Cung siapa di sini yang pernah menjadi objek ejekan dari karib kerabat, teman ataupun orang-orang yang baru kenal atau tidak dikenal sama sekali seperti di social media?
Di setiap pertemuan keluarga sering sekali kita disodori pertanyaan kapan kita akan menikah, sudah punya pasangankah, sudah punya anak berapa, kendaraan apa, bekerja di mana, dan lain sebagainya.Â
Alih-alih karena peduli terkadang pertanyaan tersebut hanya untuk membuktikan eksistensi seseorang saja dan menjadi bahan tertawaan di tengah keluarga.Â
Di lingkungan pergaulan pun tidak jauh berbeda, masih ada saja teman dekat ataupun bahkan yang tidak terlalu dekat yang suka nyinyir terhadap diri kita, terkadang ada yang menyampaikan bobot tubuh kita yang semakin bertambah, kulit kita yang semakin gelap, ataupun perkara gaji dan kehidupan sehari-hari kita.Â
Syukur, jika nada bicaranya asertif dan tidak bermaksud mengejek, sebaliknya banyak yang lebih kepada menyindir dan merendahkan tidak tahu tempat dan kondisi dari lawan bicaranya.
Ejekan-ejekan sosial ini dalam bentuk body shaming, merendahkan harga diri seseorang, mengecilkan pencapaian seseorang tentu perlu untuk disikapi dan direspon dengan bijak, apalagi jika disampaikan dengan nada yang tidak asertif dan cenderung menginjak-injak harga diri seseorang.
Di lain sisi kerap juga ketika direspon balik banyak yang mengatakan kita baperan, padahal hakikatnya kita membela harga diri kita, kita ingin menghentikan budaya perisakan secara "halus" yang telah membudaya ini, kita ingin membela orang-orang yang dirisak agar mereka tidak terus menjadi bulan-bulanan.
Dari pengalaman saya pribadi ada 5 tips yang bisa kita lakukan ketika menghadapi kondisi seperti ini:
Pertama, Hindari Orang-orang yang Kerap Mengejek Orang Lain
Jika kita mengetahui bahwa orang yang memiliki perangai KEPO terhadap kehidupan orang lain dan sering melakukan ejekan terhadap orang lain maka ada baiknya untuk coba menghindar berinteraksi intens dengan orang-orang model ini.
Kita hanya perlu berbicara dan berinteraksi seperlunya, jikapun dalam interaksi dia sudah menjurus kepada pertanyaan yang membuat kita tidak nyaman ada baiknya pamit untuk mencari kegiatan lain ataupun izin untuk meninggalkannya karena kita ada keperluan lain.Â
Dengan demikian, kita pun dapat terhindar dari konflik yang mungkin timbul akibat interaksi dan ejekan-ejekan yang mungkin dia keluarkan.
Di dunia media sosial, mem-block, unfriend ataupun unfollow seseorang adalah hak prerogratif kita sebagai pemilik akun.Â
Jika kita melihat tindak tanduk orang tersebut sering merendahkan orang lain termasuk kita maka pilihan untuk block, unfriend atau unfollow adalah salah satu pilihan terbaik, dan ini tidak diharamkan ataupun melanggar ketentuan apapun.
Kedua, Sampaikan Secara Jelas Bahwa Anda Tidak Nyaman atas Pertanyaan atau Ejekan yang Dilontarkan
Hal yang mungkin kita dapat lakukan adalah kita dapat mengajak orang yang bersangkutan untuk berbicara empat mata dengan kita, lalu kita sampaikan baik-baik bahwa ejekannya sudah melukai kita dan kita tidak nyaman selalu diperlakukan demikian.Â
Dengan berbicara empat mata setidaknya kita memiliki intensi baik untuk tidak mempermalukannya di muka umum. Jikapun kita sulit menyampaikan langsung kita bisa juga mengomunikasikannya dengan orang yang dapat dipercaya dapat menjembatani kita dan orang yang bersangkutan sehingga alih-alih dinilai ofensif kita dapat dinilai berusaha menengahi perbedaan.
Namun, jika setelah kita bicarakan baik-baik dia masih terus mengulangi ejekannya maka mungkin perlu juga menyampaikannya secara terbuka di muka umum ketidaksukaan kita, berisiko memang tapi orang-orang model demikian perlu untuk disadarkan.
Ketiga, Jawab Ejekannya dengan Kalimat yang Cerdas
Semisal saja ada yang mengejek, "Wah kamu sekarang gendut banget ya lebar banget badannya kayak kuda nil! Hahahah," kita dapat dengan santai menjawabnya, "Alhamdulillah badan saya disuplai makanan halal sehingga jadi daging!"Â
Atau bisa jadi kita katakan "Oh iya sekarang saya lagi coba program diet, doakan ya semoga saya bisa mencapai berat badan ideal, saya juga doakan kamu agar dosa-dosa kamu diampuni karena telah mengejek makhluk ciptaan Tuhan!"Â
Atau bisa juga dengan "Wah Kuda Nil ya, seenggaknya otaknya ada, kalau speaker mesjid gak ada otak bisanya cuma bicara keras-keras. Semoga kamu bukan speaker masjid ya!" lalu tuntaskan dengan senyuman manis.
Kita tidak perlu menyerangnya secara langsung, namun dengan kalimat yang cerdas tentu bisa sukses membuatnya cukup malu dan mungkin jera untuk mengejek orang lain di muka umum.
Keempat, Cuekin Aja
Saya pernah melihat seseorang menjadi objek perisakan oleh orang lain semasa di sekolah, alih-alih menangis ataupun bereaksi melawan, justru dia tidak mengacuhkan yang mengejeknya bahkan seolah tidak menganggap orang tersebut ada.
Alhasil orang yang mengejek lelah sendiri untuk terus mengejeknya. Namun, ada juga yang semakin membabi buta mengejeknya, nah dengan terus tidak mengacuhkannya bahkan menganggapnya tidak ada secara psikologis jika dia melakukannya di depan publik tentu dia akan disorot oleh orang-orang sekitarnya dan dianggap amat sangat berlebihan.
Ya jurus keempat ini butuh ketahanan mental dan juga latihan, namun tidak salah untuk dipraktikkan dalam keseharian kita.
Kelima, Laporkan kepada Pihak Berwenang
Semisal jika hal tersebut terjadi di dunia kerja, maka kita dapat melaporkannya ke HRD, jika terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita bisa melaporkannya kepada pihak kepolisian dengan didukung bukti-bukti yang kuat, ataupun jika terjadi pada lingkungan keluarga kita dapat melaporkannya kepada tetua ataupun orangtua kita.
Melaporkan bukan berarti kita lemah, tetapi orang yang bersangkutan perlu diberikan pelajaran yang sepadan agar tidak terus-terusan mengeluarkan ejekan yang tidak jarang membahayakan seseorang.
Kelima tips tadi disarikan dari pengalaman yang penulis alami langsung, bisa jadi dapat dipratikkan dalam kehidupan sehari-hari kita baik interaksi langsung maupun media sosial asal tetap menghitung faktor risiko dan norma kesopanan.
Uraian tadi juga setidaknya dapat membuka cakrawala berpikir kita bahwa merasa tidak nyaman dan tidak suka atas ejekan orang lain terutama fisik, kehidupan pribadi kita, keluarga dan lain sebagainya adalah hal yang wajar dan patut untuk diperjuangkan.
Jangan takut untuk dilabeli BAPERAN, karena kesehatan mental kita pribadi lebih penting dari hanya sebuah pelabelan. Ingatlah bahwa ini juga adalah ikhtiar kita untuk mengakhiri pola-pola ejekan di tengah masyarakat kita yang semakin sering dimafhumkan meski berisiko menyakiti banyak orang.
Paling penting jika kita tidak mau diejek orang lain, maka jangan sekali-sekali kita mengejek orang lain. Harus terus memperhatikan konteks, kondisi serta situasi yang ada sekalipun dengan orang-orang terdekat kita, karena benar lidah bisa lebih tajam dari sebilah pedang.