Mohon tunggu...
adrian indra
adrian indra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

KILAS BALIK KEPEMIMPINAN JOKOWI TAHUN 2014 dan TANTANGAN 2015

8 April 2015   22:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21 7765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.Catatan Sejarah di tahun2015

Tahun 2015 bulan Juni ini Presiden Jokowi genap berusia 54 tahun, Jokowi bisa disebut sebagai presiden pertama di Indonesia dengan latar belakang biasa-biasa saja. Layaknya rakyat kebanyakan. Ia menembus sekat-sekat elite politik di Indonesia yang secara tradisi didominasi para petinggi partai politik maupun militer. Merepresentasikan rakyat kebanyakan, Jokowi dipandang mampu membawa harapan dan perubahan besar. Perlu dicatat, harapan-harapan tersebut tidak hanya mewujud dalam ketertarikan personal kepada Jokowi. Ada fenomena baru yang muncul dalam pemilihan umum kemarin. Sebutlah aksisawerandari masyarakat untuk dana kampanye Jokowi-JK. Selain itu yang fenomenal juga masifnya kemunculan relawan nonpartai dari berbagai latar belakang yang membantu memenangkan Jokowi. Keberadaan relawan nonpartai ini menjadi faktor menentukan dalam kemenangan Jokowi apabila melihat bahwa koalisi partai politik pendukungnya kalah secara jumlah jika dibandingkan dengan koalisi pendukung Prabowo. Dalam fenomena politik yang baru ini, media memiliki peran yang sangat penting. Di era personalisasi politik, peran media telah menggantikan fungsi tradisional partai politik. Sosok seorang tokoh jauh lebih penting daripada partai politik yang ada di belakangnya. Di lain pihak, media memiliki peran dengan “membesarkan” nama Jokowi melalui rangkaian berita demi berita sejak Jokowi menjadi Walikota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta, ketika maju dalam gelanggang pemilihan Presiden, juga setelah resmi dilantik sebagai presiden Republik Indonesia.

Jokowi berasal dari kalangan orang biasa, tanpa ikatan dan dosa penguasa masa lalu, sehingga menumbuhkan harapan baru regenerasi kepemimpinan di pentas nasional. Bagi masyarakat, pemimpin baru senantiasa menumbuhkan harapan baru. Gagasan revolusi mental untuk melakukan perubahan disambut dengan besarnya ekspektasi rakyat. Tak hanya slogan jujur, merakyat, dan sederhana, tetapi inisiasi dan karya nyata seperti mobil Esemka, kerja kerasblusukanke berbagai tempat, menjadi daya tarik yang memukau. Tak mengherankan, Jokowi melesat dari Solo menaklukkan Ibu Kota hingga menjadi orang nomor satu di republik ini.

Kinerja pemimpin menjadi titik sentral maju-mundurnya kapal yang dikemudikan. Ia dituntut untuk menginspirasi, menggerakkan, dan memobilisasi sehingga dapat berjalan bersama mencapai tujuan. Kepemimpinan, menurut filsuf William James, tak lepas dari aras pemikiran dan tindakan. Visi harus sejalan dengan aksi. Gagasan mesti berbanding lurus dengan kebijakan. Di sinilah aura kepemimpinan Jokowi diuji. Keefektifan kinerjanya dalam memimpin dipertanyakan. Penyelesaian konflik KPK vs Polri yang berlarut-larut, melenggangnya perpanjangan kontrak Freeport yang merugikan, munculnya proyek mobil nasional Proton, menjadi sekelumit potret pengambilan keputusan yang tidak tegas alias membingungkan.

Janji kabinet ramping, program kartu sakti, membeli kembali Indosat, tersandera transaksi politik balas budi, yang bertentangan dengan Nawacita yang terus didengungkan. Tipikal kepemimpinan transaksional mengutamakan maksimalisasi keuntungan dalam setiap keputusan. Pemimpin transaksional menggunakan konstituen karena ada sesuatu (Machiavellian) dan untuk mendapatkan sesuatu, terutama keuntungan nominal. Sebaliknya, pemimpin transformatif bergandeng erat, memotivasi, membantu, menggerakkan passion masyarakat untuk menciptakan sekaligus mencapai tujuan bersama yang terbaik. Pemimpin transformatif mampu membuat kebijakan yang sulit serta berani mengambil risiko.

1. Pemimpin Titisan Hayam Wuruk dan Jendral Soedirman ( Bukan pemimpin boneka ).

Negara Venezuela beruntung punya Chavez yang tegas. Indonesia pun harus bangga punya pemimpin pemberani, seperti Soekarno. Mereka adalah figur pemimpin transformatif yang bertakhta di hati rakyat, pemimpin yang energik, berani ambil risiko, optimistis, empatik, dan persuasif. Pemimpin transformatif membangkitkan harapan, juga berupaya mengatasi masalah, rasa takut, frustrasi, dan kegundahan yang melanda rakyat. Bung Karno berpenampilan perlente, tetapi hati, pikiran, dan tindakannya ditujukan untuk rakyat. Sebagai pemimpin besar revolusi, Bung Karno tidak hanya memerdekakan, tetapi juga memberdayakan, bukan memperdayai rakyat. Ia patut menjadi contoh pemimpin yang konsisten dalam visi dan aksi, antara mimpi besar dan kerja nyata.

Semboyan "Go to hell with your aid!," "Ganyang Malaysia!" menjadi wujud keberanian dalam melawan intervensi asing demi tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konferensi Asia-Afrika 1955 yang melahirkan Dasa Sila Bandung menjadi tonggak sejarah peran serta bangsa-bangsa terjajah dalam mewujudkan perdamaian dan kerja sama dunia.

Kepemimpinan modern dihadapkan pada konteks dan tantangan yang dinamis. Namun, kinerja pemimpin tetap menjadi denyut nadi maju-mundur, hidup-mati institusi yang dipimpinnya. Seperti kata Napoleon, a leader is a dealer in hope. Pemimpin modern harus mendorong masyarakat dalam menciptakan tujuan, memperkuat kohesi sosial, menyediakan tatanan sekaligus memobilisasi kerja kolektif secara efektif. Di era demokrasi rakyat dituntut aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan. Kepercayaan publik juga menjadi keniscayaan. Tak ada pemimpin yang sempurna dan sejarah telah menjadi laboratorium yang tidak sempurna. Angin dan badai selalu mengarungi nasib pemimpin, seperti dialami Chavez dan Soekarno. Mereka terbukti menjadi sosok pemimpin yang dirindukan bukan semata-mata karena jabatan, melainkan lebih pada apa yang telah mereka lakukan.

Jokowi pun akan dikenang rakyat tidak saja karena ia seorang wali kota, gubernur, atau presiden, tetapi dari apa yang telah ia perbuat! Sama seperti Obama yang dijuluki presidennya rakyat kebanyakan, Jokowi juga menanggung beban harapan rakyat kebanyakan yang terlalu berat dan sulit diwujudkan. Sebagai presiden Indonesia pertama yang tidak memiliki akar di zaman rezim Suharto, para pendukungnya mengharapkan keajaiban dari Jokowi.

Akan tetapi, sejak kampanye calon presiden di tahun 2014, sudah muncul kekhawatiran terkait kurangnya pengalaman politik Joko Widodo di panggung politik nasional, dimana kubu elit politik memainkan bola panas sesuai dengan kepentingan masing-masing. Memang benar, Jokowi tidak pernah mengatakan bahwa membenahi perekonomian dan penumpasan korupsi, yang jadi prioritas programnya, akan jadi tugas mudah. Tapi juga cukup fair, jika mengangap bahwa Jokowi tidak pernah mengantisipasi, betapa sulitnya tugas utama tersebut, jika ia sudah sampai di puncak kekuasaan. Walau begitu, presiden Jokowi berulang kali telah merasakan pahitnya realita politik. Di Negara negara demokratis, masa pasca pemilihan selalu merupakan saat membayar utang janji saat kampanye. Sekaligus kesempatan bagi presiden yang beru terpilih untuk menggalang dukungan baru yang lebih luas.

Tapi konstelasinya bagi Jokowi sangat rumit. Memang PDI-Perjuangan menominasi dia sebagai kandidat partai itu untuk maju sebagai calon presiden. Tapi di sisi lainnya, ketua PDI-Perjuangan, mantan presiden Megawati Sukarnoputri juga bukan mitra erat yang benar-benar mendukung sepenuhnya. Selain itu, Jokowi harus berusaha menepis tudingan publik, bahwa dia sebetulnya hanya boneka dari penguasa yang sebenarnya di belakang layar. Artinya, Jokowi harus mengotorkan tangannya dalam proses politik dangan sapi yang carut marut. Susunan Kabinet pemerintahan Jokowi merefleksikan balas jasa politik kepada Megawati Sukarnoputri sekaligus menunjukkan nepotisme yang jauh lebih luas ketimbang perkiraan. Hal itu memicu kekecewaan besar di kalangan pendukungnya. Lebih parah lagi, ketika Jokowi berusaha meraih dukungan dari kalangan internal partainya PDI-P, justru bola panas yang harus ia tangkap, yang menjerumuskannya pada krisis terberat pertama pada jabatannya. Akhirnya, ujian terhadap kepemimpinan dan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah bangsa, masih akan dihadapi Jokowi. Masih akan ada pihak yang bertanya, siapa dan bagaimana itu Jokowi karena dia memang sosok baru dalam sejarah kepresidenan Indonesia.

2. Buah reformasi

Jokowi tak berasal dari darah biru politik Indonesia, seperti Megawati Soekarnoputri yang anak Presiden Soekarno atau Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang adalah cucu pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Ashari. Jokowi juga bukan seperti Susilo Bambang Yudhoyono yang sejak muda dilatih kepemimpinan secara ketat di TNI dan beristrikan Ny Ani Yudhoyono yang adalah anak tokoh nasional Sarwo Edhie Wibowo. Jokowi juga tak punya pendidikan tinggi dari luar negeri serta punya karier intelektual yang cemerlang, seperti BJ Habibie. Jokowi juga bukan seorang ideolog yang kharismatik, seperti Soekarno.

Jokowi juga tak mengendalikan partai politik, seperti Yudhoyono dan Megawati, atau punya pendukung kultural yang fanatik, seperti Gus Gur. Meski demikian, Jokowi berhasil jadi presiden lewat pemilu damai. Kemunculannya tak didahului hiruk-pikuk politik yang berdarah, seperti yang terjadi pada 1965/66 atau bahkan 1998.

Dengan latar belakang ini, Jokowi dapat disebut menjadi salah satu produk reformasi 1998. Tanpa reformasi, Jokowi mungkin masih menjadi pengusaha mebel. Reformasi yang membuat orang seperti Jokowi bisa jadi Wali kota, Gubernur, dan lalu Presiden. Keberhasilan Jokowi menjadi Presiden, akhirnya menumbuhkan harapan bahwa orang biasa, yang tak memimpin partai politik, tak berdarah biru, tak cukup kaya, dan berpendidikan biasa, bisa menjadi orang nomor satu di Indonesia melalui pemilu yang damai dan transparan. Inilah salah satu satu buah dari reformasi dan demokratisasi di Indonesia.

Akhirnya, satu persatu medan pertempuran dan berbagai ujian yang dihadapi Jokowi, telah berhasil dilewati dan hal ini secara tidak langsung juga menjadi catatan sejarah terhadap perjalanan demokrasi Indonesia. Demokratisasi adalah sebuah proses. Belajar menjadi syarat keberhasilan di sebuah proses. Agar demokratisasi di Indonesia tetap berada di jalur yang benar, semua pihak, termasuk Jokowi, perlu terus belajar dari berbagai hal, termasuk dari kasus Budi Gunawan.

Jokowi mengalami nasib sial, atau sejumlah lainnya melontarkan argumen "bodoh" dengan menyetujui nominasi Budi Gunawan, jenderal polisi bintang tiga yang dikenal "dekat" dengan Megawati, untuk menduduki jabatan Kapolri. Pada poin ini, sebetulnya presiden bisa bertindak tegas dengan membatalkan nominasi. Tapi Jokowi tidak melakukan langkah ini. Malahan secara naif ia menyerahkan tema ini kepada DPR yang dikuasai partai-partai penentangnya, dengan harapan parlemen akan menolak nominasi. Sebaliknya dari yang diharapkan, DPR justru mendukung secara aklamasi pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Beberapa hari setelah DPR menerima secara aklamasi, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi. Tapi sebetulnya Jokowi juga sudah tahu, bahwa Budi Gunawan sudah diamati KPK selama 5 tahun terkait rekening gendut pejabat Polri. Spiral krisis makin memburuk, ketika Bareskrim Polri menangkap wakli ketua Bambang Widjojanto, dengan tuduhan memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah dan menjadikannya tersangka. Babak baru sengketa Cicak versus Buaya itu membuat citra presiden makin compang-camping dan membuat Jokowi makin sulit memainkan pengaruhnya. Krisis terus mengguncang.

Tapi terlepas dari kasus pencoreng citra ini, adalah tidak fair jika melontarkan argumen bahwa awal karirnya sebagai presiden. Disaat orang ramai membicarakan kecelakaan AirAsia yang menewaskan 162 penumpang dan awaknya, Jokowi mendemonstrasikan kepiawaiannya dalam memimpin. Ia mengambil alih koordinasi pencarian dan evakuasi serta memerintahkan pengkajian ulang aturan keselamatan penerbangan. Tindakan positif lainnya adalah kebijakan mencabut subsidi BBM, yang amat membebani anggaran negara yang bukan rahasia lagi, merupakan lahan subur untuk penyelewengan. Kebijakan ini, "untungnya" didukung anjloknya harga minyak mentah di pasar dunia. Namun harus disadari, jika harga minyak kembali naik, presiden akan kembali dimaki rakyat. Langkah lainnya yang diacungi jempol oleh rakyat di dalam negeri adalah penenggelaman kapal asing pencuri ikan serta eksekusi hukuman mati 6 penyelundup narkoba, lima diantaranya warga asing. Walau begitu keputusan eksekusi mati itu dikritik sejumlah negara, terutama yang warganya dihukum mati. Kini terdapat sinyal lain yang memicu harapan. Ketegangan dengan oposisi di DPR kelihatan mulai mengendor dan konsensus politik akan digalang. Hanya jika hal itu terwujud, Jokowi akan mampu memulai menggerakkan reformasi vital tanpa menggerogoti popularitasnya. Walau begitu, semua rencana kerja reformasi itu amat tergantung dari kesepakatan revisi anggaran negara yang akan dibahas parlemen Februari mendatang. Pertanyaan besar saat ini adalah, apakah momentum "Yes We Can" Jokowi itu mampu meloloskan dia dari ujicoba berat di awal masa jabatannya sebagai presiden.

B.Catatan Media di tahun 2015

100 hari lebih sudah Jokowi memimpin negeri ini. Kebijakan-kebijakan telah dibuat dan mulai dieksekusi. Tentu saja dalam dunia politik, tidak semua pihak sepakat atas kebijakan yang diambil. Sepakat atau tidak sepakat, adalah sebuah kewajaran. Perbedaan pendapat tersebut malah bisa berfungsi sebagai salah satu saranacheck and balancedalam melihat kinerja pemerintahan. Koreksi atau catatan atas seratus hari pemerintahan yang baru bertebaran di berbagai media maupun ruang-ruang yang lain seperti yang dilakukan lembaga survei. Periode awal 100 hari pemerintahan acapkali dipandang krusial karena menjadi semacam penanda akan dibawa ke mana arah negeri ini di bawah kepemimpinan nasional yang baru.

Harapan masyarakat yang begitu tinggi tentu menjadi beban yang berat bagi Jokowi. Publik berekspektasi tinggi. Namun, baru di seratus hari berlangsung, ekspektasi yang begitu tinggi ini anjlok secara drastis. Sebuah lembaga survei melansir hasil survei terbarunya yang menyatakan bahwa hanya 25% publik yang merasa puas terhadap pemerintahan Jokowi. Padahal ia dipilih oleh sekitar 53% dari seluruh pemilih. Artinya Jokowi kehilangan kepercayaan lebih dari separuh pendukungnya sendiri.

Melihat tingkat kepuasan dan ekspektasi yang anjlok drastis tersebut, menarik untuk melihat bagaimana peran media massa yang sebelumnya juga memiliki andil besar dalam “membesarkan” nama Jokowi. Kuasa media tentu tidak sebatas untuk membesarkan semata. Ia juga bisa mengerdilkan sesuatu yang tergantung pada konten dan pembingkaian informasi yang dilakukan media.

Apalagi jika konten yang diberitakan terkait dengan permasalah politik yang konkret seperti pemberitaan informasi politik mengenai isu-isu kebijakan-kebijakan. Ditambah, publik kebanyakan menyandarkan informasi politik mereka kepada media, dan informasi tersebut mampu mempengaruhi persepsi publik. Maka media tidak mungkin dilepaskan dalam melihat pergeseran tingkat kepercayaan publik kepada Jokowi. Jika dirangkum, dalam periode awal pemerintahan baru ini tercatat narasi-narasi besar dalam visi pidato pelantikan dan juga visi janji-janji kampanye Jokowiyang diturunkan menjadi kebijakan-kebijakan. Pertama, ihwal fokus pada pembangunan yang berbasis kemaritiman. Kedua, merombak kultur pemikiran, etos kerja dan pendidikan melalui revolusi mental. Ketiga, pengadaaan jaminan sosial. Keempat, ketersediaan dan kemandirian energi, diwakili oleh kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Kelima, meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pelebaran celah fiskal dan pengondusifan iklim investasi. Keenam, penegakan hukum, diwakili oleh isu pemilihan jaksa agung dan kepala Polri.

Masih ada beberapa bidang lagi yang tercantum dalam visi-misi Jokowi. Namun, penelitian ini hanya akan fokus pada enam bidang yang telah disebutkan. Pasalnya enam bidang tersebutlah yang paling santer dibincangkan. Selain itu, narasi dari visi tersebut juga sudah mewujud menjadi kebijakan yang telah dilakukan.

Perspektif yang akan dipergunakan untuk melihat pemberitaan pemerintahan Jokowi atas keenam isu kebijakan tersebut adalahpolitical news journalism.Irisan penelitian antara bidang komunikasi politik dan jurnalisme. Karena objek yang diteliti merupakan arsiran antara dua bidang tersebut. Maka, secara substansi, teori yang akan dipergunakan adalah dari Barelson, Lazarfeld, dan McPhee (1954) mengenai takaran kualitas isu kebijakan dalam informasi politik.Informasi politik dinilai berdasarkan kriteria ada tidaknya: (1) pemaparan isu; (2) konteks; (3) relevansi; (4) alternatif isu kebijakan; (5) konsekuensi kebijakan. Semakin lengkap unsur informasi politik yang tedapat dalam berita, berarti semakin berkualitas informasi politik di dalam pemberitaannya.

1.Isue seputar kinerja para menterinya di mata para neetizen.

Memang masih terlalu dini untuk memberikan penilaian, namun pada faktanya selama 100 hari ini pemerintahan Jokowi-JK ramai diwarnai oleh sejumlah kontroversi.

Di awal perjalanan, pemerintahan Jokowi-JK sempat terganggu bisingnya kisruh politik di parlemen antara dua koalisi. Kontroversi tak hanya datang dari luar Istana, tapi kadang juga datang dari keputusan Jokowi sendiri. Salah satunya yang paling signifikan adalah terkait orang-orang pilihan Jokowi dalam menjalankan pemerintahan.

Sejumlah posisi menteri strategis diisi oleh tokoh-tokoh di luar prediksi. Dari sejumlah nama tokoh tersebut, ada yang berhasil menuai simpati publik lewat kebijakan-kebijakannya, namun ada juga yang malah menumbuhkan sikap apatis masyarakat terhadap Jokowi, karena sang tokoh tersebut dianggap kurang kompeten dan dipilih hanya untuk memenuhi jatah kursi partai politik.

Boomee memantau perbincangan di linimasa Twitter terkait kinerja seluruh menteri Kabinet Kerja sejak mereka mulai menjabat hingga 100 hari pemerintahan Jokowi. Dari kicauan-kicauan para pengguna Twitter ini, didapatkan sejumlah temuan menarik. Siapakah menteri yang berhasil menuai simpati di Twitter? Lalu siapa pula menteri yang paling sering jadi bahan celaan netizen?

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi menteri terpopuler di Twitter sejauh ini. Setelah diumumkan sebagai menteri, Susi sudah menarik perhatian karena sosok dan kepribadiannya yang unik, sehingga kehidupan pribadinya pun ikut tersorot. Kinerjanya sebagai menteri meraih popularitas besar karena ia membuat terobosan-terobosan baru untuk kebijakan kelautan dan perikanan nusantara, meski beberapa di antaranya, seperti penenggelaman kapal nelayan asing, bersifat kontroversial.

Buzz kinerja Susi terpaut jauh dengan buzz menteri-menteri lain yang punya perolehan ketat, termasuk Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang berada di urutan kedua. Jonan merupakan subjek hulu dalam perbincangan-perbincangan netizen pasca jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 yang mengorek bobroknya infrastruktur transportasi udara tanah air. Sejumlah keputusan Jonan terkait insiden tersebut dianggap terlalu terburu-buru dibuat, seperti penentuan minimal batas bawah tiket pesawat murah.

Setali tiga uang dengan Jonan, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi juga mendulang buzz tinggi setelah muncul krisis. Nahrawi menjadi pusat aduan para pencinta sepakbola setelah buruknya penampilan tim nasional senior Indonesia dalam turnamen AFF 2014. Netizen menuding lembaga PSSI sebagai biang kemerosotan prestasi timnas karena politik dan kepentingan pribadi para petingginya. Nahrawi pun mengevaluasi kinerja PSSI dengan membentuk Tim Sembilan dan mendapat tanggapan positif.

Tidak semua menteri Kabinet Kerja ramai disorot di linimasa Twitter. Namun, bukan berarti punya buzz rendah berarti tidak mempunyai kinerja kongkret. Di antara sejumlah menteri yang sepi perbincangan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise jadi sosok yang paling jauh dari sorotan netizen. Yohana terpilih karena pengalamannya mengamati pola kehidupan kaum perempuan dan anak-anak di masyarakat, khususnya di kawasan timur Indonesia. Sejak jadi menteri, Yohana mengaku kebanjiran laporan mengenai beragam kasus pelanggaran hak-hak anak dan perempuan dan kekerasan seksual. Rencananya membentuk Satuan Tugas khusus yang menangani masalah tersebut tampaknya harus tertunda karena terbatasnya alokasi dana APBN. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menjadi menteri koordinator yang paling sepi buzz. Padahal, kementerian ini khusus dibentuk Jokowi untuk mewujudkan visi Indonesia negara maritim. Indroyono juga terpantau sering diberitakan media. Hanya saja, netizen belum dapat melihat atau merasakan langsung dampak dari kebijakan-kebijakan yang dibuat Menko Maritim.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat kementerian punya pengaruh besar terhadap sentimen masyarakat. Untuk hal tersebut, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Anies Baswedan tampaknya cukup paham. Anies menyeruak di antara menteri-menteri lainnya dengan perolehan sentimen positif cukup besar dan menempati posisi keempat.

Dalam 100 hari pemerintahan Jokowi, Anies mengeluarkan dua buah kebijakan yang diterima baik oleh masyarakat secara luas. Kebijakan tersebut adalah penghentian kurikulum 2013 yang dianggap memberatkan pelajar dan penghapusan Ujian Akhir Nasional (UAN) sebagai standard kelulusan sekolah-sekolah. Anies sempat mendapat kritik dari sejumlah pemuka agama terkait aktivitas doa di sekolah, namun hal tersebut tak meredam sentimen positifnya di linimasa Twitter.

Jika kinerja Anies disambut positif, lain halnya dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Kementerian yang dipimpin Puan merupakan kementerian koordinator baru yang membawahi beberapa kementerian lain, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun, buzz Puan di linimasa Twitter sarat dengan sentimen negatif. Menko PMK fokus menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Salah satu upayanya adalah dengan menjalankan program Kartu Keluarga Produktif, yang di dalamnya mencakup Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Topik perbincangan seputar Puan pun dipenuhi oleh ketiga ‘kartu sakti’ tersebut.

Tingginya sentimen negatif dalam buzz Puan dipicu oleh perseteruannya dengan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Tiga kartu yang dikeluarkan Puan dikritik Yusril dan dianggap tak berlandaskan hukum. Faktor lainnya adalah sikap apatis dari masyarakat terhadap Puan yang juga cenderung tinggi. Puan dianggap sebagai menteri ‘titipan’ semata, karena ia merupakan putri dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Jika disimpulkan, dari 100 hari pemerintahan Jokowi-JK, isu-isu yang ramai direspon para pengguna Twitter merupakan isu-isu yang diangkat dan dijanjikan Jokowi saat masa kampanye. Dari semua visi Jokowi, wacana untuk memperkuat Indonesia dari wilayah laut serta memperbaiki infrastruktur transportasi tanah air jadi yang paling dipantau masyarakat. Terbukti dengan tingginya respon atas kinerja Susi Pudjiastuti dan Ignasius Jonan.

Revolusi mental yang disabdakan Jokowi juga tak dilupakan masyarakat. Puan Maharani mendapat pengawasan ketat, dan kepercayaan mereka kepada Anies Baswedan dalam membangun bidang pendidikan mulai menanjak. Meski diterpa angin kencang yang terus berdatangan dan tak kunjung reda, masyarakat tampaknya masih optimis menunggu kebijakan-kebijakan pemerintah Jokowi selanjutnya, dan percaya dalam hati bahwa badai ini pasti berlalu.

2.Nawa Cita

Nawa berasal dari bahasa Sansekerta berarti sembilan, dan cita berarti tujuan. Sembilan agenda prioritas, seperti perlindungan dan rasa aman bagi segenap warga negara, tata kelola pemerintahan yang bersih, reformasi sistem, serta penegakan hukum, memperteguh kebhinekaan melalui penguatan kebhinekaan dan menciptakan ruang dialog antar warga. Pasangan ini mengacu pada prinsip Trisakti, yaitu berdaulat politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.

Nawa Cita ini akan ditawarkan oleh Jokowi-JK dengan cara blusukan ke Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua dan Jawa. Jokowi akan menyisir daerah Jawa dan Sumatra. Sementara daerah lain akan ditangani oleh Kalla. Jika dicari akar historisnya di masa lampau, gaya Jokowi yang juga diikuti oleh Kalla] yang suka blusukan, dan rencana menyisir daerah-daerah untuk menawarkan 9 program ini, sangat dekat dengan model Raja Majapahit yang suka blusukan, yaitu Hayam Wuruk.

Folklor gaya kepemimpinan Jokowi yang suka blusukan terinspirasi dari Raja Hayam Wuruk bukanlah cerita dongeng atau mitos. Mpu Prapanca, dalam kakawin “Negara Krtagama [Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci]” atau “Desawarnana [Uraian Desa-Desa]”—yang ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 [September – Oktober 1365 Masehi]—mencatat tak kurang dari tiga kali blusukan dilakukan Hayam Wuruk. Ini kategori blusukan dengan rombongan besar. Blusukan Hayam Wuruk diikuti oleh seluruh Raja Jawa serta permaisuri dan para menteri, tanda, pujangga dan para pembesar termasuk Sang Mahapatih Gajah Mada. Ratusan kereta, pedati, dan yang jalan kaki berderet memenuhi jalanan.

Catatan perjalanan Hayam Wuruk ke desa-desa di pelosok yang jauh dari Ibukota Majapahit, dimulai tahun 1353 dan 1354. Hayam Wuruk berkunjung dan blusukan ke desa-desa di wilayah Pajang dan Lasem—sekarang wilayah Jawa Tengah. Kemudian dilanjutkan ke daerah Blitar di tahun 1357 dan ke Lumajang tahun 1359.  Tidak sekedar blusukan ke desa-desa, Hayam Wuruk juga pelesir ke Pantai Selatan yang konon sangat eksotis. Kisah kunjungan ini merupakan topik utama dalam Negara Kertagama.

Blusukan yang paling terkenal adalah blusukan ke Lumajang. Selama melakukan lawatan ke Lumajang yang memakan waktu selama 3 bulan. Prapanca begitu rinci mencatat setiap aktifitas Baginda termasuk desa-desa yang dilalui dan didiami selama kunjungan. Tak heran, jika kakawin Negara Kertagama sebenarnya lebih tepat diberi judul ” Desawarnana” yang artinya adalah “Uraian Tentang Desa-Desa”.

Demikianlah, ternyata kegiatan blusukan bukan hal baru bagi seorang pemimpin negeri. Terbukti dengan aktifitas blusukan-nya itu, Jokowi mampu mendekatkan diri dengan rakyatnya sehingga mereka bersatu padu membuka lebar-lebar jalan perubahan. Kini, Jokowi bersama Kalla, akan blusukan  menyisir daerah-daerah Jawa dan luar Jawa, guna menawarkan Nawa Cita, sembilan program untuk perubahan.

Jokowi barangkali adalah titisan Hayam Wuruk yang dikenal sebagai raja yang baik, adil dan bijaksana. Ia tak segan-segan untuk blusukan ke tengah-tengah masyarakat untuk melihat secara langsung kondisi rakyatnya.

Apakah mereka hidup tenteram, aman dan serba cukup? Semua dilakukan bukan dalam rangka pencitraan. Namun, karena tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin yang akan membuka jalan perubahan bangsa.

C.Tantangan Jokowi sebenarnya kedepannya di tahun 2015.

1.Tantangan Ekonomi Global

Ekonom Bank Mandiri dalam "Indonesian Economic Outlook: Betting with Domestic Certainties" pekan lalu menyebut sejumlah tantangan yang akan di hadapi. Pertama, perbaikan ekonomi Amerika akan membuat The Fed menaikan suku bunga yang baru pertama kali dinaikkan sejak 2008. Artinya, akan ada potensi penarikan modal asing dari Indonesia ke negara maju. Padahal seperti diketahui bahwa ekonomi Indonesia masih membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Saat ini aliran modal asing langsung yang masuk di Indonesia setiap tahunnya tak kurang dari US$ 18 miliar. Kedua, harga komoditi global diprekirakan masih akan stagnan.

Ditambah dengan perlambatan ekonomi negeri Tiongkok sampai tahun 2015, akan berdampak terhadap nilai ekspor Indonesia. Padahal selama ini, komoditas primer menyumbangkan 65 persen dari total nilai ekspor Indonesia. Ekonomi Tiongkok menjadi sorotan karena menempati posisi pertama sebagai negara tujuan ekspor dengan nilai US$ 22,60 miliar pada 2013. Dari dalam negeri, pemerintahan Jokowi juga perlu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan, beban subsidi energi yang mencapai Rp 344,7 triliun, serta ketegangan politik. Kemenangan Koalisi Merah Putih di parlemen beberapa waktu lalu sempat membuat investor ragu tentang efektivitas kebijakan pemerintahan mendatang.

2. Tantangan pada Asean Economic Community

Tantangan terbesar bangsa Indonesia di tahun 2015, yakni keikutsertaan Indonesia dalam ASEAN Economic Communiy (AEC).

AEC merupakan bentuk integrasi ekonomi yang diwujudkan oleh negaranegara anggota ASEAN demi terciptanya suatu pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara. Pasar tunggal yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana hilangnya sekatsekat atau batasan-batasan yang dapat menghambat mobilisasi komponen-komponen perekonomian antar sesama negara, dalam hal ini negara-negara anggota ASEAN, AEC sebagai sebuah pasar tunggal negara-negara ASEAN, akan memudahkan masuknya barang dan jasa, investasi, aliran modal, dan tenaga kerja handal antar sesama negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia 1. AEC seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Indonesia untuk memperoleh pemasukan nasional dalam lingkup regional. AEC juga dapat dijadikan ajang untuk memperkenalkan komoditas nasional dan kualitas tenaga kerja oleh Indonesia. Sayangnya, AEC yang seharusnya memberikan manfaat besar bagi perekonomian Indonesia seakan menjadi bumerang, ketika bangsa ini harus dihadapkan pada kenyataan akan rendahnya kualitas pembangunan nasional dalam bebagai bidang. Tertinggalnya kualitas pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dari berbagai sisi antara lain, rendahnya kualitas industri nasional, lemahnya aliran modal dalam negeri, kurangnya infrastruktur penunjang, sampai rendahnya kualitas sumber daya manusia, menjadi potret dari betapa lemahnya dan tidak siapnya modal pembangunan ekonomi nasional yang dimiliki Indonesia dalam menyambut AEC Ketidaksiapan Indonesia dalam menyambut AEC menimbulkan kekhawatiran yang besar akan dampak negatif dari AEC bagi kehidupan bangsa, khususnya dalam sektor ekonomi. Terdapat tiga dampak negatif utama dari AEC terhadap perekonomian Indonesia yang akan dibahas. Dampak negatif pertama adalah peningkatan impor. Peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri

2.Dampak negatif kedua adalah masuknya investasi asing yang tak terbendung, khususnya investasi yang berasal dari Negara Negara Asean, yang yang tidak diiringi oleh peningkatan daya saing investasi dalam negeri. Jika daya saing investasi dalam negeri rendah, dalam arti iklim berinvestasi di Indonesia tidak kondusif dibandingkan Negara Negara lain, maka bukan saja arus modal didalam negeri yang akan berkurang tetapi juga modal investasi dosmestik yang akan lari dari Indonesia yang pada akhirnya membuat saldo neraca perdagangan dalam negeridi dalam neraca pembayaran Indonesia menjadi negatif. Pada gilirannya, kurangnya investasi juga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan produksi dalam negeri dan ekspor.

3.Dampak negatif yang ketiga adalah membanjirnya tenaga kerja asing, khususnya tenaga kerja ahli, untuk masuk dan bekerja di Indonesia. Kalau kualitas SDM Indonesia tidak segera ditingkatkan untuk dapat menyaiyingi kualitas SDM dari luar negeri, tidak mustahil pada suatu hari pasar tenaga kerja atau peluang kesempatan kerja akan dikuasai oleh pihak asing.

Mengingat betapa besarnya dampak dari AEC bagi Indonesia, Pemerintahan baru Jokowi-Jk diharapkan dapat menciptakan solusi solusi yang tepat dan cermat untuk mencegah dan mengurangi dampak buruk AEC terhadap Indonesia. Namun, solusi yang diciptakan oleh Pemerintah Jokowi-Jk haruslah diiringi dengan pemberdayaan dan perlindungan hukum yang kuat. Hal tersebut diperlukan untuk mewujudkan efektivitas dari solusi solusi yang diambil, karena dibalik mamfaat yang diberikan oleh solusi, haruslah terdapat perlindungan hokum yang dapat menjamin keberlansungan solusi tersebut dalam mewujudkan tujuannya. Tantangan pemerintahan Jokowi-Jk dalam menciptakan solusi untuk menghadapi AEC juga diiringi pula oleh tantangan dalam mewujudkan perlindungan dan jaminan hukum yang memberikan kemamfaatan bagi perealisasian solusi solusi tersebut.

Berkenaan dengan tiga dampak negatif dari AEC yang berpotensi mengancam kelangsungan perekonomian nasional, terdapat pula tiga solusi yang mungkin dapat diambil, dijalankan, dan dititik beratkan oleh pemerintahan Jokowi-JK di masing-masing bidang, apabila dilihat dari kajian hukum dan regulasi yang sudah ada. Pertama, solusi dari dampak impor. AEC menutup kemungkinan Indonesia untuk membatasi masuknya barang impor ke dalam negeri. Satu-satunya jalan yang harus diambil secara serius oleh pemerintahan Jokowi-JK adalah peningkatan kualitas dan daya saing produk dalam negeri terhadap produk dari luar negeri. Namun, fakta menunjukan bahwa daya saing produk Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan produk luar negeri. Daya saing yang rendah disebabkan oleh tingginya biaya ekspor serta rendahnya kualitas infrastruktur sebagai penunjang industri. Sebenarnya, pemerintahan terdahulu telah menciptakan solusi dalam mengatasi masalah ini, yakni dengan diciptakannya UU No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (UU Perindustrian) yang dicanangkan sebagai salah satu strategi memperkuat pembangunan nasional di bidang ekonomi 5. Singkatnya, UU No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian memuat tugas pemerintah dalam menyediakan dukungan yang mampu menunjang kegiatan industri. Dalam UU ini disebutkan pula adanya komitmen pemerintah dalam peningkatan dan pengadaan produk dalam negeri. UU No. 3 Tahun 2014 yang dirasa mampu mendukung kegiatan perindustrian sebagai solusi dalam meningkatakan daya saing nasional, ternyata memiliki tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintahan Jokowi-JK sebagai ‘pewaris’ dari peraturan ini. Berkaitan dengan penggunaan produk dalam negeri seperti yang diatur dalam pasal 86 UU No.3 Tahun 2014. Apabila Pemerintah mewajibkan penggunaan produk dalam negeri, apakah Pemerintah juga menjamin ketersediaan produk dalam negeri, apakah Pemerintah juga menjamin ketersediaan produk dalam negeri sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki oleh pengguna nantinya ? Apabila tidak, bagaimana efektivitas pelaksanaan pasal tersebut ?Tentu tersedia atau tidaknya produk dalam negeri dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat memberikan berbagai penunjangan dan dukungan terhadap pembentukan dan keberlangsungan industri itu sendiri. Tantangan berikutnya dari UU No. 3 Tahun 2014 adalah munculnya potensi benturan kepentingan. Potensi munculnya benturan kepentingan terdapat pada pembentukan Komite Industri Nasional serta perangkatnya yang diatur dalam pasal 113 dan 114. Pasal 113 dalam UU No.3 Tahun 2014 memungkinkan pakar-pakar dari berbagai bidang industri untuk duduk dalam Komite Industri Nasional, sementara pasal 114 menjadikan Kementerian Perindustrian, baik itu Menteri atau pejabatnya, sebagai pelaksana tugas Komite Industri Nasional. Hal inilah yang dikhawatirkan memicu benturan kepentingan antara Kementerian Perindustrian sebagai pelaksana tugas, dengan para ahli perindustrian sebagai anggota komite. Benturan kepentingan akan menyulitkan komite dalam mengambil keputusan terkait

kebijakan perindustrian. Menjawab tantangan ini, Pemerintahan Jokowi-JK, khususnya Kementerian Perindustrian, harus mampu menyelaraskan kinerja Kementerian dengan para pakar di bidangnya masing-masing untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan yang dikhawatirkan, dapat menghambat pembangunan dan pengembangan industri nasional.

Berkaitan dengan investasi, pemerintah sudah menyiapkan sebuah regulasi, namun regulasi yang ada cenderung memberikan kelonggaran dan kemudahan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Peraturan yang ada saat ini merupakan peraturan yang diwariskan dari zaman orde baru, yakni UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Penambahan dan Pengubahan UU No. 1 Tahun 1967 yang terdapat dalam UU No. 11 Tahun 1970. Ada pun peraturan terbaru yang mengatur penanaman modal, terdapat pada UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang isinya juga tetap memberlakukan materi yang ada di dalam UU No.1 Tahun 1967 berikut UU No. 11 Tahun 1970. Peraturan yang diwariskan oleh pemerintahan orde baru, bisa dikatakan memberi manfaat terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi saat ini, seperti adanya pembukaan lapangan kerja, transfer teknologi, dan lainnya. Namun, apakah peraturan tentang penanaman modal yang sudah ada, relevan dengan kehidupan bangsa pada tahun 2015 ? Melihat kembali UU No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 11 Tahun 1970, pemerintah memberikan sejumlah kemudahan bagi investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudahan

tersebut berupa kelonggaran pajak dan segala jenis pungutan. Diberikannya kelonggaran perpajakan dan pungutan lain oleh pembuat undang-undang bagi penanam modal asing dimaksudkan sebagai perangsang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, guna memungkinkan pembangunan ekonomi khususnya dan pembangunan masyarakat umumnya.

Keringanan dan kelonggaran dari pajak dan pungutan ini dapat dilihat pada pasal 15 sampai 17 dalam UU No. 1 Tahun 1967. Berkaitan dengan AEC, adanya pembebasan serta kelonggaran pajak dan pungutan tersebut, justru berpotensi menghasilkan serbuan investasi asing ke Indonesia, terutama dari negara-negara ASEAN, yang nantinya memberikan dampak negatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk

mengantisipasinya, pemerintahan Jokowi-JK perlu mengurangi fasilitas investor akan pembebasan pajak serta mempertegas syarat-syarat dalam penanaman investasi asing. Meskipun mempertegas syarat dan mengurangi fasilitas, bukan berarti pemerintahan Jokowi-JK tertutup pada investasi asing. Idealnya, pemerintahan Jokowi-JK haruslah tetap menjaga keterbukaan Indonesia akan investasi asing, tetapi diiringi pembatasan demi terjaganya iklim usaha yang sehat. Dampak negatif AEC ketiga yang harus diatasi oleh pemerintahan Jokowi-JK adalah masuknya tenaga kerja asing dan tenaga ahli ke Indonesia secara tak terkendali. Menyikapinya, pemerintah telah menciptakan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan adanya UU ini, tenaga kerja Indonesia sebenarnya tidak perlu takut dalam menghadapi kedatangan tenaga kerja asing, khususnya dari negara anggota ASEAN, karena adanya larangan pemberi kerja atau orang perseorangan untuk mempekerjakan orang asing (ps. 42 ayat 2) dan adanya pembatasan masa kerja sesuai dengan perjanjian kerja yang mengikat tenaga kerja, (ps 59 ayat 1) . Meski UU No.3 Tahun 2003 dirasa mampu menjamin tersedianya kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, namun UU tersebut belum mampu memberikan jaminan peningkatan kualitas tenaga kerja, seperti yang diatur dalam bab V. Ketiadaan dari perealisasian pelatihan kerja yang maksimal menjadi alasannya. Kurang maksimalnya pelaksanaan pelatihan kerja berakibat pada minimnya kualitas dari tenaga kerja Indonesia, sekalipun tenaga ahlinya. Minimya jumlah tenaga kerja dan tenaga ahli yang memiliki kualitas yang baik menjadikan Indonesia sebagai ‘ladang’ kerja yang potensial bagi tenaga kerja dan tenaga ahli dari luar negeri, khususnya dari negara

anggota ASEAN. Lambat laun Peningkatan dan pembangunan kualitas tenaga kerja dan tenaga ahli Indonesia, kiranya patut diperhatikan oleh pemerintahan Jokowi-JK dalam mempersiapkan SDM Indonesia menyambut AEC tahun 2015. Setelah mengkaji dan menganalisa AEC serta dampaknya bagi Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Jokowi-JK memiliki tantangan berat untuk mematangakan dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah perekonomian ASEAN, baik itu dari kualitas industri, investasi, serta tenaga kerja seperti yang telah dikaji. Namun, untuk mewujudkan daya saing yang matang dari ketiga aspek tersebut, pemerintahan Jokowi-JK perlu memberikan jaminan regulasi yang efektif. Jaminan regulasi yang ada pun perlu disesuaikan dengan kondisi menjelang AEC tahun 2015. Kini, kita berharap agar Jokowi-JK mampu memimpin bangsa selama lima tahun ke depan, dan memberikan solusi atas semua tantangan bangsa.

3.Tantangan Kemiskinan masyarakat Indonesia.

Kemiskinan menjadi momok dalam masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi angka kemiskinan tidak turun secara signifikan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kenaikan harga BBM, inflasi, dan pelemahan dolar. Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengatakan, berdasarkan kajian, kolaborasi ketiga faktor tersebut bisa menambah angka kemiskinan sebesar satu persen. Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa. Ketimpangan antara penduduk miskin dan penduduk kaya juga semakin terlihat jelas. Koefisien pada akhir tahun 2014 diperkirakan mencapai 0,42. Dia menjelaskan dari sisi pendapatan, masyarakat Indonesia terbagi atas tiga kelas. Kelas atas sebesar 20 persen, kelas menengah sebesar 40 persen, dan kelas paling bawah mencapai 40. Pada 2005, kelas terbawah menerima manfaat dari pertumbuhan ekonomi sebesar 21 persen, tetapi pada 2014 menurun menjadi 16,9 persen. Sementara untuk kelas atas, pada 2005 menerima 40 persen dan meningkat menjadi 49 persen dari PDB pada 2014.

Menurut dia, jika tidak pemerataan, bukan tidak mungkin dalam kurun waktu 10 tahun koefisien Gini bisa mencapai 0,6 persen. Dia mengatakan, kondisi ini akan sangat berbahaya lantaran bisa menimbulkan revolusi sosial. Hal ini harus segera diatasi dengan meningkatkan pendapatan masyarakat yang paling bawah. ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas mengatakan, ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya terlihat dari tingginya gap antara angka konsumsi keluarga termiskin dan keluarga terkaya. "Kita butuh membagi kue pembangunan yang sama lezatnya," katanya. Dia mengatakan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat. Pada tahun 2020 mendatang akan ada tambahan 14,8 juta angkatan tenaga kerja baru yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rahma Iryanti mengakui, tidak mudah mengentaskan kemiskinan lantaran kemiskinan kronis terus berlanjut.
Dari berbagai upaya yang dilakukan ternyata masih banyak masyarakat yang rawan miskin dan berpotensi kembali miskin sehingga pengentasan kemiskinan tak kunjung selesai. Berdasarkan data 60 juta keluarga miskin yang ada selama tahun 2008-2010, sekitar 1,5 juta rumah tangga miskin berhasil keluar dari kategori miskin tetapi masih rentan terhadap kemiskinan. Sebanyak 2,1 juta keluarga miskin berhasil keluar dari kategori sangat miskin tetapi tetap miskin.

Sebanyak 0,9 juta keluarga miskin berhasil keluar dari kondisi sangat miskin tetapi jatuh lagi dalam kemiskinan. Sementara, 1,5 juta keluarga miskin masih berada dalam kemiskinan yang kronis. Dia mengatakan, ada program prioritas wajib, yakni sektor pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang terus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan antara penduduk miskin dan kaya. Pemerintah, kata dia menggunakan pendekatan masyarakat miskin yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan di berbagai wilayah perbatasan. "Tingkat kemiskinan menurun tapi memang tidak signifikan," kata Yanti, Selasa (23/12), dalam seminar Indonesia Poverty Outlook 2015.
Diakuinya perlu usaha yang luar biasa untuk mengentaskan kemiskinan.

Banyaknya program yang belum tepat sasaran menjadi beberapa faktor yang menyebabkan pengentasan kemiskinan menjadi hal yang tidak mudah. Belum lagi, Indonesia masih memiliki 100 kabupaten/kota yang indeks kesejahteraannya masih rendah. Lokasi ini terkonsentrasi di wilayah Indonesia timur meskipun secara jumlah penduduk miskin banyak terdapat di pulau Jawa. Ke depan, kata dia pemerintah akan berupaya menciptakan lapangan kerja, terutama di wilayah Indonesia timur.

Berdasarkan data BPS, secara persentase penduduk miskin cederung menurun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus bertambah. Hal itu setidaknya terlihat sejak tahun 2013. Pada tahun 2013, penduduk miskin 11,37 persen dengan jumlah mencapai 28,07 juta jiwa.

Pemerintah akan membuat skema baru untuk mengentaskan kemiskinan. Pemerintah mengatakan, pembangunan di wilayah Indonesia timur akan menjadi prioritas. Perluasan perlindungan sosial dan pelayanan sosial masih menjadi isu mendasar, misalnya perihal tercukupinya layanan kesehatan dan pendidikan. Namun diakuinya, berbagai bantuan seperti Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang menjadi salah satu instrumen pengentasan kemiskinan belum semuanya efektif diberikan. Pasalnya, meskipun bantuan siswa miskin cukup besar tetapi tidak sampai 25 persen masyarakat mau memanfaatkan hal ini. "Perlu ada treatment khusus agar mereka (penduduk miskin) mau membawa anaknya kepada sistem pendidikan, ini tidak mudah karena aparat tentu sudah berusaha," kata dia. Pemerintah saat ini sedang mematangkan skema baru agar bantuan program kemiskinan bisa dimanfaatkan dengan baik. Selanjutnya, pemerintah juga akan mengevaluasi empat klaster pengentasan kemiskinan yang selama ini sudah dibuat. Misalnya, dalam hal pengentasan kemiskinan berbasis UMKM dalam bentuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Selama ini ternyata KUR belum menyasar 40 persen penduduk dengan penghasilan terendah.  Sebanyak 50 persen dana KUR dimanfaatkan oleh masyarakat kelas menengah. Sisanya baru dimanfaatkan untuk usaha kecil dan mikro. Alhasil, bukan masyarakat dengan penghasilan terendah yang terbantu melalui program ini.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 juga akan menjamin pembukaan izin usaha untuk sektor mikro akan dilakukan secara gratis. Perpres yang ditandatangani pada bulan September lalu ini masih dalam tahap sosialiasi. Nantinya pelaku usaha mikro akan bisa membuka usaha dengan gratis sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan, sepenti pelaku usaha mikro harus bankable. "Misalnya, aspek kelayakan karena sekarang banyak juga KUR digunakan untuk sektor ritel, bukan sektor produksi," katanya

D.Tantangan Politik Jokowi di tahun 2015.

Pertama permasalahan Jokowi dengan partai pendukungnya.

Ketua Tim Independen KPK-Polri, Syafi'i Maarif, meminta agar Presiden Joko Widodo berani menghadapi dan melawan tekanan politik dari koalisi partai pendukung. Tetapi, dia berpesan kepada rakyat agar selalu berada di belakang Presiden. "Iya, harus hadapi, tapi kalau rakyat bela Presiden," kata Syafi'i di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 28 Januari 2015.

Syafi'i menjamin, jika rakyat ada di belakang Presiden, maka koalisi partai pendukung juga tidak akan banyak bertingkah. Apalagi mengusik-usik kewenangan Presiden. Tim Independen pun, kata Syafi'i, akan mendampingi Presiden jika diminta. "Mereka (partai koalisi) akan dengar suara rakyat," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Syafi'i mengatakan bahwa saat ini Presiden Jokowi banyak mendapatkan tekanan.

Terutama dari partai pendukung. "Intinya dari partai, saya tidak menyebut. Berat ini," ujar Syafi'i. Syafi'i Maarif sangat memahami posisi Jokowi yang diusung partai politik dan bukan tokoh dari partai pengusung. Namun, guru besar Universitas Negeri Yogyakarta ini mengingatkan bahwa Jokowi adalah pilihan rakyat. "Ya utamakan rakyat, itu paling bagus," kata Syafi'i.

Kedua, Pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015.

Agendapolitik 2015lain yang harus dihadapi oleh Jokowi adalah pembahasan Perppu pilkada. Isu politik perppu, akan menjadi tantangan tersendiri, terutama menghadapi partai politik (parpol) yang merencanakan menolak perppu tersebut. Memang, wacananya seluruh parpol KMP akan mendukung perppu tersebut, termasuk Golkar yang awalnya ngotot menolak Perppu tersebut.  Tapi fakta politik tetap akan terjadi di DPR saat dilakukan pembahasan nanti. Apakah benar KMP mendukung atau malah balik badan menolak Perppu tersebut.

Politik perppubagi Jokowi adalah pertaruhan pemerintahannya selama lima tahun kedepan. Jika era Jokowi-JK perppu tersebut lolos di DPR dan seluruhnya menerima, maka proses demokrasi menjadi baik.

Namun, jika Perppu tersebut dipenuhiintrik politiksampai akhirnya ditolak DPR, maka kinerjapolitik Jokowi-JKakan menjadi sorotan.  Bukan hanya bagi politisi Indonesia,tapi juga akan menjadi isu yang mendunia, karena dianggap kemunduran demokrasi di Indonesia.

Ketiga, Melakukan Revolusi Mudik Lebaran yang Jatuh Pada 17-18 Juli 2015

Tradisi lebaran selalu dinodai dengan kemacetan dan korban jiwa. Nah, Presiden Jokowi dihadapkan dengantantangan politikuntuk melakukan kebijakan terkait dengan regulasi mudik tersebut.

misalkan, bagaimana memberlakukan tiket online, perbaikan infrastruktur jalan yang tidak dilakukan pada saat menjelang lebaran, dan meminimalisir terjadinya korban nyawa akibat kecelakaan di jalan raya. Setidaknya ada empat masalah yang harus diselesaikan Jokowi terkait revolusi mudik pada 2015.Pertama, gangguan lalu lintas dan penggunaan jalan nasional yang tidak benar. Kedua, meningkatnya penggunaan kendaraan darat saat mudik.Ketiga, membuat peraturan dan pengawasan kegiatan mudik angkutan laut dan ASDP.  Keempat, belum tertibnya pelayanan keluar masuk penumpang di terminal, stasiun, pelabuhan, dan bandar udara.

Keempat, Pada 2015 mampukah Jokowi Menyelesaikan Persoalan HAM Papua

Persoalan HAM akan menjadicatatan politikpenting pada 2015. Sama halnya, isu ini sempat menghangat saat era kepemimpinan SBY-Boediono. Salah satu catatan HAM yang harus di selesaikan oleh Jokowi pada 2015 adalah pelanggaran HAM Papua. Andreas Harsono peneliti Human Rights Watch (HRW) kepadaTIME, 12 Desember 2014 mengatakan, tak satu pun masalah HAM diselesaikan.

" Jika ada orang yang pernah diadili, dia akan dikirim ke penjara selama beberapa bulan. Namun, tidak ada orang militer atau polisi yang pernah dipecat karena pelanggaran hak asasi manusia di Papua,” katanya.

Jokowi sendiri sudah berjanji, pemerintah memberikan perhatian dan berkomitmen tidak hanya untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Tapi juga mencegah pelanggaran hak dari yang berulang di masa depan.  Namun, sayang menurut Andreas Harsono, janji-jani tersebut belum pernah terealisasi. Sorotan yang akan menukik ke Jokowi diprediksi akan menguat denganpersoalan HAM Papuamenyusul pembantaian yang masih terjadi disana. Selain itu, dibebaskannya Pollycarpusterdawka terbunuhnya aktivitas HAM Munir tetap akan menjadi kritik terhadapJokowi pada 2015.

E. Kebijakan yang telah diambil Jokowi yang akan dicatat dalam sejarah.

kebijakan yang menuai pujian karena keberanian dan ketegasan dari Presiden Jokowi. Berikut adalah daftar kebijakan Jokowi terpilihversiBlog Politikerjadalam100 hari kerjabersama Wapres Jusuf Kalla:

Kebijakan Pertama: Presiden Jokowi Membeli Minyak Dari Angola

Presiden Jokowi melakukanpenandatanganan pembelian minyakdengan Wakil Presiden Angola, Manuel Domingos Vincente di Istana Merdeka, 31 November 2014. Menurut, Menteri Energi Sudirman Said, pembelianminyaklangsung dari perusahaan nasional di Angola dapat menghemat pengeluaran negara sebesar US$ 2,5 juta atau sekitar Rp 30 triliun sehari.

Kebijakan Kedua:

Gerakan Hemat Anggaran Gerakan Hemat Presiden Jokowidipuji media Vietnam. Bahkan, media tersebut menyebut, gagasan sang Presiden tersebut layak diadopsi oleh 10 Negara Asean bahkan dunia. Sebuah artikel yang dikutip blog politikerja dariVietnamnews, Kamis (4/12) bertajuk Indonesia's thrifty officials set an examplemenyebut, insiatif gerakan hemat dengan menyediakan makanan jalanan seperti singkong, jagung dan kue ubi kukus kue  pada pertemuan, merupakan inisiatif pemimpin yang

baru terpilih Joko Widodo.  Bahkan, gerakan hemat anggaran ditindaklanjuti oleh Kementerian PAN-RB dengan mengeluarkanSurat Edaran Nomor 13 Tahun 2014Tentang Gerakan Hidup Sederhana.

Kebijakan Ketiga: Menenggelamkan Kapal Asing Pencuri Ikan

Peledakan dan penenggelaman kapal di era pemerintahan Jokowi menuai banyak kritikan. Partai politik dari Koalisi Merah Putih (KMP) banyak yang mengririk kebijakan tersebut. Salah satunya PPP. Menurut Ketua Umum PPP, Presiden Jokowijangan main tabrak kekuasaan dan jangan tabrak aturan.

Soal penenggelaman kapal ini, tiga kapal nelayan Vietnam yang mencuri ikan di perairan Indonesia diledakkan. Aksi peledakan dikawal KRI Sultan Hasanuddin, KRI Barakuda-633 dan KRI Todak-631. Kapal itu diledakkan satu persatu. Api dan asap besar membumbung tinggi ke langit setiap kali kapal meledak. Kapal-kapal itu kemudian tenggelam ke dasar laut. Sementara puingnya berserakan di atas laut.  Peledakan dilakukan di perairan wilayah Pulau Anambas, Kepulauan Riau, Jumat, 5 Desember 2014. Ada 3 kapal Vietnam yang diledakkan, yakni KG 90433 TS. ATS 005, KG 94366 TS. ATS 006, dan KG 94266 TS. ATS 012.

Kebijakan keempat Menghapus Dana Bantuan Sosial

Presiden Jokowi sudah memberikan instruksi kepada Menteri Dalam Negeri untuk menghapus dana bantuan sosial (bansos). Penghapusan anggaranbansos, dimulai saat evaluasi Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Senin (22/12), mengatakan,atas perintah Presiden, dana bansos akan ditarik secara nasional. Penghapusan dilakukan atas dasar banyaknya tindak penyelewengan.

Penyelewengan danabansos, dilakukan oleh kepala daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). "Masih banyak anggaran bansos yang tidak tepat sasaran dan berakhir pada persoalan hukum yang menjerat kepala daerah dan DPRD," kata Tjahjo.

Kebijakan kelima Memberikan Hibah Rp5 Milyar untuk masjid di Afghanistan

Keraguan dan tuduhansebagian warga terhadap Jokowi Dodo (Jokowi) saat kampanye pemilihan presiden (pilpres) lalu, dibantah dengan keluarnya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 5 Tahun 2014. Tuduhan itu, salah satunya Jokowi sebagai boneka yang disetir konspirasi kepentingan anti-Islam. Isi dari Kepres Nomor 50 Tahun 2014 yang ditandatangani Jokowi pada 2 Desember adalah, memberikan hibah melalui Noor Educational and Capacity Development Orgaization (NECDO) sebesar Rp5 miliar untuk pembangunan masjid di Ahmad Shah Baba Mina, Kabul, Afghanistan.

Kebijakan keenam : Eksekusi Mati Terpidana Narkotika

Presiden Jokowimenolak 12 pemohon grasidan enam orang diantaranya sudahdi eksekusi matipada Minggu dini hari, 18 Januari 2015. Bahkan, saat ini ada sekitar 64 terpidana mati kasus narkoba yang mengajukan grasi dan kemungkinan akan ditolak oleh Presiden Jokowi. Jaksa Agung HM Prasetyo, mengatakan, persiapan eksekusi harus dilakukan dengan teliti dan cermat agar tidak terjadi kesalahan dan seluruh aspek hukum terpidana mati terpenuhi. "Jangan sampai ada permasalahan hukum yang belum terselesaikan. Kalau ada yang sudah terpenuhi, tentunya secepat itu pula kita rencanakan untuk mengeksekusi mati," tegas Prasetyo, seperti dikutipKompas.com, Minggu, 18 Januari 2015.

Kebijakan ketujuh: Menunda Pelantikan Kapolri Komjen Budi Gunawan

Dalam pekan pertama Januari 2015, pemerintahan Jokowi-JK disorot dengan pencalonan tunggal KomjenBudi Gunawanoleh Presiden Jokowi ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengesahan KomjenBudi Gunawanyang diusulkan Presiden Jokowi ke DPR memancing reaksi berbagai pihak. Bahkan, beberapaaktivis dan artisyang sebelumnya mendukung Jokowi saat kampanye Pilpres tahun lalu, unjukrasa ke KPK agar Presiden Jokowi membatalkan Komjen Budi Gunawan.

Setidaknya ada lima aspek positif lain yang melahirkan prestasi bagi pemerintahan Jokowi. Pertama adalah usaha Jokowi dalam menertibkan sektor minyak bumi,

begitu ia melantik kabinetnya. Langkah ini menunjukkan bahwa Jokowi begitu jeli menentukan strategi. Sepertinya dia memahami benar bahwa minyak bumi sudah bukan lagi merupakan barang ekonomi semata, melainkan telah jadi komoditas politik untuk mencapai kekuasaan. Pandangan ini sudah berjalan lama bahkan sejak zaman Presiden Suharto dulu sampai saat ini.

Permasalahan dasarnya adalah siapa yang menguasai minyak bumi? Ke mana jalur limpahan minyak bumi ini? Pembenahan di dalam struktur perdagangan minyak bumi nasional merupakan prestasi pertama Jokowi yang patut dihargai. Terutama, karena Jokowi berani masuk ke bidang yang sangat strategis, yakni menelaah siapa yang menguasai minyak bumi.

Langkah itu kemudian dilanjutkan dengan menetukan kebijakan harga minyak bumi. Jelas kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) selama ini dirasakan sangat menguntungkan masyarakat pendapatan menengah ke atas, bukan masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah.Karena subsidi BBM telah menjadi beban APBN, Jokowi pun dihadapkan pada pilihan apakah akan tetap mempertahankan subsidi seperti yang berlangsung selama ini ataukah subsidi untuk rakyat. Akhirnya memilih opsi BBM bagi kesejahteraan rakyat.

Dalam 5 bulan pemerintahannya, Jokowi terbukti mampu menyelesaikan permasalahan harga BBM yang telah lama terkatung-katung dalam pemerintahan sebelumnya. Pertanyaan selanjutnya adalah ke mana income revenue BBM mengalir? Apakah ke hulu ataukan ke hilir?

Kedua, Presiden Jokowi menyatakan pentingnya sektor pertanian, pembangunan infrastruktur, jaringan jalan, tol laut, dan sejumlah megaproyek lainnya. Kalau kita lihat statistik Indonesia, dalam hal nilai tukar, maka nilai tukar yang didapat petani (NTP) dibandingkan berapa yang harus dibayar petani hingga kini masih belum seperti yang diharapkan, karena baru mencapai 102:100. Dengan kondisi seperti ini, maka dalam struktur kepemerintahan ini, posisi petani selalu tertinggal. Mereka selalu menjadi objek, bukan menjadi subyek dalam pembangunan.

Prospek bidang pertanian dalam pemerintahan Jokowi dengan demikian dapat kita ukur dari apakah NTP-nya kelak naik ataukah malah menurun. Yang dapat kita lihat saat ini adalah fokus APBN tertuju untuk pembangunan infrastruktur. Jadi dapat kita simpulkan bahwa kebijakan Jokowi dalam bidang pertanian sampai saat ini sudah berada pada jalur yang benar.

Ketiga, kebijakan peluncuran Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sejahtera, merupakan hal yang patut diapresiasi. Tentu saja mengelola 250 juta penduduk Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke tidaklah mudah. Pasti akan banyak permasalahan yang menghadang dalam pelaksanaan program ini nantinya.

Tapi di luar banyaknya kelemahan-kelemahan dalam peluncuran kartu-kartu tersebut, inisiatif dan keberanian Presiden Jokowi untuk membuat masyarakat sehat, cerdas, dan sejahtera, dengan segala konsekuensinya merupakan salah suatu prestasi dalam 100 hari pemerintahannya. Memang, keputusan sulit harus diambil, untuk mencapai kesejahteraan.

Keempat adalah kedaulatan maritim. Inilah untuk pertama kalinya pemerintahan Indonesia melihat ke laut, kawasan yang selama ini terabaikan. Selama ini laut Indonesia yang meliputi sekitar 2/3 luas wilayah Indonesia lebih banyak menyejahterakan bangsa lain daripada bangsa Indonesia sendiri. Tragisnya, walaupum 2/3 luas wilayah Indonesia adalah laut, tapi masyarakat yang termiskin di Indonesia adalah kaum nelayan.

Selama bertahun-tahun, terkesan tak pernah ada upaya pemerintah untuk mengubah kondisi ini. Tapi kemudian di balik gencarnya usaha pemerintahan Jokowi dalam melaksanakan program pembangunan sektor kemaritiman, nampak ada keinginan kuat untuk mengangkat derajat kaum terbawah di Indonesia, yaitu para nelayan. Ini sebuah langkah yang patut mendapat apresiasi.

Kelima, adalah keselamatan. Semua hal yang terjadi setelah tragedi AirAsia telah mengungkapkan bahwa selama ini keselamatan angkutan, baik keselamatan penerbangan, kereta api, dan laut, sering terabaikan karena faktor cost. Dengan tragedi AirAsia yang menelan lebih dari seratus limapuluh nyawa tersebut,masyarakat pun disadarkan bahwa standar keselamatan di Indonesia ternyata sangat jauh tertinggal dari tolok ukur keselamatan internasional.

Maka dapat disimpulkan, dalam 100 hari pertama pemerintahannya, Jokowi telah menorehkan lima prestasi menonjol, yaitu: (1) Penanganan BBM, (2) Perubahan pola struktur APBN pada pembangunan infrastuktur, (3) Penerbitan Kartu Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar, (4) Kedaulatan maritim, dan (5) Keselamatan angkutan. Dalam kelima hal inilah Presiden Jokowi menciptakan gebrakan-gebrakan yang tak pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.



F. Kelemahan yang harus ditingkatkan Jokowi.

Boleh saja Jokowi menorehkan beberapa prestasi yang menonjol. Namun dalam 100 hari pertama pemerintahannya, dia juga dihadapkan pada sejumlah masalah rumit. Hal-hal apa sajakah yang perlu ditingkatkan oleh Presiden Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahannya ke depan?

Pertama adalah masalah komunikasi politik. Sejak melantik kabinetnya, harus diakui Jokowi telah melakukan komunikasi politik terhadap masyarakatnya dengan baik. Ini karena cara yang ia jalankan melalui program blusukan, sehingga terciptanya human touched. Tetapi di sisi lain, komunikasi politik Jokowi dengan internal PDI Perjuangan selama ini tidak berjalan mulus. Begitu juga komunikasi Jokowi dengan internal kabinet, komunikasi dengan internal partai pendukung, serta komunikasi internalnya dengan DPR. Terkesan terhambat oleh banyaknya halangan. Ini terlihat dengan adanya tren pergeseran komunikasi politik Jokowi lebih kepada partai oposisi, ketimbang kepada partai pengusung. Mengapa komunikasi politik Jokowi dengan Prabowo terkesan lebih mudah daripada komunikasi politiknya dengan Megawati Soekarnoputri ? Adalah sangat penting, seorang Presiden memiliki kemampuan yang bagus dalam membangun komunikasi politik yang baik dengan partainya, partai pendukungnya, dan lebih penting lagi dengan partai oposisi. Perlu kita tinjau lagi gaya komunikasi politik Jokowi untuk diperbaiki agar ketegangan politik tersebut tidak perlu terjadi lagi.

Kedua, dalam persoalan penunjukan Kepala Polri, sudah seharusnya seorang Kepala Negara memiliki hak prerogatif. Namun, mengapa Presiden Jokowi harus menghimbau calon Kapolri mengundurkan diri?

Benar bahwa dalam politik, tak semua hal selalu jelas. Tapi dengan kewenangan di tangannya, seorang presiden mestinya tak perlu ragu dalam menetapkan keputusan. Pertanyaannya adalah: What do you want Mr. President ? Putuskan saja, yes or no. Mr Presiden, You Are The Bos!

Ketiga, Jokowi harus lebih tegas dalam menentukan kebijakan. Apa sebenarnya pokok permasalahan politik? Berdemokrasi itu mahal. Demokrasi mahal itu bergantung pada partai politik.

Apa dasar perdebatan ideologi antara parpol A dan B. Misalnya, apa beda: PDIP, Golkar, dan Nasdem? Tak ada kan? Semuanya menghendaki nasionalisme, semuanya berlandaskan ideologi Pancasila. Begitu pula, apa beda PKS, PKB, dan PAN? Bukankah mereka sama-sama berbasis dan bernuansa Islam? Satu-satunya hal yang berbeda dalam partai politik itu hanyalah tokoh partainya saja.

Adalah fakta politik bahwa sistem kepartaian kita selama ini tidak sehat, karena dibiayai dengan cara yang tidak sehat pula, yaitu dari hasil korupsi. Kita bisa pertanyakan berapa miliar dana yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau walikota? Berapa miliar pula uang yang dibutuhkan seseorang untuk mencalonkan diri sebagai gubernur?

Bagaimana mereka mendapatkan uang untuk mengikuti pilkada? Dari mana uang triliunan mereka dapatkan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin?

Hal itu menjadikan wajah demokrasi Indonesia sebagai wajah money politics. Orang boleh bilang bahwa demokrasi Indonesia yes, pemilih juga yes. Tapi di balik itu semua, kita semua paham benar bahwa cara bangsa ini menjalankan demokrasi kita tidak sehat. Identik dengan  money politics. Dan  money politics adalah sumber korupsi. Jadi selama ini ada yang salah dengan cara kita menjalankan demokrasi. Dan kondisi politik inilah yang kini dihadapi Jokowi. Lalu apa konsep Jokowi dalam menghadapi krisis ini ? Di mana sebenarnya posisi Jokowi dalam perjuangan antipolitik uang ? Hal itu tercermin dari bagaimana Presiden Jokowi menangani konflik KPK dengan Polri.

Keempat, politik luar negeri kita sudah berada pada tahap Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Kita tidak bisa mundur, melainkan harus bisa maju. Tetapi, bagaimana jika masyarakat kita saat ini masih terombang-ambing dengan kepentingan A, kepentingan B, dan tidak bisa satu kepentingan? Di sisi lain, persoalan politik luar negeri bukan hanya MEA saja, tetapi ada masalah juga terkait South China Sea. Di mana peran Indonesia? Apa strategi geopolitik Indonesia menghadapi problematika itu? Sering kita mendengar tekad yang  terucap dengan penuh kebanggaan bahwa di laut kita bisa jaya. Tapi apa sesungguhnya strategi geopolitik kelautan kita? Dengan kemajuan pesat teknologi, apakah kita bisa mengejar ketertinggalan dari negara maju lain?

Kemudian kelima, Indonesia tahun ini juga menjadi ketua IORA (Indian Ocean Rim Association) yang meliputi Madagaskar, Timur Tengah, India, dan Thailand. Namun, lagi-lagi apa konsep kita sebagai ketua IORA? Apa yang akan kita lakukan? Nampaknya politik luar negeri Indonesia memang belum menunjukkan jalan yang sesuai harapan.

Maka dapatlah disimpulkan bahwa terdapat lima aspek negatif dalam pemerintahan Jokowi yang perlu diperbaiki. Yaitu (1) komunikasi politik dengan stakeholders, (2) penggunaan hak prerogratif di tangan Presiden, (3) persoalan money politics, (4) bagaimana geostrategi politik luar negeri, dan (5) bagaimana konsep kita menjadi ketua IORA. Harus diakui, dari lima aspek ini, pemerintahan Jokowi baru bisa menampilkan zero progress. Jadi, dari lima aspek positif, Jokowi telah menghasillkan prestasi. Namun dari lima aspek negatif, masih perlu perbaikan dan peningkatan di tahun 2015 ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun