Golongan pertama ini patut untuk ditinjau dan dipelajari lebih jauh sebagai calon kepala daerah potensial pilihan kita. Kita perlu melihat sepak terjang dan track record dirinya sebelum maju dalam kancah pilkada. Apa benar orang yang cakap memimpin daerah kita? Atau hanya aji mumpung nama besar keluarga/orang tua?
Golongan kedua adalah calon kepala daerah yang mengagungkan gelar pendidikan.
Tidak dipungkiri ditengah masyarakat kita gelar pendidikan adalah pendongkrak pamor dari seorang calon kepala daerah .Namun, kita sering lupa apakah gelar pendidikan yang berjajar panjang itu menjamin kecakapan dan kompetensi seseorang dalam memimpin daerah kita?
Kita tentu sangat tahu berapa banyak kepala daerah di negeri ini yang memiliki gelar Profesor, Doktor, Insinyur, Dokter, dan lain sebagainya yang masuk bui atas tindakan KKN yang mereka lakukan? Ya, gelar pendidikan tidak menjamin akhlak dan kecakapan sesorang dalam memimpin.
Di lain sisi kita juga perlu teliti tentang gelar yang mereka tampilkan atau tonjolkan selama masa kampanye. Apakah benar dari institusi yang terpercaya dan dengan cara yang halal didapatkan? Jangan-jangan didapatkan dari lembaga pendidikan atau universitas abal-abal dengan cara perolehan yang tidak halal pula. Jika gelar saja disalahgunakan bagaimana dengan amanah yang akan didapatkan.
Sangat perlu kita ukur rekam jejak calon tersebut dan jika perlu kita uji kepiawaian dan akhlaknya dalam memimpin. Kita dapat mencari informasinya melalui berbagai media sosial yang dia miliki ataupun bertanya kepada orang-orang yang dekat serta lingkungan sekitarnya bagaimana sang calon dalam kehidupan sehari-hari maupun berorganisasi.
Sekali lagi jangan terkecoh hanya dengan gelar pendidikan. Karena gelar pendidikan tidak menentukan derajat kepemimpinan.
Golongan ketiga adalah calon kepala daerah yang hanya memanfaatkan kekayaan.
Kita akan menemukan banyak sekali kepala daerah yang berlatar belakang pengusaha ataupun lainnya yang memiliki harta kekayaan berlimpah. Namun, celakanya banyak juga calon kepala daerah yang alih-alih memiliki kompetensi dan cakap dalam memimpin justru hanya memanfaatkan kekayaannya untuk tujuan pemenangan dirinya dengan tidak halal.
Di masa menuju krisis seperti sekarang ini tentu iming-iming uang untuk simpatisan ataupun para pemilih akan sangat menarik dan ladang subur untuk meraih banyak suara. Namun, kita harus sadar jika calon-calon kepala daerah yang hanya memanfaatkan harta adalah calon kepala daerah yang hanya menutupi ketidakcakapan dirinya dibalik gelimang harta yang dia punya.
Di masa pandemi sekarang ini juga kita jangan terkecoh dengan media kampanye mahal serta eksklusif yang golongan ketiga ini gunakan. Mereka bisa jadi memanfaatkan media sosial ataupun media arus utama yang berpotensi menarik banyak simpatisan namun minim advokasi dan rekam jejak yang terbukti. Lakukan riset kecil-kecilan, lakukan penelusuran informasi yang diperlukan agar tidak mudah terjerat pesona iklan.