Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Kiat agar Anak Mendengarkan dan Mematuhi Orangtua

6 April 2021   10:05 Diperbarui: 6 April 2021   14:31 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: popmama.com)

Sekarang anak kami terbiasa jika sudah memasuki waktunya untuk sarapan atau mandi dia akan dihadapkan pada pertanyaan "sarapan atau mandi" terlebih dahulu, dan hampir sebagin besar dia akan memilih salah satunya, win-win solution pun akan tercapai.

Apakah ada potensi anak akan menolak keduanya? Itu pun bisa terjadi, oleh karena itu perlu memilih waktu yang tepat dan bahasa yang mudah dipahami. 

Pilih waktu ketika dia sedang tenang dan sebisa mungkin berbicara dengan mereka dengan "eye level" yang sama di mana muka kita perlu setara dengan muka mereka.

Jika perlu membungkuk ataupn jongkok ketika berbicara dengan mereka, ini sebuah bentuk penghargaan dan penghormatan kepada anak-anak kita, alih-alih memaksakan dibalik otoritas gelar orangtua.

Ketiga, Menegakkan Garis Batas dan Aturan yang Tegas

Ilustrasi (Sumber: Thinkstock via health.detik.com)
Ilustrasi (Sumber: Thinkstock via health.detik.com)
Perlu dipahami tegas bukan berarti selalu membentak dan marah-marah kepada anak, alih-alih menaati anak-anak bisa jadi mereka tambah membangkang dan bisa menimbulkan luka batin bagi diri mereka.

Tegas berarti konsisten dan komitmen dalam menegakkan aturan dan batasan baik melalui nada bicara maupun laku kita sebagai orangtua.

Semisal aturan jam tidur atau pun screen time anak kita menonton TV. Istri dan saya bersepakat bahwa anak kami hanya bisa diberikan waktu screen time 1 jam sehari dengan waktu menontonya dibagi semisal pagi, siang, sore dan malam masing-masing 15 menit. Aturan ini pun sudah disetujui dengan anak kami.

Di awal permulaan aturan ini dijalankan anak kami terkadang meminta waktu lebih untuk menonton TV, tidak jarang samapai merengek dan menangis keras ketika waktunya sudah akan habis, namun dia sedang seru-serunya menonton.

Sebagai orangtua tentu sering dilema bagaimana mengatasinya, namun bersama istri kami sudah bersepakat untuk tegas memegang aturan ini meski dengan risiko anak harus menangis keras dan kesal akan kebijakan kami ini.

Kami selalu mengulang komitmen anak dan kami untuk mematuhi waktu maksimal 1 jam sehari, terkadang juga untuk menyiasatinya kami bisa jadi tambahkan waktu menjadi 30 menit untuk sekali menonton dengan konsekuensinya kami sampaikan dia hanya memiliki sisa waktu 30 menit lagi untuk dia manfaatkan, sehingga bisa jadi untuk waktu sore atau malam tidak ada lagi waktu nonton karena sudah diambil lebih awal. Layaknya negosiasi butuh seni khusus dan konsistensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun