Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jangan Salah Pilih! Ini 4 Golongan Calon Kepala Daerah

29 Juli 2020   14:21 Diperbarui: 29 Juli 2020   15:02 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Launching Pilkada Serentak Tahun 2020 oleh KPU RI. Sumber: okezone.com

Di tengah pandemi Covid-19, Indonesia memilih untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah di sekitar 270 daerah di seluruh Indonesia. Pilkada kali ini setidaknya melibatkan sekitar 105 juta mata pilih di seantero Indonesia. Keputusan untuk menyelenggarakan pilkada ini memang menjadi polemik tersendiri di tengah wabah Covid-19 yang setidaknya sudah berdampak lebih dari seratus ribu orang di Indonesia ditambah ribuan angka kematian.

Keputusan pilkada ini tentu sudah dipertimbangkan matang-matang oleh semua pihak terkait, karena jika tidak diselenggarakan atau adanya pengunduran sampai batas waktu yang tidak ditentukan, maka bisa jadi menghambat regenerasi serta menimbulkan gejolak politik tersendiri di masyarakat belum lagi mempertimbangkan bahwa tidak diketahui secara pasti kapan wabah ini akan benar-benar berakhir. Jalan tengahnya adalah memundurkan Pilkada pada akhir tahun 2020 ini.

Keputusan serupa sebenarnya tidak hanya diambil Indonesia. Merujuk pernyataan salah satu Staf Ahli Kemendagri, Didik Suprayitno diketahui setidaknya ada 33 negara yang memutuskan tetap menyelenggarakan proses pemilu termasuk Perancis, Korea Selatan dan Jerman.

"Negara yang melaksanakan Pemilu Tahun 2020 ini itu ada 33 negara sesuai jadwal, nah ada yang telah melaksanakan pemilu 2020 dari Januari sampai Juni 16 negara," ujar Staf Ahli Kemendagri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa Didik Suprayitno dalam sebuah seminar virtual pada 15 Juni 2020.

Di lain sisi, proses pilkada kali ini tentu juga akan mengubah pola kampanye dan sosialisasi yang dilakukan para calon. Jika biasanya melakukan interaksi langsung serta mengumpulkan massa, maka pada tahun ini fokus kampanye dengan memanfaatkan media sosial serta media virtual lainnya dan mengurangi interaksi langsung kepada calon pemilih akan banyak dilakukan.

Masyarakat kita pun dituntut untuk lebih cerdas dalam menelaah dan memilih para calon potensial yang akan maju dalam pilkada tahun ini agar tidak terperdaya hanya karena tampilan di media sosial maupun virtual yang dengan sangat mudah dipalsukan ataupun dipercantik.

Sebagai rujukan kita dapat membagi para calon kepala daerah itu menjadi beberapa golongan.

Golongan pertama adalah para calon kepala daerah yang hanya memanfaatkan ketokohan nama keluarga/orang tua.

Tidak dipungkiri banyak sekali para calon kepala daerah yang hanya fokus memanfaatkan nama orang tua atau keluarganya. Cikal bakal dinasti politik pun semakin subur akhir-akhir ini.

Sebenarnya jika calon tersebut memiliki kapasitas dan kompetensi tentu tidak masalah sekalipun dia membawa nama orang tua atau keluarganya toh dia tidak dapat memilih menjadi anak siapa dirinya. Namun, jika kita melihat calon tersebut hanya fokus kepada nama orang tua atau keluarganya maka patut kita sangsikan bagaimana kompetensi dirinya sendiri.

Jika dalam media kampanyenya baik virtual maupun konvensional dia lebih banyak mengungkapkan keturunan siapa dirinya, anak siapa dirinya, ataupun saudara siapa dirinya dapat dicurigai calon tersebut hanya menjadi free rider/pendompleng saja minim kapasitas dan kompetensi diri. Bagaimana dia menjadi kepala daerah yang kompeten dan percaya diri jika yang dia tonjolkan hanya keluarga atau orang tuanya saja? Bagaimana dengan potensi dinasti politik yang riskan atas konflik kepentingan nantinya?

Golongan pertama ini patut untuk ditinjau dan dipelajari lebih jauh sebagai calon kepala daerah potensial pilihan kita. Kita perlu melihat sepak terjang dan track record dirinya sebelum maju dalam kancah pilkada. Apa benar orang yang cakap memimpin daerah kita? Atau hanya aji mumpung nama besar keluarga/orang tua?

Golongan kedua adalah calon kepala daerah yang mengagungkan gelar pendidikan.

Tidak dipungkiri ditengah masyarakat kita gelar pendidikan adalah pendongkrak pamor dari seorang calon kepala daerah .Namun, kita sering lupa apakah gelar pendidikan yang berjajar panjang itu menjamin kecakapan dan kompetensi seseorang dalam memimpin daerah kita?

Kita tentu sangat tahu berapa banyak kepala daerah di negeri ini yang memiliki gelar Profesor, Doktor, Insinyur, Dokter, dan lain sebagainya yang masuk bui atas tindakan KKN yang mereka lakukan? Ya, gelar pendidikan tidak menjamin akhlak dan kecakapan sesorang dalam memimpin.

Di lain sisi kita juga perlu teliti tentang gelar yang mereka tampilkan atau tonjolkan selama masa kampanye. Apakah benar dari institusi yang terpercaya dan dengan cara yang halal didapatkan? Jangan-jangan didapatkan dari lembaga pendidikan atau universitas abal-abal dengan cara perolehan yang tidak halal pula. Jika gelar saja disalahgunakan bagaimana dengan amanah yang akan didapatkan.

Sangat perlu kita ukur rekam jejak calon tersebut dan jika perlu kita uji kepiawaian dan akhlaknya dalam memimpin. Kita dapat mencari informasinya melalui berbagai media sosial yang dia miliki ataupun bertanya kepada orang-orang yang dekat serta lingkungan sekitarnya bagaimana sang calon dalam kehidupan sehari-hari maupun berorganisasi.

Sekali lagi jangan terkecoh hanya dengan gelar pendidikan. Karena gelar pendidikan tidak menentukan derajat kepemimpinan.

Golongan ketiga adalah calon kepala daerah yang hanya memanfaatkan kekayaan.

Kita akan menemukan banyak sekali kepala daerah yang berlatar belakang pengusaha ataupun lainnya yang memiliki harta kekayaan berlimpah. Namun, celakanya banyak juga calon kepala daerah yang alih-alih memiliki kompetensi dan cakap dalam memimpin justru hanya memanfaatkan kekayaannya untuk tujuan pemenangan dirinya dengan tidak halal.

Di masa menuju krisis seperti sekarang ini tentu iming-iming uang untuk simpatisan ataupun para pemilih akan sangat menarik dan ladang subur untuk meraih banyak suara. Namun, kita harus sadar jika calon-calon kepala daerah yang hanya memanfaatkan harta adalah calon kepala daerah yang hanya menutupi ketidakcakapan dirinya dibalik gelimang harta yang dia punya.

Di masa pandemi sekarang ini juga kita jangan terkecoh dengan media kampanye mahal serta eksklusif yang golongan ketiga ini gunakan. Mereka bisa jadi memanfaatkan media sosial ataupun media arus utama yang berpotensi menarik banyak simpatisan namun minim advokasi dan rekam jejak yang terbukti. Lakukan riset kecil-kecilan, lakukan penelusuran informasi yang diperlukan agar tidak mudah terjerat pesona iklan.

Ingat jika ketika menjadi calon saja dia sudah melakukan politik uang lalu bagaimana ketika dia sudah terpilih? Tentu akan semakin ekstrem lagi yang akan dia lakukan. Mengeruk banyak uang hanya demi ketamakan dirinya.

Orang-orang seperti ini adalah cikal bakal perampas hak rakyat. Mereka tidak akan puas dengan apa yang dia miliki sekarang ini, alih-alih amanah mereka akan memanfaatkan berbagai macam cara untuk melakukan KKN di semua kesempatan.

Golongan keempat atau yang terakhir adalah calon kepala daerah yang memiliki kompetensi dan kecakapan.

Calon kepala daerah yang memiliki kompetensi dibuktikan dengan rekam jejaknya yang bersih dan berkontribusi bagi keluarga dan lingkungannya adalah pilihan ideal bagi kita.

Kita dapat memperoleh informasi rekam jejak dan tindak tanduknya dengan melalui berbagai macam media layaknya stalker dengan tujuan kebaikan kita perlu tahu calon potensial pilihan kita. Media sosial, bertanya dengan orang-orang ataupun dapat mencari cara untuk dapat mengontak langsung calon kita tersebut.

Isu-isu advokasi serta visi misi yang dia buat perlu juga menjadi pertimbangan. Kita tidak mau membeli kucing dalam karung. Asal pilih, asal coblos lalu menyesal kemudian.

Golongan keempat ini bisa jadi juga ternyata memiliki keluarga yang terkenal, bisa jadi juga memiliki harta yang berkecukupan ataupun memiliki gelar pendidikan yang tinggi. Tidak ada yang salah dari itu semua justru kombinasi hal-hal tersebut dapat menjadi nilai plus bagi dirinya sendiri. Tetapi itu semua sekali lagi tidak berarti tanpa kompetensi dan kecakapan dari dirinya sendiri dalam memimpin.

Lebih jauh, ada satu lagi yang perlu kita pahami bahwa saat ini banyak juga yang mengutamakan senioritas seseorang dalam memilih kepala daerah, padahal banyaknya usia belum tentu menjamin tingkat kedewasaan dan kecakapan seseorang. Faktanya sekarang kita dapat melihat banyak sekali peemimpin yang masih muda secara umur, namun dapat memimpin dengan baik organisasi dan bisnis yang dia miliki ada Jacinda Arden, Perdana Menteri Selandia Baru dan Justin Trudeau di Kanada di dalam negeri kita memiliki Emil Dardak, Mantan Bupati Trenggalek yang sekarang menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur ataupun Erick Tohir yang memimpin Kementerian BUMN.

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam pilkada kali ini terutama di tengah masa pandemi, partisipasi aktif kita dalam memilih dan memilih calon kepala daerah  ini sangat diperlukan. Melihat rekam jejak, kecakapan dan kompetensi calon adalah hal yang wajib kita lakukan, karena seharusnya pandemi tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak melakukan praktik demokrasi yang berkualitas dan bertanggungjawab bagi kemaslahatan.

Selamat memilih!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun