banyak hal.

Program ini memberiku banyak pengalaman pertama yang berharga:

  • Menganamnesis pasien di bangsal, menghadapi langsung berbagai macam keluhan.
  • Mengamati pemeriksaan fisik dan mencoba memahami pola pikir dokter dalam mengambil keputusan klinis.
  • Menyaksikan prosedur operasi dari awal hingga akhir, termasuk operasi periprosthetic interthrocanteric fracture di Departemen Ortopedi dan phacoemulsification di Departemen Oftalmologi.
  • Memasang infus ke pasien sungguhan—yang awalnya membuatku gugup, tapi akhirnya bisa aku lakukan dengan baik.

Pengalaman ini benar-benar membuka mataku tentang dunia klinik. Aku semakin sadar bahwa menjadi dokter bukan hanya tentang teori, tapi juga tentang bagaimana kita berinteraksi dengan pasien dan tim medis di lapangan.

Sekarang, aku mulai memikirkan arah masa depanku. Apakah aku akan mendalami Ortopedi, dengan segala tantangan kasus patah tulang dan cedera yang kompleks? Atau mungkin aku lebih cocok di Oftalmologi, membantu pasien mendapatkan kembali penglihatan mereka?

Entahlah. Aku masih belum yakin. Tapi yang pasti, pengalaman ini telah memberiku kepercayaan diri dan motivasi untuk terus belajar dan berkembang. Seperti kata seorang bijak, "Kamu tidak akan bisa menemukan lautan baru jika tidak berani kehilangan pandangan dari daratan." Dan aku bersyukur karena program ini membawaku berlayar jauh hingga aku tidak dapat memandang daratan tempat asalku, yang dengannya aku  menemukan lautan baru nan luas di sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun