Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyelisik Misteri Naskah Final UU Cipta Kerja yang Tak Kunjung Dibagikan

11 Oktober 2020   07:00 Diperbarui: 11 Oktober 2020   07:00 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerahan Surat Presiden kepada Ketua DPR RI Terkait RUU Cipta Kerja. Sumber: Kumparan.com

Tok! RUU Cipta Kerja akhirnya resmi disetujui dalam sidang paripurna di gedung DPR RI pada senin malam, 5 Oktober 2020.

RUU Cipta Kerja sah menjadi UU Cipta Kerja meski ditengah gelombang protes dari penjuru negeri karena minimnya partisipasi publik serta polemik pasal-pasal di dalamnya yang kontroversial semisal dibidang ketenagakerjaan, lingkungan hidup, pendidikan, dan lain sebagainya.

Namun, polemik tidak berhenti sampai disitu ternyata Badan Legislatif mengatakan bahwa naskah final UU Cipta Kerja sedang dirapikan sehingga belum dapat diterbitkan dan disebarkan.

Tentu masyarakat semakin bertanya bagaimana sesuatu yang belum final dan rapi namun sudah diparipurnakan dan disahkan. Lebih parah lagi bahkan anggota DPR-nya sendiri belum mendapatkan salinannya. Hal ini terungkap seperti yang disampaikan oleh anggota DPR Fraksi Partai Keadilah Sejahtera sekaligus anggota Badan Legislasi DPR RI, Ledia Hanifah Amaliah yang sempat diwawancarai Najwa pada Kamis, 8 Oktober 2020 lalu.

Lebih mengherankan adalah Presiden Jokowi yang terang-terangan mengatakan bahwa banyak misinformasi yang beredar di masyarakat sehingga terjadi kesalahpahaman dan menyulut banyak kritik berbagai pihak.

Bagaimana Presiden Jokowi sudah memastikan sesuatu yang naskah finalnya pun belum ditangan bahkan belum disebarkan kepada anggota DPR-nya sendiri.

Paling kentara adalah penyangkalan Jokowi yang mengatakan pasal-pasal terkait pendidikan tidak ada sama sekali namun faktanya dari draf yang beredar sebelumnya pasal pendidikan justru muncul kembali setelah sempat ditarik. Sungguh membingungkan bagi kita yang belum mendapatkan akses serta naskah final UU Cipta Kerja.

Rekam jejak RUU Cipta kerja. Sumber: kompas.com
Rekam jejak RUU Cipta kerja. Sumber: kompas.com

Proses Terburu-buru, Tidak Transparan, dan Minim Partisipasi Publik

DPR RI dan Presiden Jokowi secara paralel mengklarifikasi berbagai misinformasi yang bereda di masyarakat, tetapi sekali lagi mereka mengklaim yang diributkan terjadi karena draf naskah awal berbeda dengan versi final yang disahkan padahal sampai sekarang naskah final tersebut tidak dipegang oleh masyarakat maupun anggota DPR-nya.

Ada kotak hitam yang besar ketika kita tidak jelas sedang mengklarifikasi yang mana, memperdebatkan yang mana, ataupun mengoreksi hal apa karena toh sampai sekarang Naskah Final belum ditangan.

Seperti yang dilansir Tirto.id sedari awal RUU Cipta kerja ini telah mengundang kontroversi diawali  ketika Presiden Jokowi mengirimkan Surat Presiden ke DPR RI pada 7 Februari 2020 untuk meminta DPR RI memprioritaskan pembahasan RUU Cipta Kerja. 

Tak lama setelahnya pada 12 Februari 2020, beberapa menteri yang diutus khusus Jokowi datang ke DPR RI sembari menyerahkan draf RUU Cipta Kerja.

Ternyata Surat Presiden itu digugat oleh koalisi masyarakat sipil ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Mereka berpendapat bahwa terdapat pelanggaran prosedural dari penyusulan RUU Cipta kerja karena pemerintah tidak melibatkan publik ketika menyusun RUU Cipta Kerja tersebut padahal masyarakat adalah yang paling banyak akan terdampak dari berbagai sisi akibat pemberlakuannya jika disahkan.

Alih-alih mengakomodir masyarakat pemerintah justru memfasilitasi sebagian besar pengusaha untuk menjadi anggota dalam Satgas Omnibus Law yang berjumlah 127 orang tersebut.

Hal yang mengherankan adalah Naskah Akademik diserahkan juga bersamaan dengan Naskah Draf RUU Cipta Kerja padahal semestinya naskah Akademik harus ada sebelum draf RUU Cipta Kerja dibuat dan dibahas.

Lebih mengherankan DPR RI menerima semuanya dengan lapang dada tanpa ada koreksi dan catatan untuk pemerintah agar melibatkan publik lebih banyak ketika menyusun RUU Cipta Kerja ini.

Dalam perkembangannya sejak april sampai disahkan pada 5 Oktober 2020 setidaknya DPR telah melangsungkan 64 kali rapat intensif. Namun, yang menjadi sorotan untk sekelas omnibus law yang memuat sampai ribuan pasal serta ratusan halaman ternyata sangat minim sekali tranparansi dan partisipasi publik, justru lagi-lagi pengusaha yang lebih didengarkan.

Hal-hal tadi tentu bertentangan dengan UU No.12 Tahun 2011 yang diubah pada UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan semestinya disusun secara terbuka dan transparan bukan "kucing-kucingan".

DPR RI sekarang sepertinya sangat manut dengan pemerintah untuk berbagai kepentingan terutama pembahasan Omnibus Law ini ya tidak heran 80% lebih kursi di parlemen ini diisi oleh partai pendukung pemerintah incumbent. Wajar jika checks and balances tidak berjalan optimal.

Ilustrasi. Sumber: Kompas TV
Ilustrasi. Sumber: Kompas TV
Naskah Final Dimanakah Rimbanya?

Kembali adakah satu saja pihak yang dapat mengonfirmasi naskah yang mereka miliki adalah naskah paling final dari RUU Cipta Kerja?

Sampai saat ini saya pikir tidak ada, toh sumber tersahihnya ya DPR sendiri belum mengunggah ataupun membagikan. Bahkan sesama anggota DPR sendiri banyak yang bertanya dimanakah gerangan naskah final tersebut.

Meski pihak DPR melalui Badan Legislasinya menyatakan bahwa naskah final masih proses dirapikan, namun kecurigaan publik menjadi sangat wajar apakah naskah tersebut akan sama dengan yang disetujui pada 4 Oktober 2020 lalu, adakah yang diubah atau berubah tanpa sepengetahuan pihak lainnya, apalagi mengingat sudah ada sanggahan dan kalrifikasi dari Presiden dan DPR tentang misinformasi UU Cipta Kerja.

Contoh kasusnya adalah tentang kembali munculnya pasal tentang pendidikan yang sebelumnya telah disetujui secara prinsipil dengan pihak pemangku kepentingan untuk dicabut dan dianulir dari UU Cipta Kerja, namun faktanya melansir Kompas.com yang mengutip Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda bahwa ada satu pasal sektor pendidikan yang dimasukkan dalam UU Cipta Kerja.

"Saya dapat info tadi malam bahwa sektor pendidikan ada satu pasal di situ, satu sikap saya kecewa," kata Huda saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Itu satu contoh kasus saja bagaimana dengan topik-topik dan pasal-pasal lainnya? Hal ini dikhawatirkan banyak pihak menjadi celah pasal colongan masuk ke dalam naskah final UU Cipta Kerja. 

Belum lagi banyaknya kesimpangsiuran versi klarifikasi Presiden dan DPR RI atas misinformasi yang ada di tengah masyarakat yang secara pribadi saya nilai hanya menyentuh permukaannya saja tanpa membahasanya lebih mendalam.

Lebih lanjut setali tiga uang hal yang sama disampaikan juga oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) yang tidak mau dituduh menjadi korban hoaks dari RUU Cipta Kerja dia menantang pemerintah untuk mengunggah salinan draf final UU Cipta Kerja yang telah resmi disahkan agar masyarakat dapat membandingkan mana yang salah mana yang benar. 

Dia juga dalam redaksi lain yang dikutip Kompas.com mencurigai Presiden Jokowi tidak membaca draf RUU Cipta Kerja ini karena Presiden masih membahas Amdal dalam klarifikasinya padahal jika melihat perkembangan maka Amdal sudah tidak lagi menjadi pembahasan, itupun karena kritik dan masukan dari penggiat lingkungan.

"Padahal perdebatan itu sebenarnya sudah tidak di situ lagi. Karena (polemik) soal (pasal mengatur) Amdal itu kan di awal," kata Nur kepada Kompas.com, Sabtu (10/10/2020). 

"Jadi, presiden sendiri kan tidak membaca, dari situ bisa disimpulkan apakah presiden membaca dokumennya, atau hanya di-brief saja," ungkapnya lebih lanjut.

Selain isu-isu tenaga kerja, lingkungan dan pendidikan sesungguhnya banyak sekali yang harus kita kaji lebih dalam karena banyaknya sektor lain yang terkait dalam omnibus law ini semisal pertambangan, ketenagalistrikan, penanaman modal atau investasi asing, ketahanan pangan, industri strategis, dan lain sebagainya.

Tentu pembahasan tidak akan sia-sia dan menjadi simpangsiur jika naskah final sudah di tangan, lucunya sampai sekarang masih belum juga kita dapatkan.

Kejanggalan demi kejanggalan sedari awal UU Cipta Kerja ini diusulkan semakin meyakinkan publik bahwa ada agenda tertentu serta masalah besar dibalik terburu-burunya pengesahan UU Cipta Kerja ini.

Menjadi wajar ketika masyarakat berteriak lantang, buruh turun ke jalan serta para akademisi dan berbagai kalangan mengkritik habis UU Cipta Kerja ini. 

Sangat disesalkan pemerintah dan DPR justru berbalik badan dan menutup telinga dan matanya rapat-rapat hanya demi ambisi pengesahan UU Cipta Kerja ini berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun