Tragedi Kanjuruan Malang mengawali lembaran bulan Oktober 2022 sebagai cerita pilu. Tidak hanya bagi keluarga para korban jiwa, dunia sepak bola Indonesia, tetapi sesungguhnya juga menjadi catatan kelam dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat bangsa Indonesia.
Mengapa juga bisa menyangkut kehidupan sosial dan bermasyarakat? Karena pertandingan sepak bola ternyata tidak hanya sebatas pertandingan olah raga, tetapi juga membawa makna hiburan (entertain), bisnis (ekonomi) dan interaksi antar manusia (suporter).
Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tragedi Kanjuruhan. Diantaranya adalah penyelenggara dan panpelnya, pengendalian keamanan, suporter hingga faktor regulasi.
Saya mencoba untuk mengulas salah satu faktor tersebut yakni dari sisi suporter. Hal ini karena bagaimanapun sempurnanya penyelenggaraan sebuah event pertandingan, faktor suporter menjadi salah satu faktor penting yang terkadang memberi pengaruh tidak terduga.
Saat mengikuti berita tragedi Kanjuruhan, bagaimana suporter turun ke lapangan saat tim yang mereka dukung mengalami kekalahan, maka tak dapat dipungkiri, sportif atau sportifitas adalah kata yang akan muncul di dalam benak. Maryati (2011) dalam buku "Mengenal Sepak Bola" menuliskan sportifitas adalah sikap adil dan jujur mengakui kelemahan dan kekurangan diri dihadapan lawan.
Sikap sportif juga berkaitan dengan pengakuan akan kelebihan dan keunggulan lawan. Dan sikap sportif seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemain tetapi juga seluruh suporter yang hadir menonton dan memberi dukungan untuk tim kebanggaanya.
Sportifitas tentunya tidak mudah terbentuk begitu saja dalam diri setiap insan. Seperti halnya sikap lain dalam diri setiap manusia, sportifitas terbentuk melalui serangkaian latihan dan pengalaman.
Peristiwa Kanjuruhan kemudian mengingatkan saya pada proses akreditasi sekolah beberapa tahun silam pada satuan pendidikan tempat saya bertugas sebagai pendidik. Saat itu, saya tergabung dalam tim di sekolah untuk mempersiapkan proses akreditasi sekolah yang dilakukan oleh BAN setiap lima tahun.
Saat proses assement berlangsung, saya berhadapan dengan salah satu assesor dengan seperangkat instrumen penilaian, salah satu yang dinilai adalah tentang kegiatan-kegiatan sekolah yang mendukung terbentuknya sikap sportif dalam diri peserta didik. Semakin banyak kegiatan-kegiatan perlombaan yang dilakukan/ diikuti sekolah dan semakin tinggi persentase peserta didik yang mengikuti kegiatan maka point nilai juga semakin tinggi.