Praktis sudah lebih setahun pandemi Covid-19 melanda. Banyak dari kita yang terpaksa harus work from home atau bekerja dari rumah, membatasi diri kita beraktivitas di luar serta berinteraksi langsung dengan sesama.
Tanpa sadar gaya hidup dan kegiatan kita sehari-hari pun berubah seiring lamanya kita di rumah saja. Ada yang positif semisal mungkin pengeluaran kita berkurang karena praktis semua makanan dan minuman kita banyak disuplai dari rumah.
Meski sesekali juga bisa berbelanja secara daring, namun aktivitas nongkrong di caf untuk bersosialisasi hampir tidak pernah kita lakukan.
Di sisi lain kurangnya olah tubuh terutama di luar ruangan karena malas bergerak, menjadikan kita berisiko terpapar berbagai macam penyakit semisal obesitas, kurangnya paparan sinar matahari yang bermanfaat untuk pengubahan pro vitamin D menjadi vitamin D, stress, dan lain sebagainya.
Nah, namun jika dipelajari dari sekian banyak bentuk kemalasan selama di rumah saja ada lho yang bermanfaat dan positif untuk kita dan bahkan lebih jauh perlu kita latih dan tumbuhkan. Â Apa aja itu? Yuk sama-sama kita kaji 3 kemalasan yang bermanfaat untuk diri kita selama di rumah saja.
Pertama, Malas untuk Membicarakan Orang Lain
Selama di rumah saja, praktis sosalisasi dan interaksi langsung kita dengan kolega kantor dan teman-teman kita semisal melalui kongkow-kongkow di caf atau kumpul-kumpul di pantry kantor selama pandemi nyaris nihil alias tidak pernah kita lakukan.
Disadari atau tidak sebenarnya keadaan tersebut ada manfaatnya juga, karena dengan begitu praktis kita semakin jarang mengobrol langsung dengan orang-orang lingkungan pertemanan kita dan juga kolega kita. Semakin sedikit intensitas bertemu langsung semakin sedikit juga peluang untuk membicarakan berbagai hal yang tidak bermanfaat termasuk membicarakan orang lain alias rumpi alias ghibah.
Membicarakan kehidupan dan lika-liku orang lain entah itu selebritas, tetangga, kenalan dan lain sebagainya sering terjadi ketika kita sudah berkumpul secara langsung dengan orang-orang yang satu frekuensi dengan kita, berbeda tentunya dengan bertemu dan berkomunikasi hanya melalui media sosial yang membatasi ruang gerak dan chemistry di antara kita.
Percaya atau tidak interaksi langsung lebih membuka jalan untuk kita terbawa suasana untuk membawa topik-topik pembicaraan terkait kehidupan orang lain, entah positif atau negatif maksudnya.
Nah selama di rumah saja tentu interaksi langsung itu akan berkurang dan secara otomatis mengurangi jalan dan kesempatan kita untuk membicarakan orang lain, lama kelamaan akan mengakar dan menjadi sebuah bentuk"kemalasan" baru yang bermanfaat terutama di bulan Ramadan kali ini.
Kedua, Malas Membandingkan Hidup Kita dengan Orang Lain
Kita juga bertemu berbagai macam orang dengan penampilan dan karakter yang berbeda-beda, saya sendiri pernah beberapa kali bertemu bos-bos pemilik kapal-kapal di Indonesia ketika proses tender di kantor, gayanya sangat wah dan parlente.
Namun beberapa kepribadian mereka sangat ramah dan baik, ada juga yang sebaliknya terkesan kaya namun ketika ada masalah terhadap kontrak jatuhnya mengemis-ngemis untuk uang "recehan" dibalik gunungan aksesoris yang dikenakan.
Terkadang juga saya melihat bagaimana rekan yang sekarang kariernya sudah menanjak menjadi bos di sebuah perushaan baru saja membeli mobil dan apartemen baru, tanpa sadar saya terkadang di dalam hati berujar sepertinya keadaan seperti stagnan saja tidak kemana-mana, bertambah asset pun kudu menabung dan berusaha keras dalam waktu lama.
Nah, selama pandemi ini keadaan justru berbalik timbul sebuah kemalasan baru yang membuat saya lebih bersyukur dengan apa yang saya miliki yaitu malas membandingkan kehidupan saya dengan kehidupan orang lain yang berada di atas kita terutama terkait materi, kehidupan personal, dan lain sebagainya, karena terasa selama pandemi ini seolah semua bisa terjadi.
Ada yang selama ini bermewah-mewah seketika usahanya dihantam pandemi menjadi gulung tikar, selama ini kehidupannya hanya seputar jalan-jalan keliling dunia akhirnya hanya berdiam diri saja di rumah bahkan terkena covid-19 pula, selama ini punya pekerjaan mapan akhirnya harus diistirahatkan karena perusahaannya mengalami penurunan drastis dalam hal penjualan.
Selama pandemi ini saya juga merasa lebih bersyukur dan berusaha melihat ke bawah paling penting mencoba membantu orang-orang terdekat yang terkena dampak pandemi dengan semampu kita.
Apalagi di bulan Ramadan ini dimana amal ibadah kita dilipatgandakan oleh Allah Swt.
Ketiga, Malas untuk Mendramatisir Keadaan
Tentu keadaan ini sedikit banyak membuat kita semakin berkontemplasi terhadap keadaan kita saat ini, kita juga semakin bijak dalam menghadapi keadaan, karena mungkin di masa awal pandemi kita seolah menyalahkan keadaan, mulai tertekan atas banyaknya beban.
Namun, semakin lama kita di dalam pandemi kita lebih berpikir untuk tidak mendramatisir keadaan. Kita paham bahwa kondisi ini tidak kita alami sendiri, hampir seluruh manusia di muka bumi terdampak akibat pandemi ini.
Melebih-lebihkan masalah hanya akan menambah beban pikiran kita apalagi ketika kita hanya menghabiskan waktu di rumah saja setidaknya satu tahun lamanya.
Yang kita butuhkan saat ini adalah mencari momen untuk menjernihkan pikiran, mengelola emosi, mengelola perasaan, serta mengolah fisik kita agar tetap sehat dan terjaga selama pandemi masih melanda. Bukan menambahkan stres dan keluhan akan keadaan yang tak kunjung normal kembali.
Oleh karena itu bersikap malas untuk mendramatisir keadaan adalah sesuatu yang bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental kita selama di rumah saja.
Lebih-lebih selama bulan Ramadan ini, dimana kita dituntut untuk lebih dapat mengendalikan emosi, meningkatkan kadar kesabaran dan toleransi terhadap berbagai cobaan dan ujian.
Dari tiga jenis kemalasan tadi kita semakin disadarkan bahwa di dalam hidup ini tidak ada yang abadi, tidak ada yang akan terus sama, selalu berada di atas ataupun selalu berada di bawah. Yang paling penting yang perlu kita sadari bersama bahwa daya juang masing-masing oranglah yang akan menentukan hasilnya.
Kita tidak dapat mengukur kebahagian seseorang hanya dari harta, pangkat, jabatan, keluarga, nama besar, dan lain sebagainya. Karena bahagia seharusnya dirasakan dan dihayati dari pengalaman setiap orang yang tidak dapat dipukul rata satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, meski di rumah saja penting bagi kita untuk melatih ketiga bentuk "kemalasan" positif tadi. Malas untu membicarakan orang lain, malas untuk membandingkan hidup kita dengan orang lain, dan terakhir malas untuk melebih-lebihkan atau mendramatisir keadaan yang terjadi. Fokuslah kepada apa yang dapat kita lakukan dan ubah, bukan sesuatu diluar kuasa dan kontrol kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H