Siapa mengira ada satu kota di Korea Selatan yang menjadi "Kota Keluarga Angkat" bagi banyak pemuda dari berbagai negara di dunia.Â
Ya, Anda tidak salah "Kota Keluarga Angkat", tetapi bukan keluarga angkat dalam artian mengadopsi anak untuk hidup dan tinggal seumur hidup atau dalam jangka waktu lama di rumah keluarga korea tersebut.Â
Inilah Kota Siheung di Korea Selatan yang terkenal sebagai kota yang menyediakan fasilitas untuk peserta pertukaran pemuda dari berbagai negara untuk tinggal selama beberapa hari di rumah keluarga asli Korea Selatan.
Saya berkesempatan juga untuk merasakan pengalaman untuk tinggal dan berinteraksi dengan keluarga normal Korea Selatan dengan lengkap dengan seorang ibu, ayah, dan anak-anaknya yaitu pada program Indonesia Korea Youth Exchange Program (IKYEP) 2012.
Berikut cerita saya tentang Kota Siheung
Sekilas Tentang Kota Siheung
Siheung resmi diubah statusnya menjadi sebuah kota pada 1 Januari 1989 bersama dengan Kota Gunpi dan Uiwang yang mana ketiganya sebelumnya bersatu dalam sebuah daerah seperti kabupaten di Indonesia.
Melansir laman resmi Kota Siheung, Kota Siheung sendiri berlokasi di Provinsi Gyeonggi dengan jumlah populasi sekitar 555.939 orang dengan 55.044 orang diantaranya adalah warga negara asing.
Siheung sendiri lokasinya sebenarnya tidak terlalu jauh dari Kota Seoul, dibutuhkan sekitar 1-2 jam berkendara menuju kota ini.
Siheung juga dikenal sebagai kota pelabuhan yang dekat dengan laut. Sehingga mereka juga terkenal dengan kota pelabuhan serta sajian kuliner bahari yang segar dan enak serta memiliki mercusuar berwarna merah ikoniknya yang bernama Mercusuar Oido.
Kota Siheung juga memiliki program khusus untuk menjadi kota keluarga angkat di Korea Selatan guna mendukung program pemerintah Kota Siheung dan Ministry of Gender Equality and Family Republic Korea terkait pertukaran pemuda dari berbagai negara di seluruh dunia, sehingga tidak heran banyak keluarga di Siheung yang sering langganan menjadi host family untuk para pemuda dari berbagai negara di dunia.
Pengalaman Saya dengan Keluarga Angkat di Siheung
Salah satu rangkaian aktivitas dalam program pertukaran pemuda tersebut adalah kegiatan Host family, dimana kami diberikan kesempatan untuk tinggal dan berinteraksi langsung dengan keluarga asli korea di Kota Siheung.
Waktu itu saya bersama rekan saya Abhajaidun Mahulauw dari Maluku beserta Head of Delegate dari Kemenpora, yaitu Pak Abri Eko Noerjanto tinggal di keluarga Hwang dengan seorang Ibu (Seo Eun Ju), Ayah (Hwang Gwe Mok) dan dua anak laki-laki (Hwang Hee Seop dan Hwang Eun Seop).
Ibu angkat kami adalah seorang ibu rumah tangga lulusan sastra Inggris di salah satu Universitas di Korea, sedangkan ayah angkat kami bekerja di sebuah kantor konsultan IT.Â
Saat itu kedua saudara laki-laki kami masih duduk di bangku sekolah dasar dekat rumah mereka, meski tidak fasih berbahasa inggris mereka sangat ramah dan lucu.
Tidak seperti keluarga Korea lainnya yang kebanyakan tidak relijius bahkan tidak memiliki agama, keluarga angkat kami ini termasuk sebagai keluarga katolik yang cukup taat, terlihat dari hiasan rumah mereka dengan ornamen salib di mana-mana, bahkan di kamar kami pun terdapat rangkaian kitab suci perjanjian lama dan baru yang tersusun rapi.
Terkait religiusitas saya pikir keluarga angkat kami ini sangat luar biasa toleran dan tidak canggung untuk mendiskusikan berbagai hal terkait agama.Â
Saya mengingat bagaimana keluarga angkat kami ini bercerita bahwa mereka sering menerima para peserta pertukaran pemuda dari seluruh dunia yang bekerja sama dengan pemerintah Kota Seoul dan Ministry of Gender Equality and Family Republic of Korea.Â
Sebagian besar pemuda yang tinggal sementara di rumah mereka adalah rata-rata berasal dari negara muslim termaukk kami dari Indonesia.
Saya juga mengingat pada malam hari ketika kami berkenalan dan berdiskusi tentang berbagi hal. Orangtua angkat kami meminta kami untuk menunjukkan kepada mereka Al Quran dan meminta tolong kmai untuk membacanya. Saya pun bersama Abha tidak sungkan menunjukkannya dan membacanya di depan mereka.Â
Kami juga berdiskusi tentang konsep agama samawi serta juga kesamaan dan perbedaan antara ajaran Nasrani dan Islam seperti kisah tentang Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, Nabu Musa AS, dan lain sebagainya.Â
Tidak ada nuansa saling curiga ataupun perdebatan yang ada adalah mencoba saling memahami dan menghormati keyakinan masing-masing, indah sekali saya pikir tak terasa kami berdiskusi sampai tengah malam.Â
Saya memberikan kain Songket dan Tanjak khas Palembang, sedangkan Abha memberikan kain tenun khas Maluku.Â
Kedua orangtua angkat kami memberikan hadiah berupa T-Shirt untuk Pak Abri, serta toaster, cermin kecil dan pernak-pernik lucu khas Korea untuk Abha dan saya.
Bahkan pada suatu kesempatan ibu angkat kami sempat mengajak kami makan di restoran seafood yang luar biasa lezat otentik Korea di dekat pesisir laut yang InsyaAllah aman kami makan.
Kami berkesempatan untuk masuk dan mencoba berbagai peralatan rumah tangga zaman dahulu khas Korea. Rumah-rumah Hanok ini memang sekarang sudah jarang dipakai oleh orang Korea di perkotaan, dan hanya masih ditemukan di pedesaan ataupun tempat-tempat tertentu yang memang dikhususkan untuk pelestarian arsitektur, seni dan budaya khas Korea.
Nah, yang menjadi menarik adalah mercusuar ini berwarna merah bata dan di sekitarnya banyak terdapat penjual makanan ringan, buah tangan, bahkan restoran seafood yang bahan masakannya sangat segar karena baru disuplai di hari yang sama dari nelayan lokal Kota Siheung.
Selama menginap di rumah orangtua angkat kami tersebut kami juga sempat diajak melihat pertunjukan kebudayaan di sekolah adik-adik angkat.
Di sana kami berbaur dan bergabung dengan para orangtua dan teman-teman adik angkat kami, sangat seru dan meriah meski di tengah dinginnya musim gugur dan rintik-rintik hujan.
Saya juga sempa mengirimkan oleh-oleh ke keluarga angkat saya disana dengan menitip salh satu teman saya dari Korea Selatan yang sempat berkunjung ke Indonesia.Â
Beberapa kali juga kami sempat terhubung di Facebook dan Email dengan keluarga angkat kami tersebut. Bahkan junior-junior saya di Pertukaran Pemuda Indonesia Korea pada tahun selanjutnya ternyata ada juga yang menginap di rumah keluarga Hwang, sehingga kami pun sering bercerita tentang kebaikan keluarga Hwang.
Semoga di lain waktu kami bisa bertemu kembali dengan keluarga angkat kami di sana atau bisa jadi mereka bisa menjadi tamu di rumah kami dan merasakan menjadi keluarga angkat di Indonesia. Amin
Annyeonghi gyeseyo! Sampai jumpa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H