Saya mungkin adalah salah satu orang yang sedari masa kuliah sering rangkap tugas baik di dunia akademik maupun ekstrakurikuler.
Mungkin saya melakukannya rangkap tugas tugas tersebut karena saya suka aktif berkegiatan, memberikan kontribusi optimal bagi dunia akademik dan juga organisasi yang saya ikuti.
Alhamdulillah menjadi aktivis kampus tidak selalu sama dengan kehidupan akademik yang mbalelo dan pas-pasan.Â
Bahkan bersama rekan-rekan aktivis saya lainnya kami dapat menjadi lulusan terbaik di angkatan kami.
Pun semasa dunia kerja saya juga kerap diikutsertakan bahkan ditunjuk untuk menjalani peran ganda dalam kepanitiaan acara di kantor, ataupun forum-forum kerjasama antar-perusahaan dan aktivitas kegiatan lainnya termasuk organisasi di luar kantor.
Amanah ini sampai ke saya, mungkin karena rekan-rekan kerja banyak juga yang mengetahui aktivitas saya semasa kuliah dari media sosial dan sumber informasi lainnya.
Namun, ada masanya saya juga kerap merasa kewalahan dan merasa pekerjaan tambahan ini terlalu dipaksakan hingga saya merasa seperti tidak bertanggung jawab ataupun seperti diekploitasi dan hanya dimanfaatkan oleh pihak lainnya.
Seiring waktu saya belajar setidaknya ada 4 pertanyaan pendahuluan hal yang harus kita tanyakan kepada diri kita sebelum menyatakan persetujuan untuk merangkap tugas di luar pekerjaan utama kita.
Berikut rangkumannya.
Pertanyaan Pertama, Apakah Saya Sanggup Melakukannya?
Yang paling mengetahui kapasitas dan kemampuan diri kita adalah kita sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui apakah ketika merangkap tugas kita mampu melakukannya tanpa meninggalkan atau mengabaikan tugas utama kita.
Kita juga harus paham batasan antara apakah ini merupakan tugas tambahan diluar kewajiban utama kita ataukah ini sekadar pekerjaan tambahan bukan sesuai yang termaktub di dalam kontrak kerja ataupun uraian pekerjaan.
Jangan sampai juga menjadi bias kita menyatakan tidak sanggup padahal itu adalah bagian dari pekerjaan utama kita.
Jika Anda adalah seorang juru masak maka tugas memotong sayur-sayuran dan bahan masakan lainnya adalah bagian tugas Anda, maka sangat tidak professional jika mengatakan tidak sanggup melakukannya.
Namun berbeda cerita ketika Anda diminta untuk juga membersihkan restoran bahkan mengelola gaji karyawan ketika Anda adalah seorang juru masak, maka bisa jadi hal tersebut adalah rangkap tugas.
Selain itu juga, perlu diingat menyatakan kesanggupan berarti kita sudah siap dengan tanggung jawab dan risiko setelah mendapatkannya serta harus menunaikannya secara optimal.
Pun terkait beban kerja, saya sempat juga diminta mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain yang sebenarnya diluar tanggung jawab saya, sedangkan saya melihat ada anggota tim yang beban kerjanya sedang tidak banyak, maka saya kan secara persuasif menyampaikan distribusi pekerjaan tambahan bisa ditawarkan kepada orang lain yang sedang senggang.
Pertanyaan Kedua, Apakah Rangkap Tugas Tersebut Bermanfaat untuk Saya?
Penting untuk memahami bahwa semua yang kita lakukan di dunia ini perlu memiliki manfaat bagi diri kita.
Dimensi manfaat pun tidak hanya terkait masalah finansial atau uang, tetapi juga manfaat lainnya semisal ilmu baru, pengalaman baru, keterampilan baru, relasi baru, bahkan mungkin beramal dan bernilai kebaikan untuk kita juga dapat dinilai manfaat.
Jangan sampai kita menambah pekerjaan, namun bukan menambah manfaat untuk kita justru menambah masalah dan polemik yang baru. Ataupun jika bermanfaat namun mudhorat/keburukannya lebih besar dibandingkan manfaatnya. Maka sebaiknya tinggalkan dan tolak pekerjaan tambahan tersebut.
Saya pernah dihadapkan pada kondisi yang pelik seperti ini. Diminta untuk berkontribusi dalam sebuah organisasi yang kesannya untuk pemuda dan sosial kemasyarakatan, namun saya melihat ada nuansa kental politik dan kepentingan di dalamnya apalagi hal terebut terjadi menjelang pemilihan kepala daerah.
Saya melihat jika saya mendapatkan tugas tambahan dan berkontribusi dalam organisasi baru ini bisa jadi saya akan terbawa arus politik dan kepentingan yang hanya menguntungkan sejumlah pihak. Salah-salah justru saya yang kena getahnya.
Secara mantap saya sampaikan penolakan kepada pihak yang berkepentingan karena potensi risiko dan keburukan jika saya tetap memaksa menambah pekerjaan ini tidak sebanding manfaat yang saya dapatkan.
Pertanyaan Ketiga, Apakah Kontribusi Saya Benar-benar Dibutuhkan sehingga Harus Rangkap Tugas?
Sering saya atau mungkin Anda dihadapkan pada kenyataan sebuah organisasi atau kepanitiaan di luar pekerjaan utama kita yang sangat gemuk sehingga banyak anggota yang kesannya hanya tertulis namanya saja, tanpa kontribusi yang berarti atau sama sekali tidak berkontribusi.
Saya pun demikian ketika dimintai tolong untuk membantu pekerjaan tambahan atau rangkap tugas, saya akan menanyakan ke diri saya sendiri dan kepada pihak yang meminta apakah saya benar-benar dibutuhkan kontribusinya?
Jangan sampai justru hanya seperti pemanis saja dan tidak melakukan apa-apa. Hal tersebut tentu mubazir, membuang waktu, dan tidak produktif.
Contohnya ketika saya dimintakan atasan untuk bergabung dalam tim kajian perihal pergudangan ataupun barang-barang logistik yang saya tidak ahli di dalamnya. Awalnya saya berniat membantu, namun setelah saya pelajari ada orang lain yang lebih ahli dan terlibat langsung untuk pekerjaan tersebut.
Menghindari minimnya kontribusi dalam tim kajian, maka saya menolak dengan halus dan merekomendasi orang lain yang lebih kompeten. Syukurlah disetujui oleh atasan.
Dalam hal berorganisasi pun demikian saya semasa bangku kuliah mengikuti setidaknya ada 6 organisasi baik intra maupun ekstra kampus, di antaranya saya menjadi ketua dan ketua departemen. Saat itu saja sudah lumayan tersita waktu saya.
Ketika ditawari untuk masuk ke dalam sebuah divisi yang memerlukan kehadiran serta keahlian yang khusus seperti design dan sebagainya, saya menolak karena menurut saya saya tidak ahli dalam hal tersebut lebih baik saya ditempatkan di bagian lain yang di mana saya lebih dapat berkontribusi positif dan signifikan.
Keempat, Seberapa Mendesak Saya Harus Melakukan Rangkap Tugas Tersebut?
Time frame penting sekali untuk melihat seberapa mendesak suatu pekerjaan harus dilakukan apakah harus dilakukan saat ini juga, atau bisa ditunda beberapa saat, atau ya bisa dilakukan di waktu luang.
Ini juga yang biasanya akan saya tanyakan kepada yang memberi tugas tambahan dan juga kepada diri saya sendiri karena juga saya perlu menyusun skala prioritas pekerjaan.
Jika saya melihat pekerjaan tersebut mendesak dilakukan sedangkan beban kerja saya terhadap pekerjaan utama saya sudah tinggi, maka saya dengan halus akan menolak dan menceritakan alasannya kepada yang memberi tugas tambahan.
Namun jika sebaliknya pekerjaan mendesak, saya ada kelapangan waktu, tenaga, dan pikiran saya pikir mengapa tidak saya lakukan apalagi jika bernilai manfaat seperti yang saya sudah ungkapkan sebelumnya.
Pengelolaan waktu menjadi kunci juga untuk mengukur kapasitas kita dalam menyetujui untuk menerima tugas tambahan. Jika kita belum mahir mengelola waktu ada baiknya untuk lebih fokus kepada pekerjaan utama dan tidak secara serampangan menerima tugas tambahan yang bukan wajib hukumnya.
Sebaliknya jika sudah mahir mengelola waktu dan memiliki kapasitas serta kelapangan apa salahnya untuk mengasah kemampuan dan memberikan kontribusi optimal sebagai bantuan bagi pihak lainnya selama bernilai kebaikan.
Demikianlah keempat pertanyaan sekaligus pertimbangan yang perlu kita pikirkan sebelum menyatakan kesediaan untuk menerima tugas tambahan atau merangkap pekerjaan.
Semoga bernilai manfaat.
Salam sehat selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H