Ingat esensi debat adalah "perang" gagasan bukan saling serang fisik layaknya pertarungan jalanan. Debat mengutamakan dialektika dan ide serta gagasan bukan ujaran kebencian apalagi sampai kekerasan fisik.
Ketiga, Menyimak dengan Serius Jalannya Debat
Pernah dalam sebuah forum debat dalam organisasi kampus ketika saya masih menjabat sebagai ketua lembaga legislatif keluarga mahasiswa intra-kampus, saya menegur rekan saya yang sibuk sendiri mengobrol dengan rekan lainnya karena menurut saya hal tersebut tidak etis dilakukan dalam forum debat apalagi yang bersangkutan adalah peserta debat tersebut.
Pun di media massa dalam rapat-rapat anggota legislatif di Senayan kita kerap melihat para anggota legislatif tidur bahkan bermain dengan gawainya.
Sungguh tidak etis dan gestur yang tidak menghormati lawan bicara ketika kita tidak menyimak serius jalannya debat bahkan kesan yang didapatkan adalah menyepelekan debat, dalam kasus tertentu dalam lomba debat bisa diberikan margin sempurna kemenangan untuk pihak lawan  jika kita tidak menghormati jalannya debat.
Keempat, Berbicara dengan Didukung Fakta dan Sumber yang Sahih
Ketika dalam lomba debat kami sering juga dihadapkan pada kondisi dimana kami harus beradu argumen pada ranah philosophical debate karena mosi debat yang sangat amat filosofis dengan definisi yang tidak dapat dinamus dan adu argumen pun banyak bersumber pada pemikiran dan ranah filosofis semata. Contoh mosi tersebut misalnya This House Believe That Childfree is a part of Immorality atau childfree adalah Tidak Bermoral.
Di dalam lomba debat yang tidak dapat memilih sebagai pendukung atau penentang mosi tentu hal ini akan menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk membuat debat berlangsung dengan ide-ide dan gagasan yang baik.
Berbeda dengan debat konvensional yang biasanya sudah didatangkan pihak yang mendukung atau menentang karena ya preferensi pribadi mereka.
Agar tidak menjadi debat filosofis yang mengawang-awang maka seorang pendebat untuk pintar-pintar merujuk pada bukti-bukti yang dapat diterima umum semisal dengan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari ataupun pola pikir yang mudah diterima oleh semua orang terutama juri debat.