Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ini 4 Masukan untuk Pemerintah Jika Ingin Program Vaksinasi Covid-19 Berhasil

28 Januari 2021   10:41 Diperbarui: 30 Januari 2021   16:00 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah mencoba untuk bergerak cepat untuk melakukan vaksinasi covid-19 di Indonesia di tengah amburadulnya data dari Kementerian Kesehatan. 

Namun, alih-alih mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat nyatanya program vaksinasi tidak sesukses yang dibayangkan, untuk tahap awal saja setelah dua minggu dilakukan.

Melansir Kompas.com dari data Kementerian Kesehatan, per tanggal 26 Januari 2020 tenaga kesehatan yang sudah disuntik vaksin baru menyentuh angka 161.989 orang atau hanya sekitar 11% dari jumlah tenaga kesehatan yang mendaftar ulang untuk program vaksinasi Covid-19 yaitu 1.453.379 orang, meski diketahui juga ada 20 ribuan tenaga kesehatan yang ditunda atau dibatalkan vaksinasinya karena kondisi kesehatan dan faktor lainnya.

Melihat tren ini banyak pihak yang menyangsikan bahwa program vaksinasi Covid-19 akan berjalan sukses dan memenuhi target dari Presiden Jokowi yang mengharapkan program vaksin selesai sebelum akhir tahun 2021. 

Diduga akar masalahnya adalah rendahnya kepercayaan publik akan program vaksin ini serta kurangnya informasi yang didapatkan mereka.

Masalah bukan hanya dari kepercayaan publik dan informasi, kacaunya data di Kemnterian Kesehatan, jalur distribusi dan masalah rantai suplai di lapangan serta pola "paksaan" dalam melakukan vaksin semakin menambah polemik program vaksin ini

Dari kondisi ini saya mengusulkan setidaknya 4 hal yang perlu segera dibenahi dan dilakukan oleh pemerintah:

Tahapan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Sumber: beritasatu.com
Tahapan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Sumber: beritasatu.com
Pertama, Komunikasi Publik dan Sosialisasi Vaksinasi Perlu Ditingkatkan Agar Lebih Efektif dan Efisien

Pemerintah selama ini hanya fokus pada menyosialisasikan dan mengomunikasikan program vaksinasi dengan cara-cara yang tradisional dan terkesan kurang efektif meski sudah mengundang influencer seperti Raffi Ahmad untuk menjadi salah satu yang pertama menerima Vaksina Covid-19. Hal tersebut terbukti kurang efektif untuk menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses vaksinasi nasional ini, belum lagi narasi anti-vaksin yang semakin menyeruak di tengah masyarakat.

Saya pribadi sampai sekarang pun masih bingung kapan saya dan keluarga misalnya mendapatkan vaksinasi dan bagaimana caranya, meski dari perusahaan sudah melakukan pendataan.

Saya membayangkan bagaimana jika pemerintah mencoba jalur alternatif namun efektif dan tidak pasaran untuk menyosialisasikan tentang vaksin ini, semisal saja bisa mengundang tim kreatif gojek atau grab yang sering membuat iklan yang nyentrik, namun mengena dan efektif pada masyarakat. Lihat saja iklan-iklan di TV maupun Youtube serta media sosial yang dibuat Gojek ataupun Grab, sederhana tapi mengena dikemas dengan apik dan dekat dengan keseharian kita.

Saya melihat influencer seperti Raffi Ahmad yang justru berkerumun setelah divaksin kurang efektifk membawa pesan yang positif serta meningkatkan partisipasi masyarakat. 

Ingat, banyak melihat dan populer belum tentu menggerakkan masyarakat. Perlu media yang humanis dan dekat dengan masyarakat agar terus mengena dan menggerakan masyarakat.

Selain itu juga perlu pola penyampaian yang lebih efektif dan kredibel dalam satgat Covid-19 karena masyarakat sudah bosan melihat konferensi pers dengan pola-pola yang sama apalagi data yang disampaikan tidak menunjukkan perbaikan kasus positif terus meningkat lebih dari satu juta, itu yang diketahui, bagaimana yang tidak diketahui? Melihat pola tracing dan testing di Indonesia masih sangat rendah dari harapan.

Promo/Hadiah Menarik Pemilu Bisa Dipraktikkan untuk Progam Vaksinasi: Sumber: kafe betawi
Promo/Hadiah Menarik Pemilu Bisa Dipraktikkan untuk Progam Vaksinasi: Sumber: kafe betawi
Kedua, Hindari Pemaksaan, Masifkan Ajakan yang Menyejukkan dan Berikan Hadiah atau Promo yang Menarik

Saya adalah golongan orang yang tidak setuju jika vaksinasi ini dilakukan dengan pola memaksa dengan narasi ancaman pidana dan sebagainya.

Pola seperti ini sangat tidak efektif untuk mengajak masyarakat, bahkan pola pemaksaan ini tidak disarankan oleh WHO karena justru membuat masyarakat menjadi antipati untuk sukarela bergabung dalam program vaksinasi.

Mengapa tidak memilih semisal melakukan pendekatan dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat yang dikenal luas dapat memberikan pengaruh yang menyejukkan dan bertindak persuasif, alih-alih keras dan memaksakan.

Mengapa juga tidak lebih kreatif semisal dengan program undian bagi masyarakat yang sudah ikut vaksinasi semisal mendapatkan kesempatan undian untuk memenangkan tiket liburan setelah pandemi atau juga hadiah ataupun voucher tertentu bekerjasama dengan marketplace seperti Shopee dan Lazada ataupun Super App seperti Gojek dan Grab?

Mekanismenya sederhana saja semisal memberikan bukti vaksinasi ataupun nomor antrean yang sudah distandarkan oleh pemerintah. Ingat ketika selesai pemilu promo seperti ini banyak diberikan, mengapa program vaksinasi tidak bisa dilakukan hal yang sama? Bahkan di Nigeria iming-iming hadiah Indomie bisa menyukseskan program imunisasi negara tersebut lho.

Ilustrasi Single Identity. Sumber: detik.com
Ilustrasi Single Identity. Sumber: detik.com
Ketiga, Pendataan Satu Pintu dan Terstruktur

Salah satu masalah paling krusial di Indonesia adalah kacaunya dan tidak sinkronnya berbagai data yang ada di Indonesia dari tingkat daerah maupun nasional, belum lagi banyaknya pintu masuk data yang semakin menambah PR sinkronisasi antar-lembaga atau instansi yang ada.

Jika saja E-KTP tidak dikorupsi oleh Setya Novanto dkk serta data-data sensus dan pemutakhiran data di Indonesia dalam satu wadah sserta sinkronisasi yang sejalur dalam sisstem seperti big data dalam jalur Single Identity di Tiongkok atau negara-negara maju, tentu kekisruhan sekedar data penerima bantuan sosial, pemilu, beasiswa pendidikan, bantuan data untuk sekolah daring termasuk vaksinasi akan bisa dihindari.

Kita tidak perlu repot pendataan berulang, mungkin hanya pelru menmperbaharui data yang lama saja di satu portal yang sama serta mengecek kepada pihak pemerintahan terdekat semisal desa, kelurahan ataupun kecamatan untuk survei ulang warganya semisal ada kelahiran, kematian, sakit tertentu dan lain sebagainya.

Sekarang saja sistem pendataan ulang tenaga kesehatan sudah banyak tidak sinkron bagaimana dalam kasus vaksinasi nasional dengan jumlah ratusan juta, sangat dimungkinkan simpangsiur data ketika pemilu pun akan terulang.

Jangan anti untuk belajar dengan negara tetangga seperti India ataupun Malaysia serta Tiongkok untuk penyatuan data kependudukan, sehingga pemborosan dengan tender-tender berulang serta registrasi berulang-ulang dapat dihindarkan.

Vaksin Sinovac yang Baru Tiba di Indonesia. Sumber: Istana Presiden
Vaksin Sinovac yang Baru Tiba di Indonesia. Sumber: Istana Presiden
Terakhir adalah Perlunya Rantai Suplai yang Andal

Sebagai seorang yang berkecimpung di dunai rantai suplai saya paham betul bagaimana ribet dan pusingnya memikirkan untuk jalur ditribusi vaksin yang memerlukan tempat penyimpanan dengan suhu rendah tertentu ke seluruh Indonesia yang memiliki tantangan dari cuaca, keadaan alam, tranportasi, sumber daya manusia dan lain sebagainya.

Saya sangat mengapresiasi niat pemerintah menjalin kerjasama dengan salah satu raksasa FMCG di Indonesia yaitu Unilever yang terkenal akan kemahirannya dalam rantai suplai khususnya pendingin untuk distribusi es krim dan produk dingin lainnya di seluruh Indonesia bahkan sampai hampir di seluruh kecamatan di Indonesia.

Namun, perlu juga dipikirkan terkait masalah penjadwalan dan juga teknis di lapangan untuk pelaksaannya, perlu belajar dari pemilu meski polanya agak berbeda dan butuh kecermatan ekstra. 

Saya melihat target sampe akhir tahun 2021 dari Pak Jokowi terlalu ngoyo dan tidak realistis bahkan untuk 2022 pun saya masih meragukan akan meleset. Kondisi alam, pendataan, sumber daya manusia, dan faktor-faktor lainnya bahkan untuk pendataan pun masih runyam.

Saya juga sering menyesalkan pemerintah kita sering mebuat kebijakan ataupun bernarasi tanpa data dan informasi ilmiah, termasuk ketika Presiden Jokowi mengatakan pandemi covid-19 masih terkendali di Indonesia baru-baru ini, apa indikator terkendalinya? 

Lah kasus yang diketahui saja sudah lebih sejuta dan masih berada di gelombang pertama tidak menunjukkan tren menurun ataupun landai.

Akhirnya semoga keempat saran saya tadi dapat menjadi renungan dan juga pembahasan bagi kita bersama agar program vaksinasi Covid-19 ini berhasil di Indonesia dan Herd Immunity yang kita dambakan dapat segera terwujud dan akhirnya kita bisa keluar dari pandemi yang menyengsarakan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun