Saya juga mengingat pada malam hari ketika kami berkenalan dan berdiskusi tentang berbagi hal. Orangtua angkat kami meminta kami untuk menunjukkan kepada mereka Al Quran dan meminta tolong kmai untuk membacanya. Saya pun bersama Abha tidak sungkan menunjukkannya dan membacanya di depan mereka.Â
Kami juga berdiskusi tentang konsep agama samawi serta juga kesamaan dan perbedaan antara ajaran Nasrani dan Islam seperti kisah tentang Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, Nabu Musa AS, dan lain sebagainya.Â
Tidak ada nuansa saling curiga ataupun perdebatan yang ada adalah mencoba saling memahami dan menghormati keyakinan masing-masing, indah sekali saya pikir tak terasa kami berdiskusi sampai tengah malam.Â
Saya memberikan kain Songket dan Tanjak khas Palembang, sedangkan Abha memberikan kain tenun khas Maluku.Â
Kedua orangtua angkat kami memberikan hadiah berupa T-Shirt untuk Pak Abri, serta toaster, cermin kecil dan pernak-pernik lucu khas Korea untuk Abha dan saya.
Bahkan pada suatu kesempatan ibu angkat kami sempat mengajak kami makan di restoran seafood yang luar biasa lezat otentik Korea di dekat pesisir laut yang InsyaAllah aman kami makan.
Kami berkesempatan untuk masuk dan mencoba berbagai peralatan rumah tangga zaman dahulu khas Korea. Rumah-rumah Hanok ini memang sekarang sudah jarang dipakai oleh orang Korea di perkotaan, dan hanya masih ditemukan di pedesaan ataupun tempat-tempat tertentu yang memang dikhususkan untuk pelestarian arsitektur, seni dan budaya khas Korea.