Semalam saya menonton acara Mata Najwa. Seperti biasanya, Mata Najwa selalu berhasil mengangkat topik-topik bahasan yang kekinian dan menggelitik horizon berpikir kita. Tema semalam sepertinya lebih spesial dan mengena bagi saya.
Tema #GenerasiSolusi yang menghadirkan anak-anak muda Indonesia yang berhasil memanfaatkan teknologi terkini dengan berbagai aplikasinya telah mampu menghadirkan solusi terhadap permasalahan sosial di tengah masyarakat kita. Lebih kerennya kesemua aplikasi tersebut semuanya dilatarbelakangi oleh para pendirinya untuk memberikan dampak sosial bagi lingkungan sekitarnya.
Sebut saja Reblood yang dengan suksesnya mengedukasi masyarakat dan mengemas kegiatan donor darah menjadi suatu yang tidak lagi menyeramkan bagi kebanyakan orang, bahkan dengan kemudahan yang diberikan dalam aplikasi tersebut masyarakat dapat mengetahui lokasi dan jadwal donor darah terdekat bahkan persiapan yang diperlukan seseorang ketika berencana untuk mendonorkan darah. Aplikasi ini lahir dari keresahan Leonika Sari, sang inisiator yang melihat fenomena kekurangan stok darah yang terjadi di kota asalnya, Surabaya.Â
Padahal faktanya banyak masyarakat kita yang seharusnya mampu dan kompeten untuk dapat mendonorkan darahnya. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi serta keengganan masyarakat untuk mendonorkan darahnya. mitos serta ketakutan yang tidak perlu akan donor darah menjadi penyebab utama.Â
Lebih jauh juga ditemukan bahkan banyak di antara kita yang belum tahu tentang golongan darahnya sendiri. Fakta yang menggelikan di tengah kemajuan dunia kedokteran serta teknologi saat ini.
Selain itu juga ada aplikasi HaloDoc yang menjadi terobosan dunia medis di Indonesia saat ini. Dengan HaloDoc seorang pasien yang mengalami sakit tahap awal tidak perlu dituntut untuk hadir secara fisik, mengantre berlama-lama, dan berepot-repot mengurus administrasi lainnya hanya karena ingin mendapatkan saran medis dari seorang dokter termasuk dengan resep obat dan pembelian obatnya.Â
Dengan adanya HaloDoc, permasalahan jarak dan waktu untuk hadir di fasilitas medis seperti Rumah Sakit ataupun Klinik dapat dipecahkan. Dengan fitur chatting bahkan video call terhadap dokternya diserta pembelian obat di apotek atau tempat penjualan obat terdekat dapat dilakukan denga mudahnya melalui gawai yang kita punya.
Masih banyak aplikasi lainnya yang dihadirkan dalam acara semalam sebut saja Wahyoo, Cariustadz.id, dan Riliv. Kesamaan dari aplikasi-aplikasi tersebut menurut Prof. Rhenald Kasali adalah mereka mampu mempertemukan permintaan dan penawaran (supply and demand) atas fenomena dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat, tantangannya adalah bagaimani memonetisasi aplikasi tersebut agar dapat berkembang dan hidup serta memberikan dampak yang lebih luas lagi.
Dari uraian tadi, kita patut sumringah bahwa generasi muda kita masih memiliki harapan untuk menghadapi bonus demografi yang akan terjadi pada 2030 nanti. Gerakan mereka sepertinya mulai mengarah kepada gerakan yang fokus pada solusi bukan hanya mengkritisi tanpa aksi dan solusi.Â
Ini layaknya oase ditengah banyaknya komentar pedas yang berasal dari generasi muda kita yang terkesan hanya dapat menyalahkan dan mencari kambing hitam tanpa sedikitpun menawarkan solusi ataupun saran baik di dunia nyata maupun medial sosial.
Saya sendiri mengingat bagaimana dahulu ketika menjadi bagian aktivis mahasiswa dengan idealisme tinggi serta semangat membara, saya dan teman-teman sangat sering menghadirkan diskusi dan bertukar pikiran akan berbagai hal yang terjadi baik di lingkungan sekitar kampus bahkan sampai dengan isu nasional dan internasional.Â
Fokus kami pada saat itu adalah berkomentar dan mengkritisi layaknya lembaga pengawas, namun kami lupa bahwa seorang pengkritisi sejati adalah seorang yang dengan ksatria juga menawarkan solusi dan alternatif dalam menjawab masalah yang ada serta berusaha mewujudkannya dengan aksi nyata.
Timbulnya kesadaran akan tekad menjadi #GenerasiSolusi itulah yang memotivasi rekan-rekan dan saya untuk bergabung dalam berbagai aksi dan kegiatan sosial yang secara nyata memberikan dampak bagi masyarakat.Â
Kami pun akhirnya bergabung dalam kegiatan-kegiatan seperti pengajaran dan pembimbingan anak-anak sekolah yang berada di sekitar kampus, membuat kajian strategis dengan kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu atas berbagai isu kampus, nasional, dan internasional dengan terus menghadirkan alternatif ataupun solusi serta masukan untuk perbaikan dan pembelajaran bersama.
Bahkan kegiatan-kegiatn sosial tadi terus menjadi candu bagi rekan-rekan dan saya sendiri setelah lepas dari dunia perkuliahan. Banyak di antara kami bahkan saya sendiri mulai membangun gerakan serta organisasi ataupun komunitas yang memiliki misi sosial sebagai tujuan utama.Â
Tentu kami sadar, ini adalah proses belajar yang tidak sebentar. Dibutuhkan komitmen yang kuat serta kolaborasi antar-anak muda yang kokoh dalam memecahkan masalah bangsa ini secara bersama. Saya pribadi merasa masih banyak hal yang perlu saya perbaiki dan tingkatkan demi menjadi bagian yang sesungguhnya dari #GenerasiSolusi.
Namun, di sisi lain sampai dengan saat ini kita tentu masih kerap menemukan generasi muda kita yang masih fokus pada pola kritisi tanpa aksi dan solusi. Sangat sering kita temui di dunia sosial media, banyak anak muda yang mengeluh karena menemukan sampah di jalur pedestrian sosial dengan caption dan uraian yang kesannya hanya menyalahkan para petugas kebersihan yang tidak becus dan maksimal dalam menjaga kebersihan, padahal kesehariannya sendiri tersebut masih membuang sampah sembarangan, menggunakan plastik secara berlebihan, bahkan dengan abainya tidak melakukan apapun selain hanya berkomentar di media sosialnya saja.Â
Ada juga yang dengan lantang berteriak hebat tentang Korupsi di sebuah lembaga pemerintahan bahkan mengeluarkan kata cacian yang dianggap di luar batas kewajaran, padahal kenyataanya anak tersebut masih saja kerap menyontek dalam ujian, menyogok para petugas di kantor pemerintahan, ataupun mengabaikan marka jalan dalam berkendara. Lalu dimana letak perbedaannya?
Sudah saatnya kita sebagai bagian dari generasi muda Indonesia untuk mulaI menggaungkan gerakan yang fokus pada solusi bukan hanya mengkritisi tanpa aksi. Indonesia memiliki DNA pemuda yang tangguh dan teguh dalam berjuang demi kemajuan bangsa.Â
Dari lahirnya Sumpah Pemuda sampai dengan hadirnya aplikasi unicorn seperti Gojek dan Taveloka, semuanya tidak lepas dari peran serta dan kontribusi pemuda Indonesia. Dengan jumlah 63,82 juta pemuda (BPS, 2018) atau seperempat dari total penduduk Indonesia, kita harus yakin dan percaya bahwa masa depan ada di tangan kita para pemuda.
Ya, lalu kapan kita akan mulai menjadi bagian #GenerasiSolusi? SEKARANG JAWABANNYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H