Fokus kami pada saat itu adalah berkomentar dan mengkritisi layaknya lembaga pengawas, namun kami lupa bahwa seorang pengkritisi sejati adalah seorang yang dengan ksatria juga menawarkan solusi dan alternatif dalam menjawab masalah yang ada serta berusaha mewujudkannya dengan aksi nyata.
Timbulnya kesadaran akan tekad menjadi #GenerasiSolusi itulah yang memotivasi rekan-rekan dan saya untuk bergabung dalam berbagai aksi dan kegiatan sosial yang secara nyata memberikan dampak bagi masyarakat.Â
Kami pun akhirnya bergabung dalam kegiatan-kegiatan seperti pengajaran dan pembimbingan anak-anak sekolah yang berada di sekitar kampus, membuat kajian strategis dengan kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu atas berbagai isu kampus, nasional, dan internasional dengan terus menghadirkan alternatif ataupun solusi serta masukan untuk perbaikan dan pembelajaran bersama.
Bahkan kegiatan-kegiatn sosial tadi terus menjadi candu bagi rekan-rekan dan saya sendiri setelah lepas dari dunia perkuliahan. Banyak di antara kami bahkan saya sendiri mulai membangun gerakan serta organisasi ataupun komunitas yang memiliki misi sosial sebagai tujuan utama.Â
Tentu kami sadar, ini adalah proses belajar yang tidak sebentar. Dibutuhkan komitmen yang kuat serta kolaborasi antar-anak muda yang kokoh dalam memecahkan masalah bangsa ini secara bersama. Saya pribadi merasa masih banyak hal yang perlu saya perbaiki dan tingkatkan demi menjadi bagian yang sesungguhnya dari #GenerasiSolusi.
Namun, di sisi lain sampai dengan saat ini kita tentu masih kerap menemukan generasi muda kita yang masih fokus pada pola kritisi tanpa aksi dan solusi. Sangat sering kita temui di dunia sosial media, banyak anak muda yang mengeluh karena menemukan sampah di jalur pedestrian sosial dengan caption dan uraian yang kesannya hanya menyalahkan para petugas kebersihan yang tidak becus dan maksimal dalam menjaga kebersihan, padahal kesehariannya sendiri tersebut masih membuang sampah sembarangan, menggunakan plastik secara berlebihan, bahkan dengan abainya tidak melakukan apapun selain hanya berkomentar di media sosialnya saja.Â
Ada juga yang dengan lantang berteriak hebat tentang Korupsi di sebuah lembaga pemerintahan bahkan mengeluarkan kata cacian yang dianggap di luar batas kewajaran, padahal kenyataanya anak tersebut masih saja kerap menyontek dalam ujian, menyogok para petugas di kantor pemerintahan, ataupun mengabaikan marka jalan dalam berkendara. Lalu dimana letak perbedaannya?
Sudah saatnya kita sebagai bagian dari generasi muda Indonesia untuk mulaI menggaungkan gerakan yang fokus pada solusi bukan hanya mengkritisi tanpa aksi. Indonesia memiliki DNA pemuda yang tangguh dan teguh dalam berjuang demi kemajuan bangsa.Â
Dari lahirnya Sumpah Pemuda sampai dengan hadirnya aplikasi unicorn seperti Gojek dan Taveloka, semuanya tidak lepas dari peran serta dan kontribusi pemuda Indonesia. Dengan jumlah 63,82 juta pemuda (BPS, 2018) atau seperempat dari total penduduk Indonesia, kita harus yakin dan percaya bahwa masa depan ada di tangan kita para pemuda.
Ya, lalu kapan kita akan mulai menjadi bagian #GenerasiSolusi? SEKARANG JAWABANNYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H