Seumur hidup mungkin peringatan 17 Agustus tahun ini adalah yang paling tidak meriah yang pernah saya rasakan.
Hampir tiap tahun berbagai perlombaan seperti balap karung, panjat pinang, lari kelereng, makan kerupuk dan lain sebagainya menjelang 17 Agustus selalu diselenggarakan secara semarak dan meriah baik di lingkungan rumah, kantor dan sekolah.
Tidak ketinggalan ornamen hiasan merah putih khas 17-an menghiasi setiap pojok gedung-gedung perkantoran, sekolah, jalan raya bahkan di perkampungan. Semua lapisan masyarakat tua muda membaur bersama merayakan peringatan kemerdekaan Indonesia.
Tahun ke tahun hiasan itu pun seakan berevolusi semakin menarik, semakin cantik bahkan semakin lucu dan unik.
Di daerah rumah saya di Parongpong, Bandung Barat saya menyaksikan sendiri bagaimana hiasan pernak-pernik tersebut seakan berevolusi semakin meriah dan menarik dari tahun ke tahun. Contohnya saja tahun kemaren saya melihat dinding-dinding pagar rumah serta jalanan dihiasi hiasan mural karya anak muda perkampungan yang cantik bahkan lucu. Lucu karena alih-alih menggambar Soekarno, bentuknya lebih tepat mirip karakter 9gag dengan tertawa menyeringai.
Ada juga hiasan ornamen tank militer yang dibuat dari kardus bercokol di depan salah satu warga, bahkan ada sesosok boneka yang berpakaian serba putih dengan mata membelalak lengkap dengan rambutnya menjuntai di atas salah satu tiang, kuntilanak pun menyemarakkan agustusan pikir saya. Pernah sampai suatu malam ketika sedang mengendarai mobil bersama keluarga saya terkejut sambil beristighfar melihat hiasan ini, hampir copot rasanya jantung.
Menjelang 17 Agustus biasanya anak karang taruna ataupun perangkat desa akan berkeliling ke rumah-rumah warga untuk meminta sumbangan guna menambah kas desa untuk digunakan dalam acara-acara khas 17 Agustus seperti panjat pinang, lari karung, dan lain sebagainya. Saya biasanya hanya menjadi penyandang dana dan penonton setia saja, tidak ikut-ikutan bertanding. Tapi berbeda cerita jika di kantor, saya dengan suka rela ikut bergabung memeriahkan 17-an termasuk menjadi panitia dan peserta dadakan, hilang sudah urat malu ini rasanya.
Biasanya beberapa hari menjelang 17 Agustus sudah ramai dengan banyakanya perlombaan yang diselenggarakan, anak-anak paskibraka pun semakin getol menyiapkan diri untuk upacara 17 Agustus, pernak-pernik khas 17 agustus pun sudah meriah terpasang.Â
Namun, di tengah pandemi Covid-19 ini kemeriahan tadi seakan sirna karena semua pergerakan dibatasi dan berkumpulnya masyarakat dalam jumlah besar sebisa mungkin untuk dihindari.Â
Meski masih kita temukan berbagai hiasan khas 17-an menghiasi berbagi sisi bersama bendera merah putih yang gagah berani, namun sayup-sayup suara pembawa acara 17-an bercampur dengan teriakan para penonton dan peserta perlombaan khas 17-an melalui pelantang sudah tidak terdengar lagi digantikan dengan pengumuman himbauan untuk menjaga jarak dan memakai masker jika keluar rumah. Lapangan atau taman-taman yang menjadi tempat perlombaan dilangsungkan terlihat kosong melompong digantikan dengan rumput ilalang yang semakin meninggi. Anak-anak kecil yang biasanya berkumpul berlarian kesana kemari pun tidak nampak batang hidungnya, mereka justru harus belajar daring di dalam rumah.
Saya juga sebenarnya merindukan untuk ikut upacara bendera di tengah lapangan bersama rekan-rekan. Menyanyikan Indonesia Raya dengan lantang dilanjutkan dengan lagu-lagu kebangsaan yang membangkitkan semangat juang. Jikalaupun tidak saya akan dengan khidmat menonton upacara kemerdekaan di  istana negara melalui layar kaca ataupun streaming melalu perangkat gawai. Penarikan bendera serta medley lagu-lagu daerah dan kebangsaan serta pertunjukan seni adalah hal lain yang sangat nantikan.
Sedih sebenarnya merasakan agustusan tahun ini tidak semarak tahun-tahun sebelumnya. Namun, kesehatan dan keselamatan adalah hal yang harus kita utamakan.
Ya kita juga mungkin perlu memaknai bahwa peringatan kemerdekaan layaknya tidak melulu tentang kemeriahan. Kita dituntut untuk mengambil peran demi lepas dari pandemi Covid-19 ini yang mematikan.
Saatnya kita berusaha bergotong royong memulihkan keadaaan meski harus berjauh-jauhan.
Dirgahayu Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H