Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pentingnya Literasi Finansial Bercermin dari Kasus "Miliarder Dadakan" di Tuban yang Sekarang Kesulitan Uang dan Hilang Pekerjaan

27 Januari 2022   09:14 Diperbarui: 28 Januari 2022   04:30 5320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
High Risk, High Return. Sumber: istockphoto.com

Beberapa peribahasa seperti besar pasak daripada tiang yang menggambarkan besarnya pengeluaran daripada pemasukan atau sebaliknya berjenjang naik, bertangga turun yang menggambarkan bahwa segala sesuatu haruslah dilakukan dengan aturan atau urutannya dengan kata lain dalam dunia finansial bahwa dalam mengeluarkan uang harus dengan skala prioritas dan tidak boleh sembarangan.

Kedua peribahasa tadi tentunya cocok untuk menjadi bahan perenenungan kita semua setelah melihat fenomena yang terjadi beberapa waktu lalu kepada sejumlah warga di salah satu desa di Tuban yang ketiban rezeki nomplok dari penggantian lahan mereka untuk pembangunan kilang Gras Root Refinery dengan nominal miliaran rupiah dari PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) pada Desember 2020, karena akhirnya sebagian warga tersebut telah kehabisan uang dan hilang mata pencahariannya serta berdemo dan menuntut PRPP untuk memperkerjakan mereka sebagai karyawannya.

"Ya nyesal, dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai. Setiap kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta, tapi sejak tak jual, saya tidak ada penghasilan," ujar salah seorang warga yang mendapatkan uang miliaran rupiah dari PRPP bernama Mugi kepada Kompas (24/01/2022)

Dari kasus miliarder di Tuban ini kita belajar betapa pentingnya literasi finansial dalam kehidupan kita sehari-hari terutama dalam pengelolaan keuangan.

Demo warga miliarder dadakan Tuban. Sumber: Metro TV.
Demo warga miliarder dadakan Tuban. Sumber: Metro TV.

Pentingnya Literasi Finansial

Literasi Digital. Sumber: kemdikbud.go.id
Literasi Digital. Sumber: kemdikbud.go.id

Masih segar di ingatan kita bagaimana warga Tuban tadi pada Desember 2020 mulai berduyun-duyun menghabiskan uangnya untuk membeli kebutuhan tersier dan konsumtif seperti mobil-mobil baru segera setelah mendapatkan uang dengan nominal miliaran rupiah dari PRPP.

Padahal di sisi lain mereka yang sebagian besar bertani atau berladang di lahan yang mereka jual tersebut kehilangan tempat mencari nafkahnya dan akhirnya berujung nestapa hingga sebagian dari warga tersebut akhirnya kesulitan keuangan karena uang ganti rugi sudah banyak lenyap untuk kebutuhan tersier dan kebutuhan sehari-hari mereka.

Ironinya, beberapa hari lalu mereka pun berduyun-duyun melakukan demonstrasi ke kantor PRPP menuntut untuk dipekerjakan di kantor PRPP yang katanya telah dijanjikan PRPP sebelumnya untuk memperkerjakan warga lokal. Tidak jelas apakah ada perjanjian tertulis dan berkekuatan hukum tentang lapangan kerja tersebut. 

Jika pun ada saya yakin dan percaya dan proses rekruitmen yang teliti dan panjang serta uji kompetensi yang dibutuhkan apalagi PRPP bergerak di industri yang memiliki risiko tinggi dari sisi Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L).

Literasi finansial yang memiliki definisi pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat sangat penting perannya untuk menjadi landasan kita dalam menghasilkan, mengelola, dan mengeluarkan uang atau aset kita secara bijak dan terukur untuk kebaikan kita sendiri.

Warga Desa di Tuban berama-ramai membeli mobil baru hasil penggantian lahan PRPP. Sumber: tribunnews.com
Warga Desa di Tuban berama-ramai membeli mobil baru hasil penggantian lahan PRPP. Sumber: tribunnews.com

Dalam kasus miliarder dadakan Tuban tadi sangat jelas kita melihat bahwa literasi finansial warga sangat rendah terbukti dengan tindakan consumptive buying mereka membeli barang-barang kategori mewah yang kebermanfaatannya pun tidak optimal menunjang kehidupan ataupun pekerjaan mereka, bahkan ada di antara warga tersebut yang tidak dapat mengemudikan mobil yang baru dia beli.

Padahal jika mereka paham harga lahan mereka yang bermiliar-miliar tersebut sebenarnya bukanlah angka yang sangat besar jika mengingat mereka mengorbankan lahan pertanian mereka yang tetap produktif dalam berpuluh-puluh tahun ke depan itulah yang dinamakan dengan Net Present Value (NPV) atau nilai suatu aset/barang/bisnis/investasi yang dinilai sekarang dengan memepertimbangkan aspek-aspek opportunity dan faktor lainnya dalam hitungan waktu ke depan.

Di lain sisi, mereka sebenarnya punya opsi lain yang lebih menjanjikan dan produktif menghasilkan jika mengalokasikan dana penggantian lahan tersebut untuk bisnis atau aset lainnya. Pilihan lainnya yang risikonya tidak terlalu besar semisal mendirikan kos-kosan, membeli tanah untuk lahan pertanian di tempat lain, membuka bisnis dari franchise atau kemitraan, bahkan membuka convenience store pun sangat tidak mustahil dilakukan.

Uang yang mereka hasilkan tidak mengendap dan terus menghasilkan dengan risiko kerugian yang minimal, bandingkan dengan hanya membeli mobil penumpang yang notabene jarang digunakan karena di perdesaan, belum perawatannya, belum bensin dan asuransinya.

Itulah pentingnya literasi finansial perlu dilakukan. Saya pribadi merasa miris juga bagaiman para warga tidak sadara akan hal ini, perangkat desa, bahkan mitra mereka PRPP dalam hal ini sama sekali tidak memberi pendampingan ataupun himbauan.

Lebih jauh saya melihat ini harusnya menjadi ladang amal serta mungkin juga kewajibam tidak tetrulis para konsultan keuangan/finansial untuk memberikan pendampingan secara pro bono bagi para masyarakat yang awam seperti warga Tuban ini.

Dari masyarakat sendiri harusnya juga secara proaktif mencari bantuan serta secara kontinu menambah pengetahuan mereka terkait Pengelolaan keuangan. 

Dari sisi pemerintah atau lembaga keuangan meski sekarang sudah lumayan banyak seminar, acara sosialilasi bahkan masuk dalam kurikulum Pendidikan, namun praktiknya sasaran untuk warga-warga yang paling riskan dan membutuhkan seperti warga Tuban ini luput dari jangkauan atau mungkin juga terlupakan.

Manajemen Risiko Keuangan

High Risk, High Return. Sumber: istockphoto.com
High Risk, High Return. Sumber: istockphoto.com

High rik, high return. Begitulah istilah orang-orang di dunia keuangan khususunya investasi mengatakannya. Semakin tinggi risiko, semakin besar juga keuntungan yang didapatkan, namun jika benar mengelolanya.

Tidak ada satupun hal dalam dunia keuangan yang tidak memiliki risiko. Menyimpang uang di rumah, berisiko dicuri. Menyimpan uang di bank, berisiko bank bangkrut dan ditipu petugas banknya. 

Investasi di pasar saham berisiko sahamnya berguguran bahkan boncos. Investasi tanah dan bangunan, berisiko diserobot mafia tanah. Berbisnis bersama teman, berpotensi rugi.

Diversifikasi investasi. Sumber: akuntansiterapan.com
Diversifikasi investasi. Sumber: akuntansiterapan.com

Semua hal memiliki risiko, namun risiko dapat dimitigasi dan diukur bahkan di diversifikasi, begitupun dengan keuntungan yang didapatkan, semakin kita pintar mengukur risiko semakin besar juga kita dapat mendapatkan keuntungan.

Seorang yang belum pernah berbelanja sayur di sebuah pasar pasti akan berbeda dengan ibu-ibu yang hamper setiap hari atau setiap minggu berbelanaja ke pasar. Seorang yang baru ke pasar dia tidak tahu untuk membeli seikat sayur kangkung harga yang wajar dan murah berapa, harga 20 ribu rupiah mungkin dia anggap wajar dan mungkin murah dan dia berpotensi ditipu pedagang yang tidak jujur atau oportunis, berbeda jauh dengan ibu-ibu yang sudah sering ke pasar dia tahun harga wajar seikat kangkung ternyata hanya 8 ribu rupiah, bahkan di penjual tertentu yang menjadi langganannya bisa dia dapatkan harga 6 ribu rupiah saja per ikatnya.

Dari ilustrasi tadi penilaian dan pengukuran risiko serta mitigasinya dapat semakin meningkat seiring dengan jam terbang itupun dilandaskan pada informasi dan data yang tepat bukan hanya spekulatif dan hanya kepentingan sesaat.

Dalam kasus miliarder dadakan Tuban tadi kita melihat bahwa mereka hanya menuruti nafsu sesaatnya saja untuk gagah-gagahan membeli mobil edisi terbaru seharga ratusan juta rupiah tanpa peduli kebermanfaatan utama dari mobil tersebut. 

Belum lagi melihat tindakan konsumtif-konsumtif lainnya yang berpotensi dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggungjawab. Para penjual mobil tentu senang dengan iming-iming ini dan itu serta rayuan lainnya sehingga para warga berlomba membeli mobil-mobil edisi terbaru padahal mereka sendiri belum bisa menyetir mobil.

Mereka tidak terpikir bagaimana agar uang tersebut diputar ulang atau di diversifikasi investasinya agar lebih menghasilkan dengan risiko yang terukur dan dapat dimitigasi. 

Semisal dengan franchise atau convenience store yang ada perjanjian tingkat keuntungan sekian atau pay back periode berapa lama atau dengan membeli lahan pertanian di tempat lain yang bisa menghasilkan dengan harga yang lebih murah, aset tanah kembali dan bisa dimanfaatkan selisih keuntungan dapat dijadikan investasi lainnya.

Bijak Mengelola Keuangan dan Berinvestasi

Bijak kelola keuangan. Sumber: ojk.go.id
Bijak kelola keuangan. Sumber: ojk.go.id

Ibarat padi semakin berisi semakin merunduk, seorang yang berilmu harusnya juga semakin bijak mengalokasikan uangnya untuk apa khususnya untuk investasi.

Kasus dari warga Tuban tadi menjadi cambuk dan pelajaran kita bersama bahwa mendapatkan uang yang banyak bukanlah perkara senang-senangnya saja, ada tanggung jawab besar dari sang empu-nya untuk menjaganya agar lebih menghasilkan, agar lebih berdaya guna dan menyokong kehidupan kita dalam jangka panjang.

Benar self appreciation semisal berlibur, membeli barang-barang branded dan lain sebagainya sesekali dapat kita lakukan sebagai bentuk apresasi terhadap diri sendiri bukan gagah-gagahan tetapi kita juga perlu sadar batasan consumptive buying serta memikirkan invetasi yang cocok dan pas bagi kita serta pengelolaan keuangan agar lebih baik.

Ingat kita juga harus menyelesaikan kewajiban-kewajiban kita terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap investasi dan juga self appreciation termasuk entertainment.

Hutang, zakat, iuran, kebutuhan pokok rumah tangga, dana darurat, uang sekolah anak dan lain sebagainya harus yang pertama kita sisishkan sebelum kepada kebutuhan sekunder dan tersier seperti membeli barang-barang baru, kendaraan baru, liburan dan lain sebagainya agar tidak bernasib sama dengan warga Tuban tadi.

Untuk investasi kita dapat mulai belajar menyisihkannya dengan alokasi tertentu, instrumennya pun kita mulai dari yang berisiko kecil terus sampai yang besar dengan risiko serta jumlah yang terukur. 

Jangan mudah terbujuk rayuan investasi besar, keuntungan pasti besar dalam waktu singkat itupun tanpa modal ilmu yang mumpuni, yang ada boncos dan bisa berujung kebangkrutan.

Yang lain adalah jangan mudah terjebak pada generasi flexing yang suka pamer ini dan itu demi konten dan likes, pada aslinya berhutang sana dan sini, meminjam sana dan sini, pun jika benar milik sendiri apakah itu tidak mengundang pelaku kejahatan dan tidak sensitif kepada keadaan masyarakat kita saat ini.

Bertindak dan berlakulah sewajarnya jangan berlebih-lebihan karena berlebih-lebihan adalah awal menuju jerat kemubaziran dan kesia-siaan, lebih baik untuk terus memperkaya diri dengan literasi finansial dan kebijaksanaan dalam mengelola keuangan.

Salam literasi finansial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun