Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sembrononya Wacana Pembukaan Bioskop di Indonesia

3 September 2020   12:46 Diperbarui: 3 September 2020   13:07 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penularan Kasus Covid-19 di Starbucks di Kota Paju, Korea Selatan. Sumber: Chosun Media

Wacana pembukaan kembali Bioskop mengundang polemik di tengah masih tingginya angka kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Yang lebih mengherankan adalah pernyataan Widu Adisasmito selaku Juru Bicara Satuan Tugas Peananganan Covid-19 yang mengatakan bahwa pembukaan bioskop ini diproyeksikan akan meningkatkan imunitas masyarakat.

Lalu bagaimana kita harus menyikapinya? Berikut uraiannya

Risiko Penularan Sangat Tinggi

Entah maksudnya karena masyarakat bahagia diberikan keleluasaan menonton kembali sehingga berefek pada suasana hati sehingga meningkatkan imunitasnya atau karena alasan lain lainnya. Pernyataan Jubir Satgas Covid-19 tadi terkesan asal-asalan dan tanpa didukung studi dan fakta ilmiah. Banyak pihak yang justru secara sinis mengomentari seolah-seolah Jubir Satgas Covid-19 layaknya Jubir Pengusaha Bioskop Indonesia.

Lebih lanjut salah satu Pakar Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad), Deni Kurniadi Sanjaya menentang ide pembukaan kembali bioskop di tengah masih tingginya kasus positif Covid-19 di Indonesia. Dia justru mengungkapkan bahwa ventilasi dan sirkulasi udara di bioskop yang tertutup dalam waktu lama justru dapat meningkatkan risiko penularan.

"Itu bioskop namanya juga suatu gedung jadi ada batasan dinding dan atap, tidak ada ventilasi, artinya udara itu akan berkumpul di sana, viral loadnya itu akan tinggi dalam sekian jam. Jadi ada waktu, ada masalah ventilasi, ada keterbatasan ruangan, ada orang, ini risikonya (penyebaran covid-19) sangat besar sekali,", ujar Deni saat wawancara Radio PRFM 107.5 News Channel pada 31 Agustus 2020 lalu.

Bahkan Deni sendiri mengakui bahwa secara pribadi dia tergolong gemar menonton bioskop. Namun, wacana pembukaan bioskop di tengah pandemi saat ini sebaiknya ditunda terlebih dahulu karena menurutnya kesehatan adalah yang paling prioritas.

Ilustrasi Penularan Kasus Covid-19 di Starbucks di Kota Paju, Korea Selatan. Sumber: Chosun Media
Ilustrasi Penularan Kasus Covid-19 di Starbucks di Kota Paju, Korea Selatan. Sumber: Chosun Media
Selain itu juga, kita tentu masih ingat salah satu bukti nyata karena sirkulasi dan ventilasi udara yang buruk sangat berisiko menyebarkan virus Covid-19 yaitu kasus klaster penyerbaran virus di kedai Stabucks di Kota Paju wilayah bagian utara Seoul. Dimana 56 orang diduga kuat tertular virus tersebut akibat transmisi aerosol melalui saluran AC dengan sistem sirkulasi dan ventilasi yang buruk ditambah juga banyaknya pengunjung yang tidak memakai masker ketika sedang berada di dalam kedai Starbucks tersebut dan durasi kunjungan yang cukup lama.

Lalu semisal bioskop di Indonesia dibuka kembali siapa yang dapat menjamin sirkulasi dan ventilasi udara dapat terjaga dengan baik guna mencegah penularan terjadi? Bagaimana dengan penegakan disiplin para pegawai dan pengunjung terhadap protokol kesehatan.

Kebijakan Harus Berdasarkan Kajian Ilmiah

Entah untuk ke berapa kali pihak pemerintah baik melalui menteri, pejabat tinggi, Satgas Covid-19 mengeluarkan pernyataan dan informasi serta kebijakan yang terkesan sembrono dan hanya asbun (asal bunyi) tanpa didasarkan fakta serta kajian ilmiah.

Sebut saja sedari awal kasus Covid-19 di Indonesia pernyataan Menteri Kesehatan Terawan dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang seolah meremehkan penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia. Disusul dengan Menteri Pertanian terkait kalung anti corona dan terakhir adalah Jubir Satgas Covid-19 tentang korelasi pembukaan bioskop serta naiknya imunitas masyarakat.

Publik tentu jengah juga disajikan informasi dan pernyataan yang sering simpang siur dan tidak merujuk data ilmiah yang sahih. Bahkan juga bisa jadi tindakan melanggar protokol kesehatan dan abainya masyarakat di Indonesia terhadap ancaman Covid-19 yang berimbas pada naiknya kasus positif disebabkan oleh kesesatan informasi yang disajikan oleh pejabat pemerintah di Indonesia yang tanpa mengedepankan fakta dan kajian ilmiah.

Kita tentu mengingat bagaimana Jokowi dalam salah satu wawancara dengan Najwa Shihab menyatakan optimis pada Juli dan Agustus terjadi pelandaian kurva kasus positif di Indonesia dan bahkan berwacana menindak tegas semua pihak jika masih banyak terjadi pelanggaran protokol kesehatan bahkan melibatkan militer jika perlu. Namun kenyataannya jauh panggang dari api justru akhir-akhir ini rekor kasus baru menyentuh lebih dari 3000 kasus per hari pernah terjadi beberapa kali dan pengawasan pun semakin memble.

Kondisi ini juga didukung anjuran pemerintah untuk mengampanyekan Adapatasi Kebiasaan Baru (AKB) dimana banyak sektor bisnis bahkan pariwisata sudah mulai dibuka demi menggerakan roda perekonomian di Indonesia. Tetapi kebijakan ini tidak disertai koordinasi dan ketegasan akan prosedur yang sudah disiapkan. Justru masyarakat dan pelaku usaha banyak yang semakin abai dan seolah-olah menganggap pandemi ini telah memasuki fase penyusutan dan pelandaian kasus.

Kembali lagi pengawasan dari aparat pun terkesan tarik ulur entah karena miskoordinasi ataupun bingung dengan prosedur yang ditetapkan karena faktanya acara-acara dengan jumlah massa yang besar serta mengabaikan protokol kesehatan mulai sering kita temui atau kita ketahui melalui pemeberitaan.

Lalu sekarang kita diketengahkan bahwa bioskop pun akan mulai kembali dibuka tanpa kajian risiko serta studi ilmiah yang jelas, bahkan Jubir Satgas Covid-19 mengklaim pembukaan ini dapat meningkatkan imunitas masyarakat. Sungguh sangat sembrono dan terkesan membodohi masayarakat.

Data Kasus Covid-19 per 1 September 2020. Sumber: laman BNPB
Data Kasus Covid-19 per 1 September 2020. Sumber: laman BNPB

Jika kebijakan tanpa pendekatan ilmiah tadi terus dibiarkan jangan harap Indonesia akan cepat menuju pelandaian kurva kasus baru serta terbebas dari pandemi ini. 

Bahkan tidak mustahil jika ini kemudian menjadi  fenomena bola es yang semakin membesar yang berpotensi akan menjerumuskan Indonesia ke dalam jurang masalah multi-sektoral semakin dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun